Selasa, 10 September 2019

PEMBERONTAK - Takdir Anak Baru (Bagian 1)

Dibawa purnama, ditengah malam buta ditepi pantai tempat wisata, berlangsung sebuah parade mirip tentara jepang sedang melakukan penindasan terhadap para romusa. Ini sudah menjadi adat kebiasaan yang telah dilakukan turun temurun sejak dulu, sejak jurusan kita berdiri, kata salah satu dari mereka beberapa saat yang lalu. "Jadi, hanya karena kebiasaan yang telah dilakukan terus menerus, penindasan ini terasa legal dan akan menjadi takdir para anak baru, begitu?", protes si anak baru dalam hati. Romusa adalah pekerja paksa, kebebasannya telah direnggut tentara jepang sejak pertama kali mereka bekerja, sampai kapan? entahlah, tiada yang tau kapan mereka selesai dan kemudian berhenti bekerja demi kepentingan jepang.

"Berteriak ko!, bilang tabe senior!".
"Tabe senior".

Malam semakin larut, sebentar lagi sang waktu akan mengubah warna langit menjadi kuning kemudian terang, dari yang sebelumnya gelap gulita dan begitu dingin. Sementara teriakan dan tawa-tawa mereka belum ada tanda-tanda akan berhenti, semakin lama makin terasa sampai kedalam dada dan menusuk jauh sampai kedasar sisi emosional. Jelas saja, manusia mana yang akan diam tanpa rasa marah dalam dirinya, ketika diperlakukan bak seorang budak, anehnya itu dilakukan oleh orang-orang yang menganggap diri mereka intelektual, ironis sekali.

Namaku Bara, saya dan 42 orang lainnya adalah anak baru, malam ini malam terakhir kami ditempat ini dan kukira semua akan berjalan biasa juga menyenangkan, karena kami ada ditempat wisata. Beberapa waktu lalu mereka masih ramah, masih setia menemani kami meski harus ikut begadang karena presentase. Sekarang semuanya berubah, mungkin senyum mereka sore tadi semua palsu, kebaikan-kebaikan mereka dilapangan beberapa hari ini semua cuma akting, cukup masuk akal. Hanya dengan melihat perubahan malam ini, saya dan mungkin teman-teman lainnya akan berkata, "kalian telah menjebak kami, dengan kebaikan dan kata-kata manis perempuan-perempuan itu".

***
Di Kota ini tak ada ayam berkokok, hampir tak dapat kukenali tanda-tanda kapan pagi kan datang. Beruntunglah menjadi anak muda, badan masih bagus dengan tenaga dan stamina yang masih sangat kuat untuk begadang kemudian bangun cepat saat subuh. Itu salah satu adab kehidupan kota yang mau tak mau harus terus dibiasakan, karena jam tidur di kota beda dengan dikampung yang tiba-tiba menjadi sunyi senyap ketika waktu mulai melewati pukul 08.00 malam.

Hari ini mesti bangun cepat, para anak baru diharuskan berkumpul jam 05.30 pagi dan tak boleh terlambat barang satu detik pun. Tiada kata maaf bagi yang terlambat, karena hukuman tak mengenal alasan dalam jenis apapun, mau yang rasional, romantis, horor, apalagi dramatis, semua akan bernasib sama dihadapan mereka. Lantas bagaimana caranya supaya tidak terlambat, sedangkan waktu yang ditentukan bukan berdasarkan zona pembagian waktu yang lazim digunakan di Indonesia. 

Sejak pertama bersekolah sampai malam ini, belum pernah kuperas otak untuk memecahkan sebuah masalah, seperti ada tanda tanya besar yang harus terjawab sebelum mataku terpejam malam ini dan bangun besok subuh. Dan tanda tanya itu belum juga terjawab hingga mata terbuka dan ternyata waktu telah menunjukan pukul 04.07 subuh. Tumben bangun secepat ini, biasanya waktu bangunku jam 05.00 pagi dan lebih dikit, sepertinya otakku mulai terprogram secara otomatis menentukan waktu bangunku karena adanya alasan yang sangat kuat.

Jelas ini lebih dahsyat daripada ketakutan akan terlambat masuk kelas saat sekolah dulu, atau terlambat dan dikuncikan pintu pagar sekolah, atau bahkan ketakukan akan dimarahi guru karena terlambat. Ketakutan subuh ini jauh lebih kuat, sampai membangunkanku sebelum waktu rutin bangun tidurku. Kusambar handuk yang tergantung lemas dibelakang pintu, baunya masih dapat ditolerir hidung dan otak, artinya masih bisa dipakai seminggu lagi sebelum dicuci seadanya. Tak perlu waktu lama untuk mencuci badan, cukup 4 kali siram dan rasanya sudah seperti berendam dalam kolam renang disaat subuh, dingin.

Jalanan masih sunyi, hanya para pedagang sayur yang terlihat sesekali melintas, mereka memacu motornya  cukup cepat, mungkin dengan kecepatan 60-80 km/jam. Ini pemandangan rutin yang akan selalu kudapati saat berada di kota, dan ketika keluar rumah sebelum pukul 05.00 subuh untuk menunggu angkot tujuan kampus. Ada semacam Bau oli yang tak cukup kuat menusuk hidung, begini rupanya bau angkot yang baru keluar tuk mencari penumpang dipagi hari, ada musik disco dan sopir angkot asal Nusa Tenggara yang dengan cuek mengendalikan gas dan persenelan dari balik kemudi.

Dikejauhan susunan huruf kapital mulai terlihat, membentuk sebuah kata yang mencerminkan kebesaran dan keagungan sebuah kampus, tempat para siswa dibentuk sebelum layak menggunakan kata maha didepannya. Mahasiswa, kata itu begitu agung, sangat besar sampai mampu menggulingkan sebuah rezim yang telah berkuasa hingga 32 tahun lamanya, waktu yang cukup untuk membuat 1 generasi kehilangan ingatan kolektif tentang sejarah bangsanya. Mahasiswa sangat berbeda dengan siswa pada umumnya, yang terbiasa dengan sikap patuh dan mengikuti semua yang disampaikan guru, Mahasiswa tidak, dia mampu berpikir kritis dan berani menyuarakan pendapat atas ketidakadilan yang terjadi.

Kata maha didepannya merupakan cerminan suatu kebesaran, yang mengambil salah satu sifat maha dari tuhan untuk diturunkan ke bumi, begitu para senior mendoktrin setiap anak baru. Mahasiswa juga pembawa api perubahan, nyalanya akan terus berkobar disetiap zaman dan membakar semangat untuk bergerak melakukan perubahan, bergerak melakukan perlawanan atas ketidakadilan yang terjadi ditiap zaman. Sangat tidak gampang memegang tanggung jawab itu, setiap anak baru harus melewati tahap demi tahap proses pengkaderan yang berat dan keras untuk membentuk diri menjadi seorang Mahasiswa.

Angkot berhenti sebelum pintu gerbang kampus, ini hari pertama Pekan Orientasi Mahasiswa Baru, acara wajib untuk membekali dan membentuk siswa baru menjadi seorang mahasiswa. Putih hitam warna yang cukup akrab pagi ini, yang jadi simbol untuk mempersatukan para anak baru dan membedakan dengan para senior, mungkin ini salah satu bentuk diskriminasi tapi dalam dosis yang sedikit. 

"Jongkok ko!", "Masuk dengan jalan bebek!"

Teriakan demi teriakan menyambut dari dalam, olahraga pagi seakan menjadi seremoni pembuka acara, dan para anak baru menyambut dengan wajah senyum ceria, ini hal kecil, jalan bebek sepanjang 100 meter bukan sesuatu yang sulit. Satu persatu pasukan hitam putih berdatangan, menuju satu titik dihadapan tiang bendera dengan berjalan bebek. Diatas sana sang saka merah putih sepertinya sedang tidur, belum ada angin keras yang bangunkannya untuk kembali berkibar dengan bebas menantang angkasa. Semua pasukan putih telah berkumpul, genap berjumlah 43 kepala sedang berbaris rapi membentuk 9 barisan. Dihadapannya berdiri seorang senior yang menjabat sebagai koordinator lapangan atau Korlap yang bertugas memberikan arahan.

Setelah memberi salam, sang korlap melanjutkan,  "Waktu sudah menunjukan pukul 05.30 pagi, sebagaimana yang disepakati kemarin, selamat tak ada yang datang terlambat. Acara orientasi ini akan berlansung selama 4 hari, dimana 2 hari berlangsung dikampus dan 2 hari sisanya berlangsung di lapangan, tepatnya ditempat wisata". Segera disambut tepuk tangan semua anak baru. Sepertinya semua merasa senang dengan kebijakan para senior selaku panitia acara, dan merekapun para panitia merasa senang dengan antusias para anak baru.

Hari ini acara pembukaan, dan dibuka langsung oleh ketua jurusan, setelah itu para anak baru akan menerima beberapa materi pengantar yang berhubungan dengan mata kuliah pada jurusan dan tentang ke organisasian. Yang berkaitan dengan mata kuliah akan dibawakan langsung oleh dosen, sedangkan tentang organisasi dan ke ilmuan dibawakan oleh dewan senior. Sebelum memasuki ruangan, setiap anak baru diminta mengambil perlengkapan didekat pintu masuk, dan tidak lupa untuk mengisi daftar hadir. 

"Bubar!"

0 comments: