Minggu, 09 Desember 2012

Wilayah Pesisir (Coastal Zone)


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.506 pulau besar dan kecil. Dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 km, Indonesia adalah juga negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada.

Wilayah laut dan pesisir adalah wilayah yang amat penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari empatbelas juta penduduk atau sekitar 7,5% dari total penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada kegiatan yang ada di kawasan ini (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Sekitar 26% dari total Produk Domestik Bruto (Gross National Product/GDP) Indonesia disumbangkan dari kegiatan dan sumber-daya laut dan pesisir (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003).


Banyak definisi mengenai arti dan batasan wilayah pesisir yang telah dibuat pakar-pakar ilmu kelautan dan pesisir dunia. Di antaranya yang terkenal yakni yang dirumuskan Sorensen dan McCreary. Dalam karya mereka “Institutional Arrangement for Managing Coastal Resources and Environments”, kawasan pesisir didefinisikan sebagai “perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan utama, yaitu laut dan daratan”. Lebih lanjut, dalam kenyataannya juga terdapat beberapa definisi kawasan pesisir yang dipergunakan beberapa negara kelautan yang ada di dunia.

Kay dan Alder menyatakan bahwa terdapat empat cara buat menetapkan kawasan pesisir:

1.  Fixed Distance Definitions
Penentuan kawasan pesisir dihitung dari batas antara daratan dan air laut, biasanya penghitungan dilakukan dari batas teritorial pemerintahan. Contoh, dihitung dari batas teritorial laut.

2.  Variable Distance Definitions
Penentuan batas kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan beberapa perhitungan/ukuran yang ada di kawasan pesisir, seperti diukur dari batas air tertinggi. Namun, batas kawasan tidak ditetapkan secara pasti, tetapi juga tergantung pada variabel-variabel tertentu yang ada di kawasan tersebut, antara lain konstruksi tapal batas, tanda-tanda alam baik berupa fisik maupun biologis, dan batas administratif.

3.  Definitions according to Use
Penetapan kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan definisi apa yang akan dipakai. Kadang-kadang suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan pesisir berdasarkan masalah/isu apa yang hendak dipecahkan. Cara ini biasanya dilakukan oleh negara besar atau lembaga internasional tertentu.

4.  Hybrid Definitions
Teknik ini mengadopsi lebih dari satu definisi atau mencanpurkan lebih dari dua tipe definisi dari kawasan pesisir. Konsep ini umum dipergunakan oleh pemerintahan. Contoh, pada Pemerintah Australia dan Amerika Serikat. Beberapa negara bagian di Australia mengukur kawasan pesisirnya 3 mil dari garis pantai, sedangkan beberapa negara bagian lainnya menetapkan kawasan pesisirnya termasuk kawasan yang berada di darat.

Karakteristik khusus dari wilayah pesisir menurut Jan C. Post dan Carl G. Lundin (1996) antara lain:
1. Suatu wilayah yang dinamis dengan seringkali terjadi perubahan sifat biologis, kimiawi, dan geologis,
2. Mencakup ekosistem dan keanekaragaman hayatinya dengan produktivitas yang tinggi yang memberikan tempat hidup penting buat beberapa jenis biota laut,

3. Ciri-ciri khusus wilayah pesisir—seperti adanya terumbu karang, hutan bakau, pantai dan bukit pasir—sebagai suatu sistem yang akan sangat berguna secara alami untuk menahan atau menangkal badai, banjir, dan erosi,
4. Ekosistem pesisir dapat digunakan untuk mengatasi akibat-akibat dari pencemaran, khususnya yang berasal dari darat (sebagai contoh: tanah basah dapat menyerap kelebihan bahan-bahan makanan, endapan, dan limbah buangan),
5. Pesisir yang pada umumnya lebih menarik dan cenderung digunakan sebagai pemukiman, maka di sekitarnya seharusnya dimanfaatkan pula sebagai sumber daya laut hayati dan nonhayati, dan sebagai media untuk transportasi laut serta rekreasi.

Sedangkan karakteristik wilayah pesisir menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2001) antara lain:

  1. Terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi komunitas pesisir dan pemanfaat lainnya (beneficiaries),
  2. Adanya kompetisi antara berbagai kepentingan,
  3. Sebagai backbone dari kegiatan ekonomi nasional,
  4. Merupakan wilayah strategis, didasarkan atas fakta:

  • Garis pantai Indonesia 81.000 km pada 17.508 pulau (terbanyak di dunia),
  • Penyebaran penduduk terbesar (cikal bakal urbanisasi),
  • Potensi sumber daya kelautan yang kaya (biodiversity, pertambangan, perikanan, pariwisata, infrastruktur, dsb),
  • Sumber daya masa depan (future resources) akibat ketersediaan wilayah darat yang semakin terbatas, dan Wilayah pertahanan dan keamanan (perbatasan).


Konsep ICZM
Pengelolaan Kawasan Pesisir secara Terpadu (Integrated Coastal Zone Management/ICZM) adalah suatu pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir. Metodologi dari ICZM ini telah dikembangkan secara hati-hati sejak beberapa dekade yang lalu. Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani masalah-masalah intersektoral seperti lintas disiplin ilmu, kewenangan-kewenangan dari lembaga pemerintah, dan batas-batas kelembagaan (Hinrichsen, 1998).

Konsep ICZM ini telah muncul di beberapa konvensi dan konferensi internasional, seperti Kovensi Hukum Laut Internasional, Konferensi PBB untuk Lingkungan Hidup dan Manusia (Stockholm, 1972), Konferensi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan/Konferensi Bumi (Rio de Janeiro, 1992), dan Konferensi Dunia untuk Pembangunan yang Berkelanjutan (Johannesburg, 2002).

Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan dasar-dasar pengelolaan laut di dunia. Konvensi ini tak hanya mengatur hak dari negara-negara pantai, tetapi juga mengatur kewajiban dan tugas dari negara-negara anggota dalam pengelolaan lautnya (Cicin-Sein & Knecht, 1998). Secara khusus, hukum laut internasional mengamanatkan pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara terpadu.

Agenda 21 adalah salah satu output yang dihasilkan dalam Konferensi Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro pada 1972. Bagian 17 dari Agenda 21 adalah bagian khusus dari Agenda 21 yang mengatur secara khusus pengelolaan lingkungan hidup laut. 

  1. Kawasan laut dan pesisir, termasuk ZEE, harus dikelola secara terpadu dan berkelanjutan,
  2. Perlindungan lingkungan hidup laut,
  3. Sumber-daya dan biota laut yang berada di laut bebas (high-seas) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan,
  4. Sumber-daya dan biota laut yang berada di perairan nasional (national jurisdiction) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan,
  5. Memecahkan masalah ketidakpastian dalam mengelola lingkungan hidup laut dan perubahan iklim,
  6. Memperkuat kerjasama internasional, termasuk kerjasama dan koordinasi regional,
  7. Pulau-pulau kecil harus dibangun secara berkelanjutan.


Sumber Tulisan
Dirhamsyah, “Pengelolaan Wilayah Pesisir Terintegrasi di Indonesia” dalam Oseanavolume XXXI, Nomor 1, Tahun 2006.
Prof Dr L. Tri Setyawanta R, SH, MHum, Pokok-pokok Hukum Laut Internasional, Pusat Studi Hukum Laut (SYCLOS) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro: 2005.

0 comments: