Neuroplanologi - Bahagia Untuk Menjadi Kuat

Kota Bahagia adalah Kota yang mampu memberikan kebahagiaan bagi warganya. Saya ingin memulainya dari defenisi yang sederhana tentang Kota Bahagia, sesederhana yang saya pikirkan tentang jalan kebahagiaan.

Urbanisasi dan Masyarakat Kota

Urbanisasi muncul karena ada kebutuhan, begitupun dengan kota sebagai sebuah peradaban. Kota lahir karena kebutuhan, bukan secara alamiah, melainkan dibentuk dengan sengaja oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Neuroplanologi - Jalan Menuju Kota Bahagia / Happy City

Mungkin sudah saatnya sebuah pendekatan baru lahir, dengan memadukan disiplin Planologi dan Neurosains untuk mewujudkan sebuah kota yang bahagia. Dengan kajian yang lebih fokus membahas sebuah perencanaan yang lebih memberikan pengaruh terhadap saraf otak dan membuat manusia lebih bahagia. Semoga tak terlalu dini, saya ingin menyebutnya sebagai NEURO PLANOLOGI.

Silverqueen - Berhenti Menangis

Selalu ada kisah haru pada malam-malam disaat musim hujan yang pernah kita lalui bersama. Kau disana, dan aku disini, hanya kita berdua. Belum cukup setahun kita kenalan, tapi rasanya sudah bertahun-tahun kita berteman. Sangat akrab, dan kau selalu saja buatku rindu.

Pak Udin, Penjaga Tradisi Suku Bajo Mola di Wakatobi

Pak Udin merupakan seorang Suku Bajo yang berasal dari Mola, pemukiman suku bajo terbesar didunia yang berada di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Layaknya suku bajo yang selalu dikatakan dalam berbagai literatur, pak udin sangat menggantungkan hidupnya pada laut.

Sabtu, 28 September 2019

PEMBERONTAK - Takdir Anak Baru (Bagian 3)

"Sakit?". "Tidak Senior!". "Marah ko?". "Tidak Senior!"

Entah sudah berapa kali sandal eiger mendarat keras dikedua pipiku. Telinga yang sudah dari tadi terus siaga mencari-cari suara teman, hampir tak dapat mendengar bunyi lain selain bunyi ngiiii. Berdengung. Hantaman sandal eiger keras mendarat lagi dibagian kanan pipi sampai telinga, "taik! siapa yang memukul", kumaki mereka dalam hati. Dari balik gelapnya malam dan semak belukar yang tumbuh liar dikedua sisi jalan, hanya bayangan hitam yang terlihat samar tapi terus memukul. Bagaimana mungkin bisa melihat, sedang mengangkat kepala saja dianggap tabu.

"Tunduukk ko!, Tidak boleh anak baru mengangkat kepala!".

Perasaanku baru 3 pos didatangi, tapi rasanya seperti sudah dipukuli 10 orang lebih. Pos pertama, kejutan pertama  yang kami dapatkan dari seorang wanita, tamparan keras disalah satu pipi yang dipilih sesuka hatinya. Salah kami hanya satu, karena kami anak baru. Pos kedua, hantaman keras dikepala dengan penggaris logam, dan sakitnya masih belum hilang. Salah kami karena tak bisa merayap melewati penggaris yang ditempatkan berjarak 10 cm dari permukaan aspal. Belum lagi pos bayangan diantara pos, yang jumlahnya tak diketahui. Mereka lebih kreatif, dengan permainan membakar bulu hidung tiap anak lelaki yang lewat. Beruntung saya tak bernasib sial seperti teman disampingku tadi, disuru buka mulut kemudian diludahi seorang senior.

Masih banyak pos lain didepan sana, artinya masih ada puluhan orang kreatif yang dapat menciptakan beragam tindakan kekerasan jenis baru. Apakah setelah ini saya telah menjadi mahasiswa?. Setelah melewati penjara ini apakah saya telah menjadi mahasiswa?. Apa artinya semua ini?, apa gunanya materi keilmuan, organisasi dan kemanusiaan yang kemarin disampaikan kalau mereka sendiri melakukan kekerasan atas nama Mahasiswa?.

***
Didepan kami berdiri seorang pemateri, dia membawakan materi ke organisasian. Gaya bicaranya sangat berwibawah,  mencerminkan sosok seorang aktivis kampus yang telah malang melintang didunia ke organisasian. Orang-orang seperti dia yang kulihat selalu berdemonstrasi di tv saat SMA dulu, dengan mikrofon ditangannya mereka berorasi sambil membakar ban dan menutup jalan. Dia menyebutkan satu demi satu nama organisasi yang dapat kami masuki nanti, mulai dari organisasi fakultas, jurusan, dan organisasi lebih besar yang punya cabang disemua fakultas diseluruh kampus.

Kalian butuh organisasi, untuk membentuk karakter sebagai mahasiswa, karena mengikuti kuliah saja masih belum cukup untuk membentuk kepribadian dan kepemimpinan kalian. Mahasiswa adalah agen of change, yang punya tanggung jawab moril sangat besar pada bangsa dan juga negara. Tugas kita sangat berat, karenanya kita harus memasuki organisasi untuk dapat menjalankan peran mahasiswa sebagai agen perubahan. Suara dan intonasinya sangat enak didengar, sepertinya semua temanku kagum padanya tak terkecuali saya, dia pasti seorang yang hebat dan sudah sering memimpin demo dikampus ini.

Materi telah selesai, masih tak ada juga dari kami yang mengajukan pertanyaan. Saya sendiri juga bingung apa yang hendak ditanyakan, kalaupun ada, saya pun tak berani. Tak banyak yang saya paham dari ucapannya, terlalu banyak istilah yang buatku bingung karena tak tau artinya. Kuliat kembali catatanku, sepulang dirumah nanti, semua kata asing yang dikatakannya tadi harus kucari artinya dikamus, kemudian kuhafal. Tentu akan sangat keren ketika mampu kugunakan saat berbincang atau berdebat dengan teman-teman.

Hari makin sore, waktu telah menunjukan pukul 17.05. Materi Pengenalan Organisasi Jurusan kemudian Metode persidangan juga telah usai, dan semua anak baru mulai menunjukan ekspresi kelelahan. Sebelum bubar, panitia kembali memberi arahan mengenai persiapan yang harus dibawa untuk besok, juga pakaian apa yang harus dipakai. Setiap anak baru pulang dengan membawa selembar kertas catatan, sepertinya malam ini cukup berat, dan tubuh ini pula terasa berat, butuh istrahat setidaknya biar sebentar.

Dalam angkot biru dengan garis hitam, entah berapa nomor trayeknya saya tak terlalu memperhatikan, ada jimy dan gani yang ternyata searah jalan pulang denganku. Kami bercakap seadanya, saling bertanya dimana tempat tinggal, jelas sekali terlihat kelelahan dari wajah kami semua dan para penumpang lain tau itu. "Kiri Pak", supir angkot menghentikan mobilnya. Sebelum pergi, saya menyerahkan selembar uang pecahan seribu dan satu koin pecahan lima ratus rupiah. Jimy dan Gani sudah turun duluan, katanya mereka tinggal didaerah batua raya, entahlah, saya belum cukup tau dan hafal jalan-jalan dan tempat-tempat di Kota ini.

Saya berhenti didepan lorong kecil, tak jauh disebelah kiri ada penjual gorengan, seorang perempuan paruh baya dari jawa, yang punya anak gadis berwajah menawan. Didepan bagian kiri ada sebuah pohon jati besar, itu pohon jati satu-satunya yang pernah kulihat di Kota ini, pohon jati yang sama dengan yang ada dihutan jompi dikampungku. Saya ingin pulang cepat untuk istrahat, tapi gerobak tahu isi sepertinya menarikku, hanya untuk sekedar melihat si gadis yang begitu menawan. Ah, betul juga, saya harus membeli tahu isi dan tempe goreng tuk makan malam.

Lorong kecil permukaannya setapak, dua kali belok kanan dan dua kali belok kiri, sampailah didepan rumah nenek haji yang kamar depannya kami kontrak. Lelahnya mulai terasa setelah tubuhku rebah diatas kasur, mataku sangat berat, rasanya ingin tidur saja supaya besok bisa bangun cepat. Diatas lantai keramik disamping dispenser, tahu isi dan tempe goreng hangat masih belum berani keluar dari kantung kresek berwarna bening. Dalam posisi terlentang, sayup-sayup kudengar suara seorang wanita bertanya, ternyata kakak perempuanku yang datang untuk menjenguk. Dia hanya ingin memastikan ada atau tidak pesan dari senior sebelum pulang dari kampus tadi. "Ada" jawabku, saya menarik selembar kertas yang sudah dari tadi tinggal cukup lama dikantung belakang celana jeansku, dan kuberikan padanya.

"Ini e. Bantu dulu carikan, cape sekali kurasa". Makan saja belum, apalagi mandi, saya hanya ingin tidur nyenyak diatas kasur kecil ini. Untung saja ada kakakku, meski perempuan dia sangat hafal jalanan di Kota ini. Dia datang hanya untuk mengambil selembar kertas itu, kemudian akan pergi entah kemana. "Kasi bangun saja kalau datang sebentar nah", kataku padanya.

Kembali kubayangkan tiap kejadian hari ini, dengan mata terpejam dapat kusaksikan dengan jelas tiap urutan kejadian, sepertinya masih berlangsung dialam lain dalam memoriku. Kuliat diriku sedang duduk dalam ruangan, menerima kuliah dari dosen sebagai seorang mahasiswa semester awal. Teman-teman keliatan sudah tak canggung lagi, beberapa dari mereka sering bertanya dan dosen selalu memberikan jawaban yang memuaskan. Saya hanya menyimak sambil banyak mencatat, sepertinya saya cukup menikmati tiap sesi tanya jawab dalam ruangan kuliah. Akhirnya semua dapat berjalan normal, tiada hal buruk yang terjadi selama masa orientasi, semua kelihatan sangat akrab, antara sesama anak baru dan para senior sangat dekat tak ada sekat. Kampus juga sangat ramai, banyak mahasiswa ditiap sudut, di loby, di pelataran, di bawah pohon, semuanya tersenyum, sangat ramah.

"Breek, Breek".

Samar-samar kudengar ada yang memanggil, tapi dari mana saya tak tau. Panggilan itu jelas tertuju padaku, tapi siapa yang memanggil saat sedang kuliah begini. 

"Brek", ingin kujawab panggilannya tapi perasaanku tak enak pada dosen yang sedang menjelaskan didepan. 

"Brek bangun. Banguun oi".

Ah itu pasti kakakku, "masuk saja, pintu tidak dikunci". Kujawab panggilannya dengan suara seadanya yang terkesan malas, malas bicara, malas buka mata dan malas bergerak. Sepertinya mimpiku tadi cukup menyenangkan, tapi dia datang merusaknya dengan tiba-tiba, hm. Tapi tak apa, untungnya dengan cepat dia mengembalikanku pada dunia nyata, bukan dunia fantasi yang penuh realitas imajiner. Hampir saja saya tersesat dalam anggapan seolah semua ini telah berakhir dan masa orientasi telah berjalan normal. Sesaat kata-kata temanku La Galigo kembali terlintas, benar juga, biasanya apa yang terlihat dimimpi berbanding terbalik dengan kenyataan yang akan terjadi. Kata orang tua dikampung, kadang mimpi memberi peringatan dalam bentuk kejadian yang menyenangkan, supaya kita selalu waspada.

"Bangunmi, ini pesananmu e, coba liat dulu, siapa tau ada yang kurang", kata kakakku. Saya hanya membuka mata. Didepanku ada 2 kantung plastik hitam yang cukup besar dan satu kantung plastik bening agak kecil. "Itu nasi bungkus untuk makan malammu, kabari saja kalau ada yang diperlukan lagi nah. Semua yang ada didaftar sudah ada dalam sini", telunjuknya menunjuk kearah dua kantung plastik hitam disudut kamar.

"Saya pulang dulu". "Oke, Terimakasih banyak, nanti kuhubungi kalau adalagi", setelah menutup pintu dia pun pergi. Sampai tak kudengar lagi suara kendaraannya, saya masih belum ingin bangun.

Sabtu, 21 September 2019

Drs. Syarifuddin, MM - Biografi Singkat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri

Namanya Drs. Syarifuddin. MM, lahir di Lakologou Kec. Tongkuno Kab. Muna pada 13 Februari 1960. Saat ini menjabat Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negri. Ayahnya bernama Haji La Udu dan ibunya bernama Wa Rimpu, yang merupakan anak dari Bhonto Balano.

Pada tahun 1987 ia mempersunting perempuan asal Lohia bernama Dra. Murni, anak dari La Mursidi asal Mabuti dan Wa Rudu asli Lohia. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai 5 orang anak, 2 lelaki dan 3 perempuan, semuanya lahir di Muna.

Anak pertama Arifahtun Zohrah, sebagai Finance Control di salah satu konsultan manajemen konstruksi di Jakarta Pusat. Yang ke-2 Allamahtul Qariah, sebagai Staff di salah satu Perusahaan Belanda Suaminya Tom Kanters adalah rekan kantornya sebagai konsultan manajemen konstruksi. Anak ke-3 Aristo Amrullah, sebagai Owner Representatif (OR) di salah satu BUMN. Anak ke-4 Ahdiatus Safiah, Mahasiswi Kedokteran Gigi di salah satu Universitas di Semarang. Dan yang terakhir Ansari Ummarah, adalah Mahasiswa Kedokteran Umum di Salah satu Universitas di Semarang

Syarifuddin kecil menamatkan pendidikan dasarnya di SDN Labundoua tahun 1972. Kemudian melanjutkan sekolah di SMEP Negri Pure selama 3 tahun, dan lulus pada tahun 1975. Dari Pure dia menuju ke Kota Raha untuk meneruskan pendidikan di SMEA Negri Raha, dan menerima ijazah kelulusan tahun 1979. Keinginan mendapat pendidikan lebih tinggi mengarahkan kakinya ke perguruan tinggi di Jogjakarta.

Fakultas Pendidikan di IKIP Negri Jogjakarta menjadi pilihannya, dimana pada tahun 1984 ia meraih gelar Sarjana (S1). Gelar S2 dia peroleh dari STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) Budiluhur Jakarta tahun 2000. Dan mendapatkan Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik yang merupakan Beasiswa Bergengsi saat itu.

Sebagaimana manusia biasa, ia kerap mendapat cobaan hidup yang berat dari tuhan pencipta semesta. Baru setahun pindah dari Raha ke Jakarta, dirinya melanjutkan kuliah Magister di STIE Budiluhur. Karena biaya hidup yang tinggi, sedangkan ia harus menanggung hidup keluarga dan pendidikannya, ia dengan restu sang istri menjual cincin kawinnya. Ini sebuah pengalaman hidup yang tak pernah ia lupakan.

Awal bekerja di Kemendagri, sebagai staff biasa dia bertugas mengantar dan mencatat surat masuk juga keluar. Tak ada teman sekantor yang tau kalau dia mantan camat. Padahal untuk seorang mantan Camat, menjadi pengantar surat adalah penurunan. Dia tak melihatnya demikian. Semuanya ia kerjakan dengan penuh tanggung jawab. Sampai akhirnya ketekunan serta kesabarannya berbuah manis, dan mengantarkannya mencapai posisi yang dimimpikan semua ASN/PNS di daerah.

Dia seorang Aparatur Sipil Negara, yang memulai karir dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Muna pada tahun 1986. Sebelumnya mengabdi sebagai tenaga honorer di dinas tersebut. Karir kepemimpinannya dimulai ketika ia ditunjuk menjadi Kasubag TU pada Dinas Pendidikan Kab. Muna, kemudian sebagai Camat Wakorumba tahun 1990-1995.

Saat ini sosok Syarifuddin sangat lekat dengan keuangan, karena posisinya sebagai salah satu Ahli Keuangan yang dipercaya di era 5 Presiden berbeda. Dan selalu dipercaya menduduki jabatan strategis yang berkaitan dengan keuangan.

Dimulai dari Kabag Pembukuan Biro Keuangan Sekjen tahun 2000-2004. Kepala Sub Direktorat Pelaksanaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah Wilayah IV Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah tahun 2004-2006, dan Kasubdit Anggaran Daerah Ditjen Keuangan Daerah pada tahun 2006-2011.

Setelah 7 tahun menjadi Kasubdit, pada tahun 2011 ia ditunjuk menjadi Direktur Pelaksana dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah. Kemudian tahun 2017 namanya masuk dalam penjaringan calon Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri.

Prosesi itu berlangsung sangat terbuka, tapi dia sendiri kerap tak menyadari sedang dalam pengawasan tim khusus Presiden. Setelah melalui seleksi sangat ketat, dengan persetujuan Presiden RI Ir. Joko Widodo, Pak Syarif dipilih menjadi Dirjen Bina Keuangan Daerah pada tahun 2017, dan masih menjabat sampai saat ini.

Ditjen yang dipimpinnya sangatlah strategis, karena berhubungan dengan pengelolaan keuangan 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Dan Syarifuddin mampu menjalankan tugasnya dengan sangat baik.

Dalam politik, karir puncak yang dapat dicapai politisi yaitu menjadi Presiden atau Kepala Negara. Sedangkan Dalam Militer, yakni menjadi Jenderal Bintang 4. Bagi seorang ASN, mencapai eselon 1.a dengan posisi Direktur Jenderal di sebuah Kementrian, merupakan tingkatan paling tinggi dalam karir. Tak adalagi jabatan diatasnya. Pak Syarif telah sampai pada puncak karir sebagai ASN dan diakui sebagai salah satu Ahli Keuangan terbaik Pemerintah Pusat.

Sebagai salah satu Ahli Keuangan terbaik di Kemendagri, tahun 2018 dia ditugaskan memimpin Provinsi Jawa Tengah sebagai Pj Gubernur. Itu melalui SK Presiden,  dan dibawah pengawasan langsung Presiden RI. Riwayat kepemimpinannya semakin panjang, ketika di tahun 2018 sampai saat ini, dia diberikan amanah oleh masyarakat Sultra diperantauan, untuk menjadi Ketua Umum DPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara se Indonesia.

Perjalanan hidup seorang Syarifuddin, sangat pantas dijadikan teladan. Banyak pelajaran hidup yang dapat diperoleh darinya. Diantaranya keberanian mengambil langkah besar dalam hidup, juga ketekunan serta tanggung jawab dalam menjalankan tugas yang diterima.

Sikap sederhana dan tetap rendah hati, adalah 2 hal penting yang juga harus dicontoh darinya. Setelah menjadi seorang Dirjen, yang memiliki pengaruh besar dalam persetujuan jumlah DAK (Dana Alokasi Khusus) dan DAU (Dana Alokasi Umum) Kabupaten/Kota se Indonesia, dirinya tetap sederhana dan rendah hati. Tidak seperti pejabat daerah kebanyakan, yang meninggikan diri karena punya jabatan ditangannya.

Ditengah kesibukannya sebagai Dirjen, Dosen di IPDN dan jabatan strategis lainnya yaitu Komisaris TransJakarta, dia masih memiliki satu harapan besar. Yaitu ingin membangun Muna supaya menjadi lebih baik. Supaya bisa maju dan berkembang mendekati Kota Kendari juga Kota Baubau. Niat itu yang menggerakan hatinya untuk maju dalam pemilihan Bupati Muna pada tahun 2020 ini.

Dengan posisi dan jabatannya saat ini, menjadi Bupati sebetulnya merupakan langkah mundur dalam karirnya. Padahal hanya tinggal selangkah lagi dia dapat menjadi Wakil Mentri. Kalau hanya mengharapkan uang, ia telah memiliki lebih dari cukup, pun jabatan, ia telah menduduki jabatan yang bahkan lebih tinggi dari Bupati dan setara Gubernur.

Tapi karena panggilan hati, ingin membangun kampung halamannya supaya maju seperti daerah-daerah lain, maka ia rela mundur satu langkah demi Muna. Demi masyarakat Muna yang seharusnya bisa lebih sejahtera.
.

Sabtu, 14 September 2019

PEMBERONTAK - Takdir Anak Baru (Bagian 2)

"Beruntung kita hari ini, semoga besok masih sama, hanya olahraga pagi", bisik Lagaligo padaku. 
"Ya, bukannya semua dalam pengawasan dosen?"
"Semoga saja, tapi saya masih ragu dengan semua senior itu"
"Kelihatannya mereka cukup baik"
"Dilapangan siapa yang tau"
"Mereka orang-orang terpelajar, menindas dengan kekerasan jelas mempermalukan diri sendiri"
"Itu kalau mereka semua mengerti"
"Bukannya mereka Mahasiswa?"
"Ya, kadangkala teori berbeda dengan prakteknya, jangan mudah percaya, itu saranku"
"Iya, terimakasih kawan"

Ruang auditorium terletak dilantai 2, setelah memasuki lobi harus menaiki tangga dibagian kiri, disana ada lorong kecil yang menghubungkan dengan gedung utama perkuliahan. Satu persatu para anak baru mengisi daftar hadir, kemudian diberikan sekantung perlengkapan yang didalamnya ada buku, pin, syal juga stiker dan baju kaos hitam khusus untuk para anak baru. Kata panitia, besok dan seterusnya anak baru sudah harus memakai baju kaos yang disiapkan, tidak lagi memakai putih hitam. 

Pak ketua jurusan datang, acara pun dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia raya kemudian lagu himne jurusan. Setelah itu secara berurutan ketua jurusan dan para dosen yang hadir memberikan kata sambutan, dan diakhiri sambutan dari ketua himpunan mahasiswa jurusan juga ketua panitia. Ada jedah waktu sebelum masuk materi pertama yang akan dibawakan oleh dosen, jedah ini kembali digunakan panitia untuk memberikan arahan, agar supaya banyak yang bertanya setelah dosen memberikan materi singkat. Namun sampai dosen selesai, tak juga ada yang berani bertanya, "itu artinya kalian belum mampu menjadi Mahasiswa", kata seorang panitia.

Dari balik jendela kaca ruang auditorium, nampak matahari hampir berada tepat diatas kepala, pertanda waktu hampir menunjukan pukul 12.00 siang, mungkin sebentar lagi akan tiba waktu istrahat dan makan siang. Sampai saat ini dua dosen telah memberikan materi, rasanya seperti sudah mulai kuliah, dan belum ada satupun anak baru yang berani mengajukan pertanyaan. Diluar ruangan, kampus mulai ramai, para senior berkumpul dilorong-lorong, sesekali beberapa dari mereka datang melihat-lihat, dari jendela kaca juga pintu 2 daun yang terletak didepan dan bagian belakang ruang auditorium.

Hampir tak banyak warna yang tersaji dari pemandangan diluar sana, sepertinya warna hitam menguasai seluruh area, semoga ini bukan pertanda mendung kemudian muncul petir yang diiringi hujan. Dalam percakapan singkat, seorang teman sesama anak baru sedikit memberitau, katanya saat sekarang ini banyak senior yang masuk kampus, padahal sebelumnya mereka biasanya ada kegiatan diluar dan enggan kekampus. Sepertinya acara orientasi mulai digunakan para senior untuk melihat-lihat para anak baru, yang perempuan akan mendapat perhatian khusus dari senior lelaki. Seperti yang terjadi pada beberapa teman perempuan kami anak baru, namanya mulai diingat dan sering dipanggil beberapa senior yang sedang melintas.

Begitulah perempuan, makhluk tuhan yang satu ini memang sudah kodratnya menarik lawan jenis, karenanya para lelaki akan dengan mudah menunjukan ketertarikannya, supaya mendapat kesempatan mengantar pulang. Berbeda dengan para anak baru lelaki, meskipun berwajah tampan atau manis layaknya anggur, mustahil bagi senior perempuan menunjukan ketertarikannya didepan banyak orang. Kadangkala hal seperti itu ikut menentukan nasib laki-laki dan perempuan akan mendapat perlakuan baik atau tidak dari para senior. Beruntung bagi mereka (perempuan), hanya dengan sedikit senyum dan memberi jawaban pengharapan, maka nasibnya akan aman, setidaknya itu menjadi jaminan sampai acara orientasi berakhir.

Waktu istrahat tiba, saatnya meregangkan sendi-sendi yang sempat kaku untuk beberapa saat. Para panitia bergerak cepat, menyediakan nasi bungkus untuk makan siang peserta orientasi. Setelah makan siang, panitia membolehkan para anak baru yang beragama islam untuk menjalankan ibadahnya dimasjid kampus. Kesempatan itu dimanfaatkan para anak baru untuk sedikit menjauh dari senior, juga untuk membasuh muka supaya lebih segar saat menerima materi selanjutnya yang akan dibawakan para dewan senior.

Rombongan anak baru pergi menuju masjid, tanpa koordinator, dalam barisan yang tak teratur. Mulai nampak kelompok-kelompok kecil diantara mereka. Masa orientasi menjadi pemicu munculnya komunikasi yang mulai terjalin akrab dan rasa saling mengerti maksud satu sama lain. Sebagian mulai berani menunjukan sikap berbaur, dengan memberikan respon tertawa lepas pada cerita temannya, sebagian cuma tertawa kecil pertanda masih malu-malu. Cuma beberapa lainnya masih jaim, dengan sikap diam berusaha menunjukan arogansi dan wibawahnya.

Entah apa yang  diceritakan, mereka hanya sedang menikmati perjalanan, melewati setapak belakang kampus menuju masjid yang letaknya disudut sana. Orientasi telah mendekatkan, karena memiliki rasa takut yang sama tentang apa saja yang akan dilakukan senior. Setelah rasa tegang yang mengganggu sejak malam sampai saat selesai makan siang tadi, kini mereka lebih santai, lebih bisa menerima dan membuka diri dalam pergaulan bersama temannya. Tak mudah membuat ikatan pertemanan dengan orang asing, yang beda bahasa, beda asal apalagi beda agama, masa orientasi telah menghapus sekat itu.

Tak semua datang ke masjid beraga islam dan ingin beribadah, ada yang cuma ikut-ikutan hanya karena ingin mendapat waktu istrahat lebih. Diteras masjid mereka membuat lingkaran dengan duduk bersila. "Saya Bara asal sulawesi tenggara, senang bisa ketemu kalian dari seluruh Indonesia. Dahulu saya punya teman SD pindahan dari Ambon namanya Iskandar, juga Yanti seorang siswi pindahan dari SMP Manokwari".

"Pantas, dari logatmu saya dengar sepertinya tak asing, saya Ode juga dari sulawesi tenggara, di Muna", sambungnya dengan cepat. "Berarti kalian sekampung, perkenalkan saya Khair dari maluku utara". "Ternate ya?" tanyaku. "Bukan, tapi sebuah pulau dibagian selatan yang kamu pasti tidak tau". Dan kami semua tertawa.

Sebuah upacara layaknya sukuran mulai berlangsung, dalam perkenalan ini mereka dapat saling mengenal nama, asal dan wajah masing-masing. Wajah-wajah kampung yang lugu, masih kusam karena belum tersentuh bedak-bedak kota, dalam beberapa tahun setelah ini akan banyak yang berubah karena menyesuaikan dengan kehidupan kota. Beberapa lainnya telah selesai shalat dan langsung bergabung dalam lingkaran.

"Saya Kais, dari Papua". "Betul kau orang papua kah?". "Iya, saya kelahiran Papua". "Aku baru liat orang papua putih dan rambutnya lurus kayak kamu, saya Ardi dari Kalimantan". "Saya Bojes dari Sulawesi Tengah". "Saya Gani, dari Pulau Buru, Ambon". 

"Pulau Buru ya, sepertinya pulau itu salah satu tempat yang diilhami di negri ini, banyak tokoh besar Indonesia yang pemikirannya bermekaran dari tempat itu. Pramoedya Ananta Toer, kau kenal nama itu gani?, sastrawan Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara yang terkenal dengan maha karyanya tetralogi pulau buru. Semoga kau bukan si Minke yang datang kuliah ke Makassar dan mendapatkan gadis cantik seperti Annelies kemudian dijadikan istri". 

"Ah, Lagaligo, paling suka kau bercanda. Saya pernah dengar nama Pramoedya dari para orang tua, beliau sepertinya mantan tahanan politik yang dibuang ke Pulau Buru, kalau saya tak salah ingat. Tapi Minke, siapa lagi orang itu?". "Haha, sudahlah tak usah dipikirkan, saya Lagaligo dari Luwu". "Salam kenal, saya Upi dari Padang".

"Fara dari Sorong". "Alam dari Majene Sulawesi Barat". "Amel dari Manado". "Fidel dari Ternate". "Faldo dari Merauke". "Huma dari Tobelo". "Mujiono dari Jawa". "Jimy dari Nusa Tenggara". Satu persatu dari mereka memperkenalkan diri dan persahabatan menjadi kian erat, meruntuhkan segala sekat yang sempat tumbuh beberapa hari lalu. "Hei kalian para anak baru, segera kembali, pemateri sudah datang, kalian tak boleh terlambat", kata seorang panitia mengingatkan.

Selasa, 10 September 2019

PEMBERONTAK - Takdir Anak Baru (Bagian 1)

Dibawa purnama, ditengah malam buta ditepi pantai tempat wisata, berlangsung sebuah parade mirip tentara jepang sedang melakukan penindasan terhadap para romusa. Ini sudah menjadi adat kebiasaan yang telah dilakukan turun temurun sejak dulu, sejak jurusan kita berdiri, kata salah satu dari mereka beberapa saat yang lalu. "Jadi, hanya karena kebiasaan yang telah dilakukan terus menerus, penindasan ini terasa legal dan akan menjadi takdir para anak baru, begitu?", protes si anak baru dalam hati. Romusa adalah pekerja paksa, kebebasannya telah direnggut tentara jepang sejak pertama kali mereka bekerja, sampai kapan? entahlah, tiada yang tau kapan mereka selesai dan kemudian berhenti bekerja demi kepentingan jepang.

"Berteriak ko!, bilang tabe senior!".
"Tabe senior".

Malam semakin larut, sebentar lagi sang waktu akan mengubah warna langit menjadi kuning kemudian terang, dari yang sebelumnya gelap gulita dan begitu dingin. Sementara teriakan dan tawa-tawa mereka belum ada tanda-tanda akan berhenti, semakin lama makin terasa sampai kedalam dada dan menusuk jauh sampai kedasar sisi emosional. Jelas saja, manusia mana yang akan diam tanpa rasa marah dalam dirinya, ketika diperlakukan bak seorang budak, anehnya itu dilakukan oleh orang-orang yang menganggap diri mereka intelektual, ironis sekali.

Namaku Bara, saya dan 42 orang lainnya adalah anak baru, malam ini malam terakhir kami ditempat ini dan kukira semua akan berjalan biasa juga menyenangkan, karena kami ada ditempat wisata. Beberapa waktu lalu mereka masih ramah, masih setia menemani kami meski harus ikut begadang karena presentase. Sekarang semuanya berubah, mungkin senyum mereka sore tadi semua palsu, kebaikan-kebaikan mereka dilapangan beberapa hari ini semua cuma akting, cukup masuk akal. Hanya dengan melihat perubahan malam ini, saya dan mungkin teman-teman lainnya akan berkata, "kalian telah menjebak kami, dengan kebaikan dan kata-kata manis perempuan-perempuan itu".

***
Di Kota ini tak ada ayam berkokok, hampir tak dapat kukenali tanda-tanda kapan pagi kan datang. Beruntunglah menjadi anak muda, badan masih bagus dengan tenaga dan stamina yang masih sangat kuat untuk begadang kemudian bangun cepat saat subuh. Itu salah satu adab kehidupan kota yang mau tak mau harus terus dibiasakan, karena jam tidur di kota beda dengan dikampung yang tiba-tiba menjadi sunyi senyap ketika waktu mulai melewati pukul 08.00 malam.

Hari ini mesti bangun cepat, para anak baru diharuskan berkumpul jam 05.30 pagi dan tak boleh terlambat barang satu detik pun. Tiada kata maaf bagi yang terlambat, karena hukuman tak mengenal alasan dalam jenis apapun, mau yang rasional, romantis, horor, apalagi dramatis, semua akan bernasib sama dihadapan mereka. Lantas bagaimana caranya supaya tidak terlambat, sedangkan waktu yang ditentukan bukan berdasarkan zona pembagian waktu yang lazim digunakan di Indonesia. 

Sejak pertama bersekolah sampai malam ini, belum pernah kuperas otak untuk memecahkan sebuah masalah, seperti ada tanda tanya besar yang harus terjawab sebelum mataku terpejam malam ini dan bangun besok subuh. Dan tanda tanya itu belum juga terjawab hingga mata terbuka dan ternyata waktu telah menunjukan pukul 04.07 subuh. Tumben bangun secepat ini, biasanya waktu bangunku jam 05.00 pagi dan lebih dikit, sepertinya otakku mulai terprogram secara otomatis menentukan waktu bangunku karena adanya alasan yang sangat kuat.

Jelas ini lebih dahsyat daripada ketakutan akan terlambat masuk kelas saat sekolah dulu, atau terlambat dan dikuncikan pintu pagar sekolah, atau bahkan ketakukan akan dimarahi guru karena terlambat. Ketakutan subuh ini jauh lebih kuat, sampai membangunkanku sebelum waktu rutin bangun tidurku. Kusambar handuk yang tergantung lemas dibelakang pintu, baunya masih dapat ditolerir hidung dan otak, artinya masih bisa dipakai seminggu lagi sebelum dicuci seadanya. Tak perlu waktu lama untuk mencuci badan, cukup 4 kali siram dan rasanya sudah seperti berendam dalam kolam renang disaat subuh, dingin.

Jalanan masih sunyi, hanya para pedagang sayur yang terlihat sesekali melintas, mereka memacu motornya  cukup cepat, mungkin dengan kecepatan 60-80 km/jam. Ini pemandangan rutin yang akan selalu kudapati saat berada di kota, dan ketika keluar rumah sebelum pukul 05.00 subuh untuk menunggu angkot tujuan kampus. Ada semacam Bau oli yang tak cukup kuat menusuk hidung, begini rupanya bau angkot yang baru keluar tuk mencari penumpang dipagi hari, ada musik disco dan sopir angkot asal Nusa Tenggara yang dengan cuek mengendalikan gas dan persenelan dari balik kemudi.

Dikejauhan susunan huruf kapital mulai terlihat, membentuk sebuah kata yang mencerminkan kebesaran dan keagungan sebuah kampus, tempat para siswa dibentuk sebelum layak menggunakan kata maha didepannya. Mahasiswa, kata itu begitu agung, sangat besar sampai mampu menggulingkan sebuah rezim yang telah berkuasa hingga 32 tahun lamanya, waktu yang cukup untuk membuat 1 generasi kehilangan ingatan kolektif tentang sejarah bangsanya. Mahasiswa sangat berbeda dengan siswa pada umumnya, yang terbiasa dengan sikap patuh dan mengikuti semua yang disampaikan guru, Mahasiswa tidak, dia mampu berpikir kritis dan berani menyuarakan pendapat atas ketidakadilan yang terjadi.

Kata maha didepannya merupakan cerminan suatu kebesaran, yang mengambil salah satu sifat maha dari tuhan untuk diturunkan ke bumi, begitu para senior mendoktrin setiap anak baru. Mahasiswa juga pembawa api perubahan, nyalanya akan terus berkobar disetiap zaman dan membakar semangat untuk bergerak melakukan perubahan, bergerak melakukan perlawanan atas ketidakadilan yang terjadi ditiap zaman. Sangat tidak gampang memegang tanggung jawab itu, setiap anak baru harus melewati tahap demi tahap proses pengkaderan yang berat dan keras untuk membentuk diri menjadi seorang Mahasiswa.

Angkot berhenti sebelum pintu gerbang kampus, ini hari pertama Pekan Orientasi Mahasiswa Baru, acara wajib untuk membekali dan membentuk siswa baru menjadi seorang mahasiswa. Putih hitam warna yang cukup akrab pagi ini, yang jadi simbol untuk mempersatukan para anak baru dan membedakan dengan para senior, mungkin ini salah satu bentuk diskriminasi tapi dalam dosis yang sedikit. 

"Jongkok ko!", "Masuk dengan jalan bebek!"

Teriakan demi teriakan menyambut dari dalam, olahraga pagi seakan menjadi seremoni pembuka acara, dan para anak baru menyambut dengan wajah senyum ceria, ini hal kecil, jalan bebek sepanjang 100 meter bukan sesuatu yang sulit. Satu persatu pasukan hitam putih berdatangan, menuju satu titik dihadapan tiang bendera dengan berjalan bebek. Diatas sana sang saka merah putih sepertinya sedang tidur, belum ada angin keras yang bangunkannya untuk kembali berkibar dengan bebas menantang angkasa. Semua pasukan putih telah berkumpul, genap berjumlah 43 kepala sedang berbaris rapi membentuk 9 barisan. Dihadapannya berdiri seorang senior yang menjabat sebagai koordinator lapangan atau Korlap yang bertugas memberikan arahan.

Setelah memberi salam, sang korlap melanjutkan,  "Waktu sudah menunjukan pukul 05.30 pagi, sebagaimana yang disepakati kemarin, selamat tak ada yang datang terlambat. Acara orientasi ini akan berlansung selama 4 hari, dimana 2 hari berlangsung dikampus dan 2 hari sisanya berlangsung di lapangan, tepatnya ditempat wisata". Segera disambut tepuk tangan semua anak baru. Sepertinya semua merasa senang dengan kebijakan para senior selaku panitia acara, dan merekapun para panitia merasa senang dengan antusias para anak baru.

Hari ini acara pembukaan, dan dibuka langsung oleh ketua jurusan, setelah itu para anak baru akan menerima beberapa materi pengantar yang berhubungan dengan mata kuliah pada jurusan dan tentang ke organisasian. Yang berkaitan dengan mata kuliah akan dibawakan langsung oleh dosen, sedangkan tentang organisasi dan ke ilmuan dibawakan oleh dewan senior. Sebelum memasuki ruangan, setiap anak baru diminta mengambil perlengkapan didekat pintu masuk, dan tidak lupa untuk mengisi daftar hadir. 

"Bubar!"