Neuroplanologi - Bahagia Untuk Menjadi Kuat

Kota Bahagia adalah Kota yang mampu memberikan kebahagiaan bagi warganya. Saya ingin memulainya dari defenisi yang sederhana tentang Kota Bahagia, sesederhana yang saya pikirkan tentang jalan kebahagiaan.

Urbanisasi dan Masyarakat Kota

Urbanisasi muncul karena ada kebutuhan, begitupun dengan kota sebagai sebuah peradaban. Kota lahir karena kebutuhan, bukan secara alamiah, melainkan dibentuk dengan sengaja oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Neuroplanologi - Jalan Menuju Kota Bahagia / Happy City

Mungkin sudah saatnya sebuah pendekatan baru lahir, dengan memadukan disiplin Planologi dan Neurosains untuk mewujudkan sebuah kota yang bahagia. Dengan kajian yang lebih fokus membahas sebuah perencanaan yang lebih memberikan pengaruh terhadap saraf otak dan membuat manusia lebih bahagia. Semoga tak terlalu dini, saya ingin menyebutnya sebagai NEURO PLANOLOGI.

Silverqueen - Berhenti Menangis

Selalu ada kisah haru pada malam-malam disaat musim hujan yang pernah kita lalui bersama. Kau disana, dan aku disini, hanya kita berdua. Belum cukup setahun kita kenalan, tapi rasanya sudah bertahun-tahun kita berteman. Sangat akrab, dan kau selalu saja buatku rindu.

Pak Udin, Penjaga Tradisi Suku Bajo Mola di Wakatobi

Pak Udin merupakan seorang Suku Bajo yang berasal dari Mola, pemukiman suku bajo terbesar didunia yang berada di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Layaknya suku bajo yang selalu dikatakan dalam berbagai literatur, pak udin sangat menggantungkan hidupnya pada laut.

Senin, 18 Mei 2020

Desa, Pariwisata dan Masyarakat

https://merahputih.com/
Beberapa tahun terakhir Desa di Indonesia menjadi perhatian dunia Internasional, adalah Dana Desa penyebab utamanya. Besarnya Dana Desa yang dialokasikan Pemerintah Pusat, membuat geliat pembangunan di Desa makin tinggi. Apalagi dengan kebijakan baru yang mulai diberlakukan awal tahun 2020 ini, dimana Dana Desa ditransfer langsung ke rekening setiap Desa di Indonesia.

Dana besar itu tentu akan sebanding dengan resiko yang ditanggung para Kepala Desa apabila terbukti ada penyelewengan atau korupsi. Perubahan mekanisme penyaluran Dana Desa  dibarengi dengan perubahan atas aturan pengawasan yang lebih ketat. Tujuannya untuk lebih membatasi ruang gerak yang memungkinkan adanya anggaran yang disalah gunakan oleh pengguna anggaran, dalam hal ini Pemerintah Desa.

Perubahan itu sedikit banyaknya akan memunculkan ketakutan dalam menyusun rencana penggunaan anggaran. Yang kemudian menyebabkan serapan anggaran menjadi rendah dan dana akan mengendap tak terpakai. Tapi uang akan selalu menemukan jalannya supaya bisa keluar dan terpakai, apa dan bagaimanapun caranya.

Akibatnya bermunculan program-program pembangunan yang tidak sejalan dengan tujuan utama Dana Desa diberikan. Yaitu membangun Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Desa menjadi mandiri karena memiliki penghasilan sendiri. Selain kata membangun, disana juga ada kata kesejahteraan masyarakat. Artinya pembangunan yang dilakukan seharusnya dapat memberi efek ekonomi secara langsung kepada masyarakat.

Salah satunya membangun sektor Pariwisata dan merubah wajah desa menjadi Desa Wisata. Perlu diingat bahwa membangun Pariwisata bukan hanya membangun fisiknya saja, tapi disana ada pembangunan non fisik yang lebih berorientasi pada masyarakat. Mungkin ini akan membutuhkan proses panjang, tapi yang jelas bukanlah hal mustahil untuk dilakukan. Karena banyak Desa lain di Indonesia yang telah berhasil melakukannya. 

Sepertinya mulai dari sekarang kita harus mengajukan dua pertanyaan mendasar pada Pemerintah Desa. Siap kah kalian melakukannya?, beranikah kalian membangun Desa Wisata?. Atas pertanyaan itu, saya dan kalian pastinya sangat mengharapkan mendapat jawaban 'Iya' dari mereka, iyakan?

# Pariwisata Sebagai Industri
Pariwisata sebagai sebuah Industri, kalimat itu yang saya tulis pada latar belakang laporan tugas besar Perencanaan Pariwisata, semester tujuh dulu. Saat sesi tanya jawab pengumpulan tugas besar, kelompok kami mendapat giliran dan saya ditanya langsung oleh dosen tentang itu. Akhir cerita saya bisa menjawabnya, dan kelompok kami mendapat nilai bagus untuk mata kuliah itu.

Ketika membicarakan industri, kita mungkin akan membayangkan sebuah gudang atau pabrik yang didalamnya banyak pekerja. Mereka direkrut untuk memenuhi kuota pekerja yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha produksi dalam pabrik. Artinya ketika disebuah daerah ada industri, maka para penduduknya akan mendapat kesempatan untuk bekerja.

Makin besar kesempatan kerja, makin besar pula kesempatan mendapatkan uang. Sedangkan makin besar kesempatan mendapatkan uang, akan makin menarik minat orang-orang untuk terlibat. Pariwisata juga akan seperti itu ketika dipersiapkan dengan sangat baik dan serius. Bukankah ini menarik, sambil bekerja Pemerintah Desa bisa sekalian membantu masyarakatnya.

Kita tak usah membicarakan bagaimana menurunkan angka pengangguran. Biar saja itu menjadi angka statistik yang diurus Badan Statistik. Desa hanya perlu fokus membangun pariwisata dan mempersiapkan masyarakatnya supaya bisa terlibat dalam usaha pariwisata. Karena sebuah industri pariwisata membutuhkan banyak tenaga dari proses pembangunan dan ketika pariwisata mulai berjalan.

Bukankah ini kesempatan besar untuk memberdayakan masyarakat Desa. Masyarakat disemua lapisan akan dapat berpartisipasi, anak-anak, anak muda/milenial, orang tua sampai emak-emak. Semuanya dapat dilibatkan dan memperoleh penghidupan dari Pariwisata. Layaknya sebuah pabrik terbuka dan sebagian besar dari mereka merupakan pekerja. Yang diatur dengan sebuah sistem dan diketahui serta disepakati bersama, antara masyarakat, Pemerintah Desa dan pihak pengelola wisata.

Pengelola?, kenapa harus ada pengelola?, bukankah ini antara Pemerintah Desa dan masyarakatnya?. Ya, memang begitu. Industri Pariwisata merupakan sebuah organisasi besar yang harus memiliki pengelola untuk mengelola kegiatan pariwisata. Pengelola ini bisa dilakukan oleh BUMDes yang memiliki struktur sendiri, dan diisi paling sedikit 3 komponen. Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten dan Dewan Adat atau organisasi masyarakat setempat.

# Membangun Desa Wisata
Apa yang dimiliki desa?, pertanyaan itu yang pertama muncul ketika sedang membicarakan membangun pariwisata. Semua desa pasti memiliki potensi atau daya tarik, hanya saja butuh usaha keras untuk dapat melihat itu kemudian memolesnya. Ibarat permata yang hanya menampakan sedikit cahaya kemilau karena terjepit batu keras. Dan potensi merupakan modal dasar sebuah desa untuk dapat mengembangkan sektor pariwisata.

Dalam percakapan sehari-hari bahasa seperti ini sering muncul, "Kalau tak memiliki potensi, dibuat saja". Saya sangat sependapat dengan itu, tidak semua desa harus memiliki potensi alamiah untuk mengembangkan pariwisatanya. Mungkin sebuah desa tak memiliki pantai dengan pasir putih yang indah, atau tak memiliki puncak tinggi dengan pemandangan aduhai. Namun ketika desa lain yang berdekatan atau desa tetangga memilikinya, itu sudah cukup.

Sebuah desa sangat bisa memanfaatkan potensi desa lain untuk membangun pariwisatanya sendiri. Cara berpikirnya seperti ini, kalau desa tetangga menjadi terkenal karena wisatanya dan para wisatawan selalu ramai berkunjung, desa kita harus bisa menarik minimal 50% dari jumlah wisatawan itu. Tapi bagaimana caranya?.

Saat ini kegiatan wisata tidak hanya membicarakan kepuasan mata atas maha karya tuhan lewat pemandangan alam yang sangat indah. Tidak juga hanya membicarakan citarasa khas suatu makanan untuk memuaskan lidah. Tapi juga terkait kebutuhan masyarakat modern abad ini, yaitu tentang sebuah tempat yang dapat menjadi spot photo. 

Banyak tema yang bisa diangkat dan kemudian menjadi spot photo hunting. Seperti bangunan tertentu, perkebunan, persawahan, hutan, kebun bunga atau pemandangan bawah air lewat kolam renang. Setelah semuanya siap, hanya tinggal menggunakan kekuatan media sosial. 

# Memetakan Pasar Pariwisata
Adalagi satu poin penting dalam upaya membangun Pariwisata Desa, yaitu memetakan pasar wisata. Pemetaan pasar dilakukan pada tahap perencanaan untuk menentukan jenis wisata yang akan ditawarkan dan pada siapa saja wisata ini akan dijual. Dalam bahasa sederhana, siapa yang akan menikmati wisata yang akan dibangun.

Cara sederhana dalam memetakan potensi Pasar Wisata yaitu menggunakan model STP Kotler. STP adalah singkatan dari Segmentation, Targeting and Position, yang merupakan 3 elemen penting dalam teori Kotler untuk melakukan pemetaan potensi pasar pariwisata. Dalam penerapannya, ketiga elemen tersebut berjalan secara sistematis dari menentukan Segmentation, menentukan Targeting, kemudian menentukan Positioning Pariwisata.

Cth dari FS Pariwisata Gunung Meja
Ketiganya juga saling memberikan pengaruh satu sama lain. Artinya tak mungkin menentukan target kalau tak menentukan Segmen, pun demikian dengan penentuan Positioning. Tak mungkin dilakukan tanpa menentukan Segmen dan Target terlebih dahulu, karenanya saya katakan kalau prosesnya berjalan secara sistematis/ berurutan.

1. Segmentation
Secara sederhana, melakukan segmentasi pasar wisata adalah membagi-bagi pasar sesuai dengan sifat dan karakteristik wisatawan. Karakteristik dan sifat wisatawan yang berbeda-beda, mengharuskan untuk dilakukan pengelompokan terhadap para wisatawan. Karakter dan sifat wisatawan dapat dilihat berdasarkan ; daerah asal, umur, jenis kelamin, hobi, dan masih banyak lagi.

Kita akan mencoba mengelompokkan karakter-karakter tersebut menjadi 3 bagian, atau kita katakan saja segmen. Yaitu menurut Geografis, Demografis dan Psikografis.

2. Targeting
Targeting atau menetapkan target pasar wisata adalah tahap selanjutnya dari menetapkan segmentasi. Produk dari targeting adalah target market (sasaran pasar), yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang akan menjadi fokus kegiatan pemasaran. Penetapan target pasar harus melibatkan evaluasi setiap daya tarik dari masing-masing segmen yang akan dimasuki. 

Pariwisata harus menetapkan target pada segmen yang berpelung menghasilkan keuntungan dan pelanggan serta berpeluang paling besar untuk dipertahankan sepanjang waktu. Dalam menetapkan target market pariwisata ada 5 pola yang dapat dilakukan, sebagai berikut :
- Single Segment Concentration.
- Selective Specialization.
- Product Specialization.
- Market Specialization.
- Full Market Coverage.

Secara umum, memilih Full Market Coverage akan bermanfaat khususnya apabila dikaitkan dengan strategy profitability. Namun Desa Wisata sebaiknya berhati-hati agar tidak terjadi over segmenting atau segmen yang tumpang tindih.

3. Positioning
Positioning adalah tahap bagaimana menentukan posisi wisata dalam benak calon wisatawan, sehingga mereka memiliki penilaian tertentu dan mencocokkan dirinya dengan jenis dan wahana wisata yang ditawarkan. Pada dasarnya, positioning dapat diartikan sebagai cara pandang terhadap suatu kegiatan wisata dengan menggunakan “kaca mata” wisatawan. 

Sumber : https://pasbaronline.com/
Sedangkan kata memposisikan suatu produk wisata dapat diartikan menempatkannya dalam ingatan wisatawan atau pikiran wisatawan atau calon wisatawan melalui cara-cara tertentu. Kemudian jenis-jenis kegiatan dan wahana wisata tersebut harus ditentukan posisi apa yang ingin ditempati dalam setiap segmen yang ditentukan. 

# Sarana dan Prasarana Wisata
Membangun industri pariwisata berarti harus menyiapkan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan wisata. Bagi Desa yang akan membangun industri pariwisatanya masalah biaya tentu saja menjadi poin yang harus dipertimbangkan. Ini terkait kemampuan untuk membiayai, dan Desa tanpa dukungan kuat Pemerintah Daerah akan menemui kesulitan. 

Artinya cita-cita Masyarakat Desa untuk bisa lebih baik dalam hal penghidupannya, harus pula mendapat dukungan kuat dari Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah. Karena Pemerintah Pusat lewat Kementrian Desa telah menyiapkan bantuan khusus bagi Desa yang ingin membangun Pariwisatanya. Bantuan tersebut berupa anggaran untuk pembiayaan sarana dan prasarana wisata.

Sarana dan Prasarana yang termasuk dalam bantuan berupa ; pembangunan jalan lingkungan kawasan wisata, pembangunan toilet dan perlengkapannya, pembangunan homestay, pembangunan gazebo/saung, renovasi balai kesenian masyarakat dan pengadaan sarana penerangan umum. Dengan ini Desa dapat mengalokasikan Dana Desa untuk menyiapkan hal lain untuk mendukung kegiatan wisata.

Setidaknya ada 3 sumber anggaran yang bisa didapat Desa untuk membangun sarana dan prasarana wisata. Pertama bantuan pemerintah pusat, kedua dari Dana Desa dan yang ketiga dari APBD. Dengan sumber pembiayaan yang sudah kelihatan, maka penyiapan sarana dan prasarana bukan merupakan kendala berarti. 

Selanjutnya Tinggal bagaimana ketiga lembaga itu berkoordinasi dengan baik dan menumbuhkan niat serius untuk merubah kondisi masyarakat menjadi kebih baik. Mengenai keuntungan, semua pasti akan mendapat keuntungan, baik sosial dan materil. Hanya saja apabila ada pihak-pihak yang ingin sedikit lebih bersabar dan memaknai semua itu adalah investasi, pastinya akan ada keuntungan lebih besar sedang menanti.

# Kembali Ke Masyarakat
Tujuan Pembangunan sudah seharusnya kembali ke masyarakat, mereka bisa menggunakan dan memperoleh banyak manfaat darinya. Begitupun dengan Industri Pariwisata, yang akan membawa perbaikan perilaku dan perbaikan ekonomi masyarakat. Perbaikan perilaku adalah hasil dari sikap baik yang selalu dijaga kesetiap pengunjung di kawasan wisata yang kemudian terbawa ke lingkungan sosial.

Perbaikan ekonomi merupakan perubahan hidup dari tidak punya penghasilan menjadi punya penghasilan. Memang Pariwisata bisa membuat perubahan seperti itu?, bagaimana caranya?. Sebagai industri, Pariwisata akan menyediakan cukup banyak lowongan pekerjaan dan kesempatan berusaha bagi masyarakat. 

Bagaimana kalau kita mulai dari depan, pintu masuk kawasan wisata. Disana ada petugas keamanan dan petugas penjaga loket yang setiap saat melayani pembelian karcis masuk kawasan. Jika kebutuhan petugas loket sebanyak 2 orang dan petugas keamanan sebanyak 2 orang, berarti ada 4 lowongan pekerjaan yang tersedia. Belum lagi kalau diberlakukan shift, berarti jumlahnya menjadi duakali lipat..

Setelah membeli karcis kendaraan akan menuju tempat parkir, memarkir kendaraan setelah itu menuju pusat informasi wisata. Tempat parkir membutuhkan 3 tenaga, 1 petugas pencatat plat nomor kendaraan keluar masuk dan 2 sisanya bertugas menjaga keamanan kendaraan. Sedangkan di pusat informasi wisata, membutuhkan minimal 3 personil. Berarti ada kebutuhan 6 personil lagi. 

Selain itu masih ada petugas penitipan barang, petugas kesehatan, pemandu wisata, pedagang makanan, pedagang cenderamata, pengusaha wisata seperti penyewaan wahana berupa perahu untuk berkeliling atau banana boot untuk wisata air. Dan juga bagian pengamanan kawasan wisata yang tentu saja butuh lebih dari 3 orang, tergantung luas kawasan. Lebih luas berarti butuh lebih banyak.

Yang lebih menarik adalah melibatkan masyarakat untuk mengurus Homestay. Untuk ini baiknya dikhususkan untuk kelompok perempuan. Mulai dari cleaning servis (indoor), bagian yang menyiapkan makanan, petugas kebersihan (outdoor), dan bagian laundry. Untuk satu homestay dikelola oleh satu kelompok perempuan di Desa.

Untuk kasus Meleura perlu disiapkan sarana penyeberangan ke pulau-pulau kecil dan menuju tanjung. Selain itu untuk menjaga budaya, juga perlu disiapkan seorang Modhi yang bertugas melakukan baca-baca pada waktu tertentu, untuk menghindarkan kawasan dari bahaya. Setelah itu talang makanan baca-baca dipersilakan untuk dimakan oleh pengunjung.

Bagaimana, cukup menarik bukan?. Tentu saja semua tidak akan berjalan mudah dan pasti selalu ada kendala dalam mewujudkan perencanaan. Itulah gunanya tim ahli dan pengelola untuk selalu melakukan evaluasi dan merumuskan strategi mengatasi tiap masalah yang ada. 

###
Ketika kita berbicara tentang Desa dan Masyarakatnya,  bagaimana Desa berperan aktif memperbaiki kehidupan masyarakatnya. Maka Pariwisata jawabannya. Mungkin ada sektor lain selain itu, seperti industri kecil dan industri pertanian maupun perkebunan. Tapi Pariwisata akan selalu menjadi primadona, karena manusia takkan pernah berhenti mencari kesenangan.

Selasa, 12 Mei 2020

Urbanisasi dan Masyarakat Kota

Sumber gambar : www. amp.beritasatu.com
Seorang teman yang sedang kuliah Magister menyodorkan sebuah buku padaku, judulnya
Peri Urban. Darinya saya jadi sedikit tau kalau pembahasan mengenai itu sedang tren dikalangan mahasiswa Pascasarjana Perencanaan Wilayah dan Kota. Istilah Peri Urban atau daerah pinggiran menjadi topik hangat yang kembali diperbincangkan para planner dalam ruang akademik.

Peri Urban diadopsi dari teori Sistem Dunia atau World System Theory. Yang membagi negara dunia menjadi 3 (tiga) bagian berdasarkan kekuatan Ekonomi dan Politik. Pembagian tersebut terdiri dari Core atau inti yang kemudian dikatakan pusat kota, Semi Peripheri atau setengah pinggiran, dan Peripheri atau daerah pinggiran, saya mengatakannya daerah peralihan.

Yang menarik dari itu bukan bagaimana atau kapan daerah pinggiran akan beralih fungsi atau naik kelas menjadi core. Karena itu merupakan konsekuensi dari sebuah Kota yang akan mengalami perkembangan dan terus memberikan tekanan pada wilayah pengaruhnya. Yang lebih menarik adalah bagaimana masyarakat kemudian merespon perkembangan kota dengan berlomba-lomba bergerak menuju daerah inti atau core.

Keadaan ini dapat digambarkan seperti semut yang secara otomatis bergerak kearah gula. Dan pergerakan itulah yang kemudian disebut Urbanisasi. Cara berpikir seperti itu sudah tertanam dalam pikiran masyarakat pinggiran juga masyarakat Desa sedari kecil. Kisah-kisah tentang kehidupan kota yang begitu mudah dan glamour terus dihembuskan ketelinga mereka. Sampai akhirnya pindah kekota dan jadi masyarakat kota menjadi cita-cita anak pinggiran dan desa.

# Lahirnya Teori Urbanisasi
Mengenal Ibn Khaldun merupakan keharusan bagi Para Perencana, yang menggeluti bidang perencanaan wilayah dan kota. Kalau kita bertanya-tanya, siapakah orang pertama yang memikirkan kota, bagaimana itu terbentuk, bagaimana merencanakan dan bagaimana masyarakatnya bertransformasi. Maka Ibn Khaldun lah orangnya.

Sependek pengetahuan saya, Ibn Khaldun merupakan orang pertama yang membahas mengenai perpindahan masyarakat ke kota, yang belakangan disebut Urbanisasi. Dia juga orang pertama yang membahas kota dan wilayah pengaruhnya, yaitu daerah pinggiran. Yang belakangan kembali menjadi populer dikalangan perencana dengan istilah peripheri.

Teori Urbanisasi atau Tamaddun versi Ibn Khaldun, didasarkan pada realitas masyarakat yang memiliki kebutuhan lain selain kebutuhan dasarnya. Syaratnya yaitu kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka masyarakat memiliki kesadaran akan adanya kebutuhan lain yang lebih tinggi. Kesadaran ini yang akan menggerakan kelompok masyarakat membangun peradaban baru, yang kemudian disebut kota.

Dari sini akan dipahami bahwa Urbanisasi bukan hanya sekedar berbicara mengenai perpindahan orang dari desa ke kota. Lebih dari itu, urbanisasi juga dapat bermakna transformasi sebuah masyarakat dari kehidupan pedesaan menuju kehidupan perkotaan. Motifnya adalah pemenuhan kebutuhan, cita-cita bersama dan kesiapan mental untuk menerima perubahan.

Tak ada yang salah dengan urbanisasi yang berarti perpindahan penduduk. Selama kita memahami perpindahan itu merupakan sebuah gerak. Dengan demikian kita tetap dapat menerima defenisi urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari titik A menuju titik B. Karena hal itu juga merupakan bagian dari gerak, yaitu gerak spasi.

Ibn Khaldun menggambarkan situasi tersebut dengan memberikan 2 (dua) contoh peradaban yang jadi objek penelitiaan dalam menyusun teorinya. Peradaban Baduwi yaitu kelompok masyarakat padang pasir dengan ciri kehidupannya yang berpindah-pindah. Dan masyarakat kota dengan kehidupan yang telah mengenal kepemilikan tanah dan hidup menetap.

# Urbanisasi dan Lahirnya Kota
Urbanisasi merupakam tahap awal dari lahirnya sebuah kota. Ketika sebuah kelompok masayarakat padang pasir memiliki cita-cita bersama untuk membentuk organisasi sosial yang lebih modern. Dikatakan lebih modern, karena pada peradaban baduwi mereka juga telah mengenal organisasi sosial, tapi dalam bentuk yang sederhana. Yaitu untuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar, tidak lebih dari itu.

Urbanisasi muncul karena ada kebutuhan, begitupun dengan kota sebagai sebuah peradaban. Kota lahir karena kebutuhan, bukan secara alamiah, melainkan dibentuk dengan sengaja oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah mengenal kepemilikan, manusiapun merasa punya kuasa atas sesuatu. Setelah mengenal kemewahan mereka juga jadi takut akan gangguan. Karenanya mereka butuh sebuah organisasi sosial yang dapat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan.

Organisasi sosial itu kemudian mencerminkan peradaban, yang oleh Ibn Khaldun disebut Kota, disana ada upaya untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, seperti keamanan, kenyamanan dan kemewahan. Organisasi sosial itu dibentuk untuk memberikan jaminan keamanan atas kekayaan yang dimiliki masyarakatnya. Juga membentuk sebuah sistem pemerintahan yang kebijakannya diakui dan diikuti oleh semua kelompok masyarakat.

Selain karena kebutuhan, kota juga dapat lahir karena kebijakan. Ketika seorang penguasa berkeinginan mendirikan sebuah kota dengan memindahkan penduduk pada komunitas-komunitas kecil, untuk membentuk sebuah organisasi sosial baru yang lebih besar. Perpindahan ini juga dikatakan urbanisasi, karena disana ada perubahan perilaku masyarakat untuk mengikuti segala aturan dalam organisasi sosial yang baru.

Bagaimana jika terjadi perpindahan kelompok masyarakat dalam jumlah besar dari tempat asal ketempat baru. Selama mereka tidak merubah kebiasaan dan tetap bertahan dengan kebiasaan lama, itu tidak bida dikatakan urbanisasi. Seperti yang dilakukan kelompok pengembara sebelum mengenal kehidupan menetap. Mereka selalu berpindah-pindah, dan terus hidup dengan kebiasaan mereka tanpa merasa memiliki tanah atau alam.

# Masyarakat Kota
Siapa sesungguhnya masyarakat kota dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti kebutuhannya. Apakah dia telah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya kemudian mengejar kebutuhan yang lebih tinggi, ataukah tidak. Secara sederhana kita akan mengambil kesimpulan seperti itu, tentu saja dengan berdasar pada ulasan sebelumnya. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang telah lama tinggal di kota, dan berjuang keras melawan kejamnya kehidupan kota.

Dengan segala hormat harus dikatakan mereka sebetulnya bukanlah masyarakat kota. Saya dan juga anda ketika hidup di kota dengan bersusah payah hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka dapat dikatakan kita bukanlah orang kota. Tapi setidaknya secara administratif kita bisa menjadi masyarakat kota, dengan cara mengurus surat domisili untuk mendapatkan KTP dan terdaftar sebagai warga kota setempat.

Meskipun telah melakukan urbanisasi dan mengikuti aturan setempat, seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, tidak langsung menjadi masyarakat kota. Untuk sejenak kita harusnya lebih sering memasuki cara berpikir seperti itu, bukan cara berpikir proyek yang terlalu administratif. Planologi juga memiliki dimensi akademik yang harus didekati dengan teori-teori untuk perkembangannya.

Masyarakat kota juga merupakan masyarakat yang telah memperoleh kebutuhan yang lebih daripada yang dibutuhkan atau kebutuhan dasarnya. Mereka hidup nyaman karena telah memperoleh kekayaan dan kemewahan, dan tak lagi ambil pusing dengan kehidupannya. Karenanya merekapun akan membangun bangunan-bangunan besar serta segala sarana dan prasarana untuk menjamin keamanan dirinya.

Untuk menggambarkan perbedaannya, Ibn Khaldun memberikan perbandingan dengan masyarakan baduwi. Masyarakat kota telah mengenal hidup menetap, dari mereka ada juga yang hidup dengan keahliannya dan ada juga dengan berniaga. Meskipun peradaban baduwi atau atau di desa-desa kecil juga ada yang hidup dengan keahlian dan berniaga. Yang dapat diperoleh masyarakat kota jauh melebihi apa yang didapatkan mereka. 

Masyarakat kota mungkin dikatakan sebagai simbol peradaban umat manusia, namun mereka bukan produk sempurna sebuah zaman. Dengan melihat apa yang terjadi dewasa ini, masyarakat kota ternyata lebih rentan terserang penyakit daripada masyarakat desa. Selain serangan covid 19, banyak kasus bunuh diri juga terjadi di kota, dan semua itu dilakukan oleh masyarakat kota yang telah memperoleh kemewahan dan kenyamanan.

Hal itu sesuai dengan yang dikatakan Ibn Khaldun dalam maha karyanya Muqaddimah, bahwa karena pola hidupnya masyarakat kota tidak lebih kuat dari masyarakat desa/baduwi dalam menghadapi serangan penyakit. 

###
Mungkin banyak yang tak sepakat dengan tulisan ini, dan tentu saja mempunyai pandangan serta teori lain tentang urbanisasi dan masyarakat kota. Itu wajar saja, karena tulisan ini hasil kesimpulan saya atas pemikiran Ibn Khaldun bukan tokoh lain. Setelah 643 tahun Ibn Khaldun mulai menulis Muqaddimah (tahun 1377), pokok-pokok pikirannya masih relevan dengan fenomena perkotaan yang terjadi abad ini.

###
Saya punya pengalaman tak enak tentang Ibn Khaldun. Saat masih dikampus tahun 2009 lalu, Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Univ 45 Makassar, membuat baliho dengan menampilkan ilustrasi gambar Ibn Khaldun serta teorinya tentang Urbanisasi. 

Saya salah satu yang dimintai pendapat, dan saya mengapresiasi saja karena itu baik. Setelah itu mereka mendapat hujatan dari sekelompok mahasiswa lain. Meskipun tak diturunkan gambar tersebut hilang dalam semalam karena digunting orang tak dikenal.

Entahlah, mungkin mereka utusan Ibn Khaldun yang tak terima kalau gambarnya dipasang di baliho himpunan. Atau takut kalau nantinya bisa menyesatkan mahasiswa lain yang kurang beriman.

Penulis : Laode Muh. Azis Syahban, H

Senin, 11 Mei 2020

Pastel Kacang Cemilan Keluarga

Pastel Sebelum Digoreng
Dikerjakan rame-rame kemudian dinikmati rame-rame, itu baru Cemilan keluarga. Coba pikir-pikir kembali, kue atau cemilan apa yang dibuat rame-rame, dimakan pun rame-rame. Semua anggota dalam rumah terlibat didalamnya, dengan beban kerja yang hampir merata. Jawabanku "Pastel", rugi kalau kamu belum tau, tapi lebih rugi lagi yang belum pernah makan.

Ada seorang ibu rumah tangga pernah bertanya, "habis digoreng pastelnya di halua kan gula pasir ya?". Saya menjawab "tidak, tapi gula pasirnya secara ajaib keluar sendiri saat ketemu minyak panas". Ya, itu jawaban bercanda, yang buat si ibu merasa sedikit penasaran kemudian bertanya-tanya dalam hatinya. "Bagaimana bisa gulanya meleleh keluar?".

Kalaupun habis digoreng kemudian dihaluakan gula pasir bercampur air, kenapa bisa pastel tetap renyah saat dimakan. Padahal harusnya pastel menjadi lembek karena dihalua sehabis digoreng. Kalaupun tidak, bagaimana bisa gula pasir meleleh keluar sedangkan kulit pastel akan mengeras ketika digoreng. Dan si ibu pun dibuat bingung.

Pastel merupakan cemilan berbentuk jalang kote berukuran kecil yang digoreng. Dari luar terlihat licin seperti minyak goreng yang tertinggal. Setelah bertemu lidah, barulah ketahuan kalau itu gula pasir yang meleleh keluar dan membaluri seluruh bagian luar pastel. Meski disimpan beberapa hari dalam toples, gulanya tak kering dan pastel terlihat masih basah.

Dilihat dari bahan dasarnya, kita dapat membagi pastel menjadi dua bagian terpisah, yaitu bagian kulit dan bagian isi. Sedangkan dilihat dari segi pembuatannya dapat dibagi atas tiga tahapan. Pertama tahap membuat isi pastel dan adonan Kulit, kedua tahap pembuatan pastel dan ketiga tahap menggoreng.

Kesan pertama saat digigit adalah sedikit keras dan renyah. Saat pastel pecah karena tekanan gigi taring, rasa kacangpun segera keluar, bercampur dengan manisnya gula dan rasa kulit yang khas. Tekstur keras pada kulit pastel karena adonannya yang berbahan dasar terigu, dengan hanya ditambah sedikit mentega, tak ada pelembut.

Membuat adonan kulit dan isi pastel yang berbahan dasar kacang, dikerjakan oleh 2 orang. Seorang yang membuat adonan dan seorang lagi menyangrai kacang tanah sampai matang, kemudian ditumbuk jangan sampai terlalu halus. Banyak jenis pastel yang disesuaikan dengan isinya, tapi pastel isi kacang sedikit berbeda, dimakan setoples pun tak bikin geli dileher.

Seperti membuat jalang kote, roti pisang, roti inti dan beberapa roti lainnya, membuat pastel berarti membentuk adonan dan memasukkan isi kemudian ditutup. Setelah itu membuat variasi lipatan pada bagian tepi pastel yang melengkung, bagi yang senang jalang kote pasti tau.

Membuat pastel membutuhkan tenaga paling kurang 3 sampai 4 orang, 2 orang juga bisa tapi akan sangat melelahkan dan merepotkan. Seorang bertugas menggiling dan menipiskan adonan kemudian memotong dengan cetakan berbentuk bulat. Adonan jangan sampai terlalu basah, karena akan mudah lengket ditangan. Untuk tangan yang cukup bersih tak masalah, masalahnya kalau sampai menggaruk ketek diam-diam dibelakang pintu.

Setelah dicetak ada seorang lagi yang bertugas memasukan isi kedalam adonan dan merapatkannya. Kemudian ada beberapa orang lagi akan bertugas membuat lipatan-lipatan, kami menyebutnya membuat geriginya.  Membuat gerigi biasanya dikerjakan 2 orang, kalau tak mau pastelnya jadi mengering dan terlalu keras.

Tenaga yang banyak akan membuat pastel cepat selesai dan cepat digoreng supaya cepat matang. Cepat metang berarti cepat disantap, iya kan, tentu saja kita punya pemikiran yang sama tentang itu. 

Pastel Usai Digoreng
Untuk bagian penggorengan yang bertugas bisa berganti, dari menggiling dan mencetak berganti tugas menggoreng. Untuk mengetahui pastel yang masak cukup dengan melihat perubahan warna yang terjadi. Pastel yang telah masak warnanya akan berubah menjadi coklat.

Tekstur pastel yang keras mungkin akan lebih cocok bagi orang dengan kondisi gigi masih utuh dan tidak berlubang apalagi hampir habis. Dahulu saya juga berpikiran demikian, sampai melihat apa yang dilakukan nenekku untuk bisa menikmati pastel. Dahulu sebelum meninggal dia masih sempat mengajari kami bagaimana cara membuat gerigi pastel. Menilai dan memberikan arahan supaya gerigi yang kami buat jadi lebih indah.


Pastel buatanku
Hasilnya, kami semua yang terdiri dari delapan bersaudara mampu membuat gerigi pada pastel. Meskipun buatan saudara-saudaraku yang lain tidak sebagus buatanku, mereka tetap akan saya berikan apresiasi dengan memberikan penilaian, cukup bagus. 

Saat Ramadhan mendekati Idul Fitri ketika saya masih SD dulu, kami sekeluarga biasanya berkumpul dirumah. Ada yang duduk dan ada yang berdiri. Kami semua mengelilingi sebuah meja berbentuk persegi panjang dan membuat pastel dengan adonan yang menghabiskan terigu hingga 3 Kilogram. Waktu sampai tak terasa, ketika mulai mengerjakan pastel sehabis shalat subuh sampai sore dan menyisakan beberapa jam lagi berbuka puasa.

Bagiku inilah cemilan keluarga, yang dikerjakan bersama-sama dan dinikmati juga bersama-sama. Bukan hanya kami yang masih memiliki gigi utuh, melainkan nenek kami yang sudah tak memiliki gigi sama sekali pun tetap bisa menikmati pastel. Untuk orang tua seumurannya, biasanya akan menghindari makanan keras juga goreng-gorengan. 

Keinginan yang sangat besar membuatnya menemukan jalan supaya bisa menikmati pastel seperti kami. Karena giginya sudah tak adalagi, dia memilih untuk menumbuk pastel sampai cukup halus agar bisa dimakannya. Itu bukan hanya sekali dilakukan, tapi setiap kali kami membuat pastel meski diluar bulan Ramadhan.

Pastel sudah sejak duli menjadi cemilan keluarga kami. Selalu ada pastel dalam toples kaca besar pada masing-masing meja rumah kami disaat Idul Fitri. Para keluarga dan tamu yang berkunjung memiliki penilaian yang hampir sama tentang pastel, cemilan itu enak. Itulah alasan kami selalu membuatnya dalam jumlah banyak menjelang Idul Fitri, karena hampir selalu habis lebih dulu dari kue lain, bahkan kacang mete sekalipun.

Pastel Didalam Toples
Dalam beberapa edisi Idul Fitri terakhir, kami tak lagi membuat pastel dalam jumlah banyak. Selain karena keluarga yang berkunjung sudah berkurang, anggota keluarga kami juga mulai berkurang. Karena sebagian sudah berkeluarga dan tinggal diluar daerah yang jaraknya cukup jauh.

Meskipun begitu, bukan berarti skill membuat pastel kami menurun atau hilang ditelan zaman. Tentu saja masih ada toples pastel dirumah saat Idul Fitri nanti. Beberapa orang kakakku masih rutin membuatnya tiap tahun. 

Mereka juga menerima pesanan yang jumlahnya meningkat tajam sampai puluhan toples menjelang Idul Fitri. Kalau ada yang minat untuk area Raha, mungkin bisa memesannya dari sekarang sebelum Idul Fitri semakin dekat. Karena mereka tak punya cukup tenaga untuk memenuhi pesanan dalam jumlah sangat banyak menjelang Idul Fitri.

Untuk pemesanan hubungi nomor ini +62 85399519696