Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia dengan 17.506 pulau besar dan kecil. Dengan total
garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 km, Indonesia adalah juga negara
dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada.
Wilayah laut dan pesisir
adalah wilayah yang amat penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih
dari empatbelas juta penduduk atau sekitar 7,5% dari total penduduk Indonesia
menggantungkan hidupnya pada kegiatan yang ada di kawasan ini (Departemen Kelautan
dan Perikanan, 2003). Sekitar 26% dari total Produk Domestik Bruto (Gross
National Product/GDP) Indonesia disumbangkan dari kegiatan dan sumber-daya laut
dan pesisir (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003).
Banyak definisi mengenai
arti dan batasan wilayah pesisir yang telah dibuat pakar-pakar ilmu kelautan
dan pesisir dunia. Di antaranya yang terkenal yakni yang dirumuskan Sorensen
dan McCreary. Dalam karya mereka “Institutional Arrangement for Managing
Coastal Resources and Environments”, kawasan pesisir didefinisikan sebagai
“perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan utama, yaitu laut dan
daratan”. Lebih lanjut, dalam kenyataannya juga terdapat beberapa definisi
kawasan pesisir yang dipergunakan beberapa negara kelautan yang ada di dunia.
Kay dan Alder menyatakan
bahwa terdapat empat cara buat menetapkan kawasan pesisir:
1. Fixed Distance Definitions
Penentuan kawasan pesisir dihitung dari batas antara
daratan dan air laut, biasanya penghitungan dilakukan dari batas teritorial
pemerintahan. Contoh, dihitung dari batas teritorial laut.
2. Variable Distance Definitions
Penentuan batas kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan
beberapa perhitungan/ukuran yang ada di kawasan pesisir, seperti diukur dari
batas air tertinggi. Namun, batas kawasan tidak ditetapkan secara pasti, tetapi
juga tergantung pada variabel-variabel tertentu yang ada di kawasan tersebut,
antara lain konstruksi tapal batas, tanda-tanda alam baik berupa fisik maupun
biologis, dan batas administratif.
3. Definitions according to Use
Penetapan kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan definisi
apa yang akan dipakai. Kadang-kadang suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan
pesisir berdasarkan masalah/isu apa yang hendak dipecahkan. Cara ini biasanya
dilakukan oleh negara besar atau lembaga internasional tertentu.
4. Hybrid Definitions
Teknik ini mengadopsi lebih dari satu definisi atau
mencanpurkan lebih dari dua tipe definisi dari kawasan pesisir. Konsep ini umum
dipergunakan oleh pemerintahan. Contoh, pada Pemerintah Australia dan Amerika
Serikat. Beberapa negara bagian di Australia mengukur kawasan pesisirnya 3 mil
dari garis pantai, sedangkan beberapa negara bagian lainnya menetapkan kawasan
pesisirnya termasuk kawasan yang berada di darat.
Karakteristik khusus dari
wilayah pesisir menurut Jan C. Post dan Carl G. Lundin (1996) antara lain:
1. Suatu wilayah yang
dinamis dengan seringkali terjadi perubahan sifat biologis, kimiawi, dan
geologis,
2. Mencakup ekosistem dan
keanekaragaman hayatinya dengan produktivitas yang tinggi yang memberikan
tempat hidup penting buat beberapa jenis biota laut,
3. Ciri-ciri khusus wilayah
pesisir—seperti adanya terumbu karang, hutan bakau, pantai dan bukit
pasir—sebagai suatu sistem yang akan sangat berguna secara alami untuk menahan
atau menangkal badai, banjir, dan erosi,
4. Ekosistem pesisir dapat digunakan
untuk mengatasi akibat-akibat dari pencemaran, khususnya yang berasal dari
darat (sebagai contoh: tanah basah dapat menyerap kelebihan bahan-bahan
makanan, endapan, dan limbah buangan),
5. Pesisir yang pada umumnya lebih
menarik dan cenderung digunakan sebagai pemukiman, maka di sekitarnya
seharusnya dimanfaatkan pula sebagai sumber daya laut hayati dan nonhayati, dan
sebagai media untuk transportasi laut serta rekreasi.
Sedangkan karakteristik wilayah
pesisir menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2001) antara lain:
- Terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi komunitas pesisir dan pemanfaat lainnya (beneficiaries),
- Adanya kompetisi antara berbagai kepentingan,
- Sebagai backbone dari kegiatan ekonomi nasional,
- Merupakan wilayah strategis, didasarkan atas fakta:
- Garis pantai Indonesia 81.000 km pada 17.508 pulau (terbanyak di dunia),
- Penyebaran penduduk terbesar (cikal bakal urbanisasi),
- Potensi sumber daya kelautan yang kaya (biodiversity, pertambangan, perikanan, pariwisata, infrastruktur, dsb),
- Sumber daya masa depan (future resources) akibat ketersediaan wilayah darat yang semakin terbatas, dan Wilayah pertahanan dan keamanan (perbatasan).
Konsep
ICZM
Pengelolaan Kawasan
Pesisir secara Terpadu (Integrated Coastal Zone Management/ICZM) adalah suatu
pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Metodologi dari ICZM ini telah dikembangkan secara hati-hati sejak beberapa
dekade yang lalu. Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani
masalah-masalah intersektoral seperti lintas disiplin ilmu,
kewenangan-kewenangan dari lembaga pemerintah, dan batas-batas kelembagaan (Hinrichsen,
1998).
Konsep ICZM ini telah
muncul di beberapa konvensi dan konferensi internasional, seperti Kovensi Hukum
Laut Internasional, Konferensi PBB untuk Lingkungan Hidup dan Manusia
(Stockholm, 1972), Konferensi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan/Konferensi
Bumi (Rio de Janeiro, 1992), dan Konferensi Dunia untuk Pembangunan yang
Berkelanjutan (Johannesburg, 2002).
Konvensi Hukum Laut
Internasional memberikan dasar-dasar pengelolaan laut di dunia. Konvensi ini
tak hanya mengatur hak dari negara-negara pantai, tetapi juga mengatur
kewajiban dan tugas dari negara-negara anggota dalam pengelolaan lautnya (Cicin-Sein
& Knecht, 1998). Secara khusus, hukum laut internasional mengamanatkan
pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara terpadu.
Agenda 21 adalah
salah satu output yang dihasilkan dalam Konferensi Bumi yang diselenggarakan di
Rio de Janeiro pada 1972. Bagian 17 dari Agenda 21 adalah bagian
khusus dari Agenda 21 yang mengatur secara khusus pengelolaan lingkungan hidup
laut.
- Kawasan laut dan pesisir, termasuk ZEE, harus dikelola secara terpadu dan berkelanjutan,
- Perlindungan lingkungan hidup laut,
- Sumber-daya dan biota laut yang berada di laut bebas (high-seas) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan,
- Sumber-daya dan biota laut yang berada di perairan nasional (national jurisdiction) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan,
- Memecahkan masalah ketidakpastian dalam mengelola lingkungan hidup laut dan perubahan iklim,
- Memperkuat kerjasama internasional, termasuk kerjasama dan koordinasi regional,
- Pulau-pulau kecil harus dibangun secara berkelanjutan.
Sumber
Tulisan
Dirhamsyah, “Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terintegrasi di Indonesia” dalam Oseanavolume
XXXI, Nomor 1, Tahun 2006.
Prof Dr L. Tri Setyawanta R, SH,
MHum, Pokok-pokok
Hukum Laut Internasional, Pusat Studi
Hukum Laut (SYCLOS) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro: 2005.
0 comments:
Posting Komentar