Neuroplanologi - Bahagia Untuk Menjadi Kuat

Kota Bahagia adalah Kota yang mampu memberikan kebahagiaan bagi warganya. Saya ingin memulainya dari defenisi yang sederhana tentang Kota Bahagia, sesederhana yang saya pikirkan tentang jalan kebahagiaan.

Urbanisasi dan Masyarakat Kota

Urbanisasi muncul karena ada kebutuhan, begitupun dengan kota sebagai sebuah peradaban. Kota lahir karena kebutuhan, bukan secara alamiah, melainkan dibentuk dengan sengaja oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Neuroplanologi - Jalan Menuju Kota Bahagia / Happy City

Mungkin sudah saatnya sebuah pendekatan baru lahir, dengan memadukan disiplin Planologi dan Neurosains untuk mewujudkan sebuah kota yang bahagia. Dengan kajian yang lebih fokus membahas sebuah perencanaan yang lebih memberikan pengaruh terhadap saraf otak dan membuat manusia lebih bahagia. Semoga tak terlalu dini, saya ingin menyebutnya sebagai NEURO PLANOLOGI.

Silverqueen - Berhenti Menangis

Selalu ada kisah haru pada malam-malam disaat musim hujan yang pernah kita lalui bersama. Kau disana, dan aku disini, hanya kita berdua. Belum cukup setahun kita kenalan, tapi rasanya sudah bertahun-tahun kita berteman. Sangat akrab, dan kau selalu saja buatku rindu.

Pak Udin, Penjaga Tradisi Suku Bajo Mola di Wakatobi

Pak Udin merupakan seorang Suku Bajo yang berasal dari Mola, pemukiman suku bajo terbesar didunia yang berada di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Layaknya suku bajo yang selalu dikatakan dalam berbagai literatur, pak udin sangat menggantungkan hidupnya pada laut.

Selasa, 27 Oktober 2020

Menggambar Rumah Impian

 

Pohon Eek Rumah Kun Chan

Beberapa kali menonton film Mirai no Mirai, saya tak bisa fokus pada keseluruhan isi ceritanya. Padahal ini film bertema keluarga dengan cerita yang cukup bagus. Tentang sebuah keluarga yang memiliki anak lelaki berusia empat tahun bernama Kun Chan. Yang baru saja memiliki adik Perempuan dan diberinama Mirai.

Rabu, 21 Oktober 2020

Mewariskan Kebaikan

 

Ilustrasi

Saya tiba-tiba saja berpikir, apakah seorang anak yang tumbuh hingga dewasa kemudian menjadi penjahat itu berdosa. Bagaimana kalau itu semacam sifat bawaan yang diwarisi dari gen orang tuanya, kemudian membentuk dirinya menjadi seperti itu. Apakah dia juga harus berdosa karena sifat yang diwarisinya dari orang tuanya?.

Jumat, 11 September 2020

Pak Udin, Penjaga Tradisi Suku Bajo Mola di Wakatobi

Pak Udin (Baju Abuabu)
Kelopak mataku tak dapat membuka sempurna ketika matahari Kaledupa menyinari separoh bagian wajahku yang tak terlindungi. Sayup-sayup kudengar hpku berdering. Sebelum mengangkat, kulihat nama Pak Udin, seorang Bajo  yang berasal dari Mola, perkampungan Suku Bajo di Wakatobi dan terbesar didunia.

"Mas Azis sudah di Wangiwangi atau masih di Kaledupa?, istri saya lagi masak parende ikan Napoleon, nanti malam makan disini aja mas", kata Pak Udin sedikit memaksa. Ini kedua kalinya Pak Udin menelpon, untuk memastikan kesediaanku datang makan malam lagi dirumahnya.

Awalnya saya diajak seorang kawan, yang baru kukenal siangnya tapi dah berani mengajak makan malam. Saat itu ada pesan WA dari nomor tak dikenal masuk ke hpku, isinya kurang lebih begini "mas Azis, nanti malam makan malam dikeramba Pak Udin aja". Pesan itu lengkap dengan koordinat lokasi google maps.

Tentu saja saya menyambut baik ajakan itu, dengan harapan pemilik nomor yang belum terdaftar itu seorang wanita cantik. Untuk memastikannya saya membalas pesan WhataAppnya dengan pertanyaan singkat, "maaf ini dengan mba siapa ya?".

Saya mulai deg-degan menunggu balasannya. Mungkin dia orang Wakatobi yang sudah beberapa hari ini selalu melihatku bolak balik dijalan poros kota wangi-wangi. Atau, mungkin juga itu dari turis asing yang juga seorang traveller dan sedang berada di Wakatobi. Meskipun berbeda, ada sedikit kemiripan antara surveyor dan traveller.

Saya surveyor dan dia traveller, kayaknya cocok. Tiba-tiba hpku berdering, memutus rantai khayalanku sebelum mengarah pada hal yang, ah sudahlah. Sepertinya balasan dari mba nya sudah ada.

"saya Arief mas, yang tadi ketemu di Bappeda", dengan sedikit kecewa saya membalas "ok". Tapi tak apa, setidaknya saya dapat teman baru dari jalan-jalanku di Wakatobi. Namanya Arief, tahun lahirnya sama denganku 1987, orangnya sangat baik. Karena dia saya bisa berkenalan dengan Pak Udin.

Pak Udin merupakan seorang Suku Bajo yang berasal dari Mola, pemukiman suku bajo terbesar didunia yang berada di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Layaknya suku bajo yang selalu dikatakan dalam berbagai literatur, pak udin sangat menggantungkan hidupnya pada laut.

Laut adalah Ibu, itulah salah satu filosofi hidup suku bajo. Dari laut mereka lahir dan pada laut juga tempat mereka menyerahkan hidup. Karenanya jangan heran pabila masyarakat suku bajo sangat mensakralkan laut dalam dimensi kehidupannya. Seperti mitos mengenai adanya kekuatan ghaib yang dapat menentukan keselamatan dan juga menentukan perolehan rejeki para pakkaja, atau nelayan di lautan.

Pemukiman Suku Bajo Mola Yang Masih Mempertahankan Jenis RUmah Gantung

Masyarakat bajo sangat percaya pada mitos-mitos lautan. Kepercayaan itu yang mempengaruhi sikap mereka untuk lebih menjaga lautan. Selain roh ghaib, orang bajo juga memiliki keyakinan bahwa bagian-bagian didalam laut selalu ada yang menjaganya. Seperti karang sebagai biota laut yang menjadi rumah bagi banyak binatang laut, juga memiliki penjaga.

Namanya Pengngorong Sappa yang diyakini sebagai penjaga karang. Pengngorong Sappa dipercaya menempati gugusan-gugusan karang disekitar lokasi penangkapan ikan. Untuk mendekatinya merupakan hal yang dianggap tabu oleh masyarakat suku bajo.

Meskipun suku bajo dikenal sebagai manusia perahu karena kehidupannya sebagai penangkap ikan dilautan. Tidak demikian dengan Pak udin, dia memilih cara lain yang juga masih berhubungan dengan laut dan ikan. Yaitu sebagai nelayan budidaya. Pak udin memiliki keramba tepat dibawah kolong rumahnya, yang ukurannya mengikuti ukuran luas lantai rumahnya.

Awal perkenalan kami, pak udin sedikit bercerita. "Betapa susahnya memiliki keramba, harus selalu dibersihkan secara teratur. Kalau tidak, bisa kotor karena banyak jamur menempel, akibatnya ikan-ikan menjadi stres dan pertumbuhannya terhambat. Membersihkannya pun tak mudah, butuh tenaga dan ketahanan untuk berada di air selama berjam-jam".

"Tapi bukan itu yang menyusahkan, karena kami suku bajo sudah terbiasa berada di air. Setelah membersihkan keramba itu yang paling menyusahkan, karena tangan akan terasa gatal dan panas akibat jamur yang menempel itu. Liat saja tanganku mulai memerah, sebentar malam mungkin saya akan susah tidur dan lenganku akan bengkak esok pagi".

Malam itu saya menyimak semua ceritanya, dan menangkap beberapa ekspresi kekesalan darinya. Dari sekian banyak masyarakat suku bajo di Mola, setauku hanya Pak Udin yang punya keramba.

Dia mengisi kerambanya dengan membeli ikan hasil tangkapan para nelayan yang ukurannya tak masuk syarat untuk dijual dipasar. Karenanya pak udin membuat para nelayan bisa mendapatkan harga untuk semua hasil tangkapannya, tiada yang dibuang.

Ada beberapa hal yang dikeluhkan Pak Udin. Dan saya bisa sedikit mengerti perasaannya, karena sore sebelumnya saya sempat berkeliling kawasan pemukiman nelayan suku bajo di Mola. Masalahnya adalah kebiasaan masyarakat suku bajo yang mulai membuang sampah dilaut. Pak Udin adalah orang yang paling terkena dampak, karena sampah-sampah plastik akan mengarah kelaut kemudian dibawa ombak menuju daratan dan menempel dijaring kerambanya.

Suku Bajo Mola mulai meninggalkan rumah panggung

Selain itu, beberapa masyarakat suku bajo di Mola mulai meninggalkan rumah kayu dan beralih kerumah batu. Sekilas hal ini bukan suatu masalah, dapat dimaklumi apabila masyarakat ingin merubah kualitas hidup dengan merubah kualitas bangunan rumahnya. Namun yang jadi masalah, apabila rumahnya terletak dipinggi sungai dan mereka mengambil cukup banyak lahan untuk membuat teras depan.

Akibatnya jalan yang semula difungsikan sebagai jalur inspeksi akan berkurang lebarnya. Hal ini terjadi di Mola dalam beberapa tahun belakangan, dan pelakunya bukan cuma satu orang. Karena badan jalan yang mengecil, akibatnya mobil tak dapat masuk sampai keujung jalan. Saya sendiri harus berjuang keras melewatinya dengan motor.

Saya menyampaikan kegelisahanku pada pak udin bahwa masyarakat suku bajo di Mola perlahan-lahan mulai meninggalkan nilai-nilai sakral suku bajo. Dari yang seharusnya menjaga laut seperti seorang ibu, berubah dengan mengotorinya. Pak udin hanya menghela napas.

Selama ini dia berjuang sendiri menghimbau masyarakat supaya jangan buang sampah dilaut, tapi tak selalu diindahkan. Selain akan mengotori laut, sampah-sampah itu akan membuat kerambanya menjadi kotor.

Pak Udin juga menjadi orang yang berperan mengurangi penggunaan bom dalam menangkap ikan.

Penggunaan bom akan merusak karang juga biota laut lainnya, dan ikan hasil tangkapan akan mati. Beberapa jenis ikan-ikan kualitas ekspor yang masih kecil kerap menjadi korban, dan akhirnya akan dibuang karena tak punya nilai jual. Dikeramba Pak Udin, ikan seperti akan memiliki nilai jual.

Pak Udin akan memberikan harga tertentu sesuai jenis ikan untuk dipelihara dikerambanya. Nantinya ikan-ikan itu akan dipelihara sampai besar sampai memiliki nilai jual lebih besar. Karena itu para nelayan tangkap harus menangkap ikan dalam keadaan hidup.
Pemandangan Saat Maghrib Dari Keramba Pak Udin

Diakhir perbincangan kami malam itu, Pak Udin menutupnya dengan keberhasilannya memelihara seekor ikan yang telah berumur hampir 7 tahun. Ikan tersebut telah tumbuh besar dengan ukuran lebih dari 2 meter. Tentu saja saya tak akan memberitau jenis ikannya, karena itu aset yang takkan Pak Udin jual dengan harga berapapun.

Tapi bagi yang ingin sekedar melihat-lihat, Pak Udin akan dengan senang hati memperlihatkannya. Datang saja di keramba Pak Udin di Pemukiman Suku Bajo Mola di Wangiwangi Kabupaten Wakatobi.

Sabtu, 08 Agustus 2020

Karena Semua Orang Ingin Wakatobi

"Azis kok agak susah dihubungi, ada nomor lain gak?. Teman aku yang dari tim Pariwisata mau bicara, kalau bisa hp nya standby yah?"

Saya cukup terkejut membaca pesan Whatsapp dari seorang kawan di Jakarta. Sudah hampir dua bulan tak mendapat kabar, saya nyaris memupus harapan untuk pergi ke Wakatobi. Bagiku, ini kedua kalinya kesempatan pergi ke Wakatobi singgah didepanku. Setelah kesempatan pertama lima tahun lalu kandas karena proses administrasi.

Sejak kemarin sore saya tak memegang handphone yang sengaja kutinggal dirumah bapak. Tak seperti biasanya, pagi ini ada cukup banyak pesan dan panggilan masuk yang tak sempat kujawab. Dan salah satunya dari tim pariwisata yang dikatakan temanku tadi. Kira-kira begini bunyi pesannya ;

"Selamat siang Mas Azis, perkenalkan saya ..., rekan Mba ... dari PT. .... Kebetulan saya dan tim sedang ada kegiatan terkait Pengembangan Program Perumahan Umum utk mendukung Konsep Pariwisata Nasional. Dan Mas Azis ikut sebagai Surveyor untuk kawasan Wakatobi."

Beberapa bulan sebelumnya saya mengajukan diri sebagai surveyor pada seorang kawan di Jakarta. Saya sangat bersemangat karena lokasinya berada di Wakatobi, apalagi kegiatannya tentang Pariwisata. Karena Wakatobi adalah salah satu daerah di Sulawesi Tenggara, yang menjadi salah satu favorit wisatawan mancanegara.

Tak sedikit orang ingin ke Wakatobi, apalagi untuk masyarakat Sulawesi Tenggara. Gambaran-gambaran tentang pesona Wisata Wakatobi yang hanya dapat dinikmati lewat gambar digital, membuatnya selalu ada dalam mimpi sebagian besar masyarakat Sulawesi Tenggara. Dan  dapat berwisata kesana seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

Saya mengenal Wakatobi dari cerita seorang dosen Pariwisata saat kuliah dulu. Karena jurusan kami mempelajari Pariwisata dalam 2 mata kuliah, Pengantar dan Perencanaan Pariwisata. Saya sangat bersemangat saat dosen berkisah tentang pengalamannya mengerjakan perencanaan Pariwisata diberbagai tempat, salah satunya Wakatobi.

Bukan bagaimana kerjaan itu selesai, atau apa saja yang harus dilakukan supaya kerjaan itu selesai. Tapi yang buatku tertarik yaitu pada cerita tentang keindahan alam Wakatobi, keindahan pantai dan keindahan bawah lautnya.

Kali ini saya pun mendapat kesempatan pergi kesana, sebagai surveyor yang direncanakan akan melakukan pengamatan lapangan di empat pulau utama Kabupaten Wakatobi. Dimulai dari Wangi-Wangi yang kami kenal dengan Wanci, Kaledupa, Tomia kemudian kepulau terakhir, Binongko. 

Dalam waktu 10 hari atau bisa lebih sedikit, mungkin perjalanan ini akan sedikit melelahkan. Apalagi sebagai surveyor saya akan selalu berjalan-jalan melihat kondisi pemukiman disekitar kawasan wisata, dan berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Tapi kuyakin semua akan terbayarkan dengan berbagai keindahan alam yang akan kusaksikan di Wakatobi nanti.

Dimasa pendemi seperti sekarang ini, jasa surveyor lapangan akan sangat dibutuhkan oleh beberapa stakeholder dari Jakarta. Rumitnya proses administrasi penanggulangan covid dan ancaman daerah-daerah dengan angka pasien positif, membuat mereka harus berpikir ekstra untuk kedaerah. Dan ini menjadi peluang bagus bagi orang lokal.

Surveyor merupakan pekerjaan yang santai tapi serius. Tugas utamanya mengumpulkan data lewat pengamatan kondisi lapangan kemudian memberikan laporan mendalam dalam sebuah laporan. Ada dua macam data yang umum akan dikumpulkan, yaitu data primer berupa hasil pengamatan langsung dilapangan, dan data sekunder berupa text, audio, video atau dokumen lain yang diperoleh dari sebuah instansi atau lembaga.

Dalam sebuah studi kasus, data primer akan sangat besar peranannya, karena menggambarkan kondisi terkini secara langsung. Data primer dapat diperoleh dari pengamatan, mendokumentasi sendiri kondisi lapangan, atau melakukan wawancara dengan penduduk sekitar. Karenanya Kemampuan bergaul merupakan skil utama yang harus dimiliki seorang surveyor.

Ya, seorang surveyor dituntut harus bisa bergaul dengan baik dimanapun berada. Kalau kata kawanku yang orang Majene, hanya para perokok yang bisa melakukannya. Karena para perokok sangat mudah memulai interaksi dengan masyarakat. Ada satu kebutuhan yang akan mempertemukan semua perokok diseluruh dunia. Yaitu kebutuhan pada korek api ketika sedang dijalan dan ingin mengisap rokok tapi tak memiliki korek.

Saya teringat pengalaman pertamaku menjadi surveyor, yang diterjunkan di Kota Parepare pada tahun 2007 silam. Tak main-main, kami harus melakukan pendataan seluruh bangunan gedung se Kota Parepare dengan jumlah 20.000 bangunan gedung. Dan itu harus diselesaikam dalam waktu 1 bulan dengan cara door to door atau dari rumah kerumah.

Singkat cerita kami pun bisa menyelesaikannya, tapi dengan penambahan waktu 2 minggu. Banyak pelajaran yang saya dapat selama sebulan lebih berkeliling Kota Parepare dengan berjalan kaki. Namun kan selalu ada cerita pahit diantara kisah indah. Karena komunikasi kurang baik, dan sedikit gaya menekan yang terkesan arogan, saya hampir jadi sasaran seorang RT yang mantan preman.

Sampai sekarang, saya seringkali mengingat kisah itu sambil tertawa sendiri. Saya juga punya cukup banyak cerita gila dari Parepare. Dari beberapa Kabupaten Kota di Sulawesi Selatan, Parepare adalah kota paling sering saya datangi. Karenanya saat kuliah, mungkin saya lebih mengenal Parepare daripada Kota Raha, tempat kelahiranku.

Saya cukup senang menjadi surveyor, selain santai, juga karena bisa bepergian dibanyak tempat. Hal yang sangat jarang kulakukan semasa SD sampai SMA ketika dikampung. Karena menjadi surveyor saya telah berkeliling Sulawesi Selatan bahkan Indonesia. Setidaknya, saya tak perlu bertarung mulut dan gengsi hanya untuk mengejar insentif dari pasien odp covid.

Tiba-tiba ada sebuah pesan WA, sepertinya dari mba yang namanya belum sempat kubuat kontak di hpku. "Mas Azis, job desc nya jangan lupa dibaca ya?, untuk biaya nanti dibuat aja rinciannya. Trus konteak kerjanya mohon diisi dan dikirim kembali".

Mereka cukup teliti dan formal menyangkut kontrak kerja. Hal yang jarang kujumpai selama menjadi surveyor di Parepare, Sumatra, Bitung dan lainnya. Untuk mengisinya sepertinya saya butuh sedikit merenung, dan memikirkan kembali detail perjalanan juga kendala-kendala yang kemungkinan akan kuhadapi dilapangan.

Saya hanya membayangkan, kalau saja bukan karena corona, sudah pasti temanku yang di Jakarta beserta teman kantornya tak akan menyerahkan kegiatan survey ini padaku. Apalagi lokasinya di Wakatobi, salah satu daerah yang menjadi destinasi wisata bahari terbaik didunia. Menyangkut wisata, tentu saja mereka sama saja denganku, telah lama memendam hasrat ingin pergi ke Wakatobi.

Namun corona mengubur impian mereka untuk sementara waktu.

Sebagai ungkapan terimakasih, mungkin nanti saya harus mengirimkan sebuah hadiah buat temanku itu. Hadiah sangat spesial yang asli berasal dari wakatobi, dan tidak didapati ditempat manapun diseluruh galaxi merkuri. Yaitu foto-foto indah Wakatobi yang kuambil sendiri dengan tanganku, dan mungkin foto selfie ku akan menambah ke spesialan hadiahku nanti.

Sabtu, 01 Agustus 2020

Menaruh Harapan Pada Pria Berkacamata

Syarifuddin Udu : Dirjen Bina Keuda Kemendagri, Pj Gubernur Jawa Tengah, Ketua DPP Kerukunan Keluarga Sultra dan Calon Bupati Muna
Dari beberapa edisi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Muna, Pilkada kali ini adalah yang paling bergengsi, paling ramai dan mungkin juga paling memompa jantung. Sudah sejak tahun lalu, sebelum para calon pasti mendapat rekomendasi partai, berbagai klaim juga wacana telah tersebar sangat masif dan terstruktur dimedia sosial.

Sayapun seperti ikut tersedot kedalamnya. Kedalam riuh ramai perbincangan, yang kadang santai tapi lebih sering bergejolak. Diantara beberapa kubu, saya memilih untuk mendukung salah satunya. Itu bukan tanpa alasan, ada beberapa pertimbangan yang buatku sangat yakin pada Pria berkacamata yang bukan dari golongan bangsawan itu.

Pertama, saya merasakan emosi yang sama ketika dirinya selalu menjadi sasaran tembak para buzer didunia maya. Berbagai isu negatif dan sara hampir selalu dialamatkan padanya. Mulai dari golongannya yang bukan bangsawan, tidak akan mendapat dukungan partai, menjegal permohonan utang Pemda Muna, sampai kontribusinya terhadap Kabupaten Muna ketika masih menjabat Dirjen.

Saya sendiri heran, apakah seseorang harus berkontribusi pada daerah untuk bisa maju menjadi calon bupati. Seolah dengan begitu serta terus memainkan isu sara dan negatif tentangnya, adalah cara paling ampuh menjegalnya mendapat dukungan partai untuk berkompetisi di Pilkada Muna. Mereka selalu beranggapan menghancurkan karakter pribadi dan reputasinya akan membuatnya ciut.

Karena itu saya justru bersimpati padanya, dan memutuskan menjadi relawan tak resmi. Sayapun berusaha menyampaikan beberapa hal baik tentangnya, yang jarang diketahui banyak orang Muna saat ini. Memperkenalkan dirinya dengan bahasa yang baik, bukan dengan kampanye negatif yang hanya menjelek-jelekan calon lain. Kadang ada komentar miring yang terkesan nyinyir, tapi saya tak membalasnya dengan cara yang sama.

Saya tau beberapa adab serta budaya Muna. Bertengkar dan menghina pribadi orang lain merupakan perbuatan buruk yang dapat merusak hati. Hati yang selalu menerima bisikan lembut tuhan untuk memilih jalan kebaikan dalam hidup, akan rusak karena terus menyimpan rasa permusuhan didalamnya. Dan hati yang rusak takkan mampu melihat atau menerima kebaikan orang lain apapun bentuknya.

Kedua, dalam memilih kepala daerah saya selalu membuat kriteria, seperti pengalaman atau rekam jejak dalam memimpin sebuah institusi. Hal yang juga harus dilihat adalah prestasi seorang calon ditingkat Daerah maupun tingkat Nasional. Bisa memimpin daerah mungkin adalah sesuatu yang bagus, tapi menjadi Direktur Jenderal Keuangan Daerah di Kemendagri dan berhasil memimpin Provinsi Jawa Tengah adalah sesuatu yang Hebat.

Tentu saja memimpin Provinsi beda dengan memimpin Kabupaten, apalagi salah satu Provinsi terbesar di Indonesia. Tekanan besar dan kemampuan komunikasi politik akan menentukan keberhasilan seorang pejabat Gubernur. Dan Syarifuddin Udu mampu melakukannya, lewat penandatanganan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2018 bersama Legislatif Jawa Tengah pada 31 Agustus 2018.

Ketiga, kemampuan menyelesaikan masalah pembangunan Muna. Semua calon pasti memiliki visi dan misi untuk membawa Muna kearah yang lebih baik. Hanya saja, visi dan misi yang baik tanpa program prioritas yang terarah takkan mampu diwujudkan. Hal yang jauh lebih penting adalah bagaimana pembiayaannya. Dan ketika berbicara pembiayaan, maka kemampuan mendapatkan uang adalah kuncinya.

Untuk menyelesaikan masalah pembangunan di Muna, tak cukup hanya dengan kata-kata manis dan APBD yang dimiliki saat ini. Kebutuhan akan sumber dana lain diluar APBD, dan program nyata untuk meningkatkan Pendapatan Daerah menjadi hal mutlak yang harus mampu dilakukan. Menyelesaikan masalah Muna berarti mampu mendapatkan dana lain itu, dan Syarifuddin Udu adalah jaminannya.

Dia telah membuktikannya, ketika membantu lima Desa di Kabupaten Muna mendapatkan dana langsung dari pusat. Tanpa melalui Pemerintah Daerah, dan itu tak bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Keempat, saya cukup tertarik dengan sikap yang seringkali ditunjukan sang Pria Berkacamata. Dia tak selalu membuat kehebohan, dia juga tak gampang membuat pernyataan menohok didepan media. Dia selalu menjawab isu negatif dengan diam. Tapi para pejabat tau, kalau dia seorang yang punya track record mumpuni ketika berbicara didepan publik. 

Ketika bertemu masyarakat, dia tak menggunakan bahasa tingkat tinggi ala mahasiswa. Bahasanya sebagaimana rakyat biasa dihadapannya. Dia mampu menerjemahkan istilah-istilah rumit keuangan, kedalam bahasa sederhana khas rakyat jelata. Pengalaman hidup pernah menjadi masyarakyat bawah, telah membentuk identitas dirinya untuk bisa dekat dengan pedagang pasar dan masyarakat desa dikampung-kampung.

Syarifuddin Udu berada di Meleura, Kec. Lohia Kab. Muna
Ketika berbicara keuangan, idenya sungguh luar biasa. Dia berbicara tentang upaya meningkatkan pendapatan daerah lewat sektor transportasi laut. Lewat Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD, untuk mengelola jasa pelayaran antar Kabupaten Muna dengan Kabupaten Lain disekitarnya. Cara-cara seperti itu sangat brilian, butuh penguasaan atas peraturan dan kecakapan manajemen seorang pemimpin untuk mewujudkannya.

Sayangnya narasi seperti itu tak kita dapati dalam visi misi serta program seorang calon Kepala Daerah dalam pemilihan sebelumnya. Karenanya, saya menjadi yakin bahwa pria berkacama itu adalah sosok pemimpin yang saat ini sangat dibutuhkan Kabupaten Muna untuk berubah lebih maju. Seorang sosok yang setelah dua puluh tahun lebih tinggal disekitar Ibukota, dia masih sangat fasih menggunakan bahasa daerah Muna.

Semoga apa yang ia niatkan dengan tulus untuk membangun Muna, memperoleh restu dari tuhan semesta alam. Hingga kelak dengan naiknya ia menjadi Kepala Daerah, menjadi sesuatu yang dapat kita ceritakan pada anak-anak kita kelak. 

Sebagai orang tua dan juga calon orang tua, kelak kita akan berpesan pada anak-anak kita. "Nak, belajarlah yang tekun dan bersikap baiklah pada semua. Karena orang Muna pun mampu menjadi seorang Dirjen di Kementrian sana. Kalau kau punya niat untuk membangun daerah, yakinlah bahwa semua orang Muna dapat menjadi Bupati meskipun bukan dari golongan bangsawan Muna. Seperti Pak Syarifuddin Udu"

Senin, 27 Juli 2020

Soppeng, Pecahnya Pemberontakan

Vila Yuliana di Soppeng
Malam minggu, ketika matahari mulai tenggelam pulang, semua panitia dikumpulkan. Berbaris melebar mengikuti badan jalan yang aspalnya tak terlalu baik. Ini terlalu mendadak, tak biasanya dewan senior mengumpulkan panitia selepas maghrib. Sedang makanan dan minuman peserta juga tamu undangan belum selesai disiapkan.

Seorang senior mengambil alih barisan. "Karena sudah menjadi tradisi, maka malam ini seluruh panitia harus melakukan Pushup sebanyak 20 kali". Katanya dengan cuek tanpa basa basi. Dia melanjutkan, "panitia-panitia sebelum kalian juga melakukannya, jadi kalian juga harus melakukannya". 

Origin Destination (Survey Asal Tujuan atau OD)

Gambar Ilustrasi
Kalau kamu sedang mengemudi melewati perbatasan, tiba-tiba ada petugas entah polisi atau DLLAJ menyuruh menepi, jangan panik dulu. Coba tenang dan liat sekeliling, siapa tau kamu melihat sesorang yang tidak memakai seragam dinas. Kalau sudah lihat, coba perhatikan baik-baik, apakah dia sedang memegang papan kecil berlapis kertas diatasnya.

Kalau iya, selamat, harimu sedang baik tak kena tilang. Cobalah untuk santai, karena mereka adalah petugas survey yang akan mengambil sedikit waktumu untuk melakukan wawancara. Mungkin pertanyaannya sedikit menyentuh ruang pribadimu, tapi percayalah mereka bukanlah orang jahat. 

Jumat, 10 Juli 2020

Berpikir Benar, Logika Kebangsaan

Gambar : www.rencanamu.id
Tak ada manusia yang tak berpikir, semua manusia pasti berpikir. Mengatakan seseorang tak berpikir, adalah penghinaan atas organ besar mirip tahu dengan berat lebih dari 1 kilogram, tersembunyi didalam batok kepalanya dan disebut otak. Yang juga merupakan pusat kendali sekaligus organ paling sensitif yang dimiliki manusia.

Mungkin kita pernah mengalami, memaksa otak untuk berpikir keras hanya karena membaca status atau komentar teman Facebook. Apalagi kalau komentar dan postingannya tentang Pemerintah, atau tentang Presiden Jokowi, atau bahkan tentang PKI. Dan serta merta otak diperintahkan untuk memberi respon, bertahan atau menyerang, dengan berbagai alasan.

Makin sering bertanya jawab, pembicaraan pun mengarah pada perdebatan. Dalam situasi saling berbalas komentar, kadang emosi muncul atau perasaan diremehkan dan mungkin meremehkan lawan bicara. Saat itu hanya ada dua jalan yang nampak didepan mata, Flight of Fight, dan otak akan dipaksa mengikuti salah satunya.

Benar, otak ternyata sesensitif itu. Sangat sensitif pada perkataan atau perbuatan orang lain, dan sangat sensitif terhadap kondisi emosi manusianya. Harusnya otak lebih mandiri dalam berpikir, tak mudah terpengaruh pada hal lain yang dapat menyebabkan terjadi kesalahan dalam berpikir kemudian salah pula dalam menyimpulkan.

Kesalahan berpikir?, tak semua orang mau menerimanya. Karena berpikir bukan tindakan atau perbuatan, yang terikat oleh norma hukum untuk dikatakan benar maupun salah. Tapi, ketika saya katakan "saya cinta Indonesia dan saya ingin menegakkan Khilafah di Indonesia". Ketika saya katakan "mencintai Indonesia", tapi saya mendirikan pemerintahan tandingan. Bagaimana?

Apakah sikap seperti itu dibenarkan?. Apa konsekuensi kalau sikap seperti itu dibenarkan?. Atau mungkin yang seperti itu relatif, bisa benar dan juga bisa salah?. 

Disinilah kita sangat membutuhkan ilmu Logika. Tentu saja Logika yang betul-betul Logika. Yang memiliki hukum dan kaidah-kaidah berpikir benar, bukan Logika yang hanya dikatakan seenaknya. 

Seperti saat menanggapi atau menjawab pertanyaan, ada orang mengatakan ; "logikanya begini...dst". Kita harus bertanya, "yang kamu pakai itu Logika Non Kontradiksi atau bukan?". Biasanya ada yang menjawab "saya memakai logika, tapi bukan logika non kontradiksi". Dapat dipastikan jawabannya itu tak benar, karena tak adalagi hukum berpikir benar selain itu.

Logika adalah hukum atau kaidah-kaidah berpikir, yang mengarahkan otak kita supaya dapat berpikir benar. Tak menggunakan atau tak mengikuti hukum Logika, besar kemungkinan akan salah dalam berpikir. Salah dalam berpikir, berarti akan salah pula dalam mengartikan sesuatu. Sehingga proposisi bahasa yang disusun pun akan saling berkontradiksi.

Ada tiga prinsip dasar dalam Logika yang dinamakan prima-principia ; Prinsip Identitas, Non-kontradiksi dan Ketiadaan batas. Tak ada satupun kebenaran yang dapat diakui tanpa Prima-principia. Ini semacam alat ukur, atau alat uji yang digunakan untuk menguji kebenaran suatu proposisi.

Prinsip identitas, artinya sesuatu selalu identik dengan dirinya sendiri. Biasanya dicontohkan 'A' hanya sama dengan 'A' (dirinya sendiri). Indonesia adalah sebuah negara, ditandai dengan adanya Wilayah/ Teritori, Pemerintahan/ Pemerintah Pusat dan Rakyat. UUD 45 adalah dasar hukumnya dan Pancasila adalah dasar ideologinya. Itu identitas Negara Indonesia yang membedakannya dengan negara lain didunia.

Hti adalah organisasi yang ingin menegakkan khilafah, merubah dasar negara menjadi syariat islam berdasarkan versinya. Dan merubah sistem demokrasi menjadi sistem khilafah, yang akan menghilangkan peran rakyat. Dengan demikian berarti Indonesia dan hti adalah 2 sesuatu yang berbeda. Indonesia hanya sama dengan Indonesia, dan hti hanya sama dengan hti.

Prinsip non-kontradiksi, artinya sesuatu pasti tidak sama dengan yang bukan dirinya sendiri. Atau dapat digambarkan A tidak sama dengan B. Artinya seseorang hanya membawa identitasnya/cirinya sendiri yang tidak sama dengan ciri orang lain. Begitupun Indonesia, pasti tidak sama dengan yang bukan Indonesia.

Contohnya Indonesia memiliki pusat pemerintahan yang mengatur jalannya pemerintahan. Jika ada kepala pemerintahan lain selain kepala pemerintahan yang berkantor di Istana Negara saat ini, sudah pasti itu salah. Meskipun mereka memakai nama yang sama dan mengklaim diri lebih layak dan sebagainya, secara logika itu adalah kesalahan.

Prinsip ketiadaan batas, artinya sesuatu tidak mungkin sekaligus dan bukan sesuatu tersebut pada saat yang bersamaan. Atau dapat dikatakan A tidak mungkin sekaligus B dalam waktu dan tempat yang sama, atau sekaligus. Contohnya, Indonesia tidak mungkin sebagai hti secara bersamaan dalam wilayah dan pemerintahan yang sama.

Atau Pemerintah pusat adalah sekaligus bukan pemerintah pusat dalam waktu yang sama. Itu tentu tidak benar, karenanya prinsip ketiadaan batas meniscayakan bahwa hanya ada satu Indonesia dengan Pemerintah Pusat, bukan dua atau tiga. Juga bukan pemerintah tandingan yang dibuat dengan memakai nama Indonesia dan mengatas namakan rakyat yang sah.

###
Saya selalu kagum. Kita yang selalu lebih mencintai diri sendiri daripada orang lain, justru lebih peduli pada pendapat orang lain daripada pendapat diri sendiri. Kamu memiliki kendali atas pikiranmu, bukan kejadian-kejadian diluar sana. Sadari ini dan kamu akan menemukan kekuatan. Kata Marcus Aurelius, seorang penganut filsafat Stoa dan salah satu dari lima kaisar Roma yang baik.

Logika tidak mengajarkan manusia untuk berpikir, karena berpikir adalah sesuatu yang pasti akan dilakukan manusia. Tapi Logika mengajarkan manusia untuk memegang kendali atas pikirannya, agar mampu secara mandiri melakukan penilaian atas setiap proposisi-proposisi yang marak diobral dimedia sosial atas nama agama dan kebebasan.

Didepan hukum Logika, semua orang memiliki kedudukan yang sama. Tak ada jaminan kebenaran hanya karena seseorang adalah pejabat, tak ada jaminan kebenaran hanya karena dia kaya atau selalu juara kelas. Semua proposisi yang keluar dari lisan mereka, tak ada yang bebas nilai. Artinya semua harus dipahami dengan Logika sebelum mengatakan benar dan layak untuk diikuti.

Namun ketika itu salah sesuai kaidah-kaidah logika, maka penolakan adalah sikap terbaik yang harus diambil. Menolak bukan berarti memusuhi, menolak juga bukan berarti menjauhi. Kita masih bisa menjadi manusia yang baik dengan berlogika, dan selalu mengedepankan etika yang baik dalam pergaulan.

Sabtu, 27 Juni 2020

Sederhana, Mungkin Itu Ciri Orang Muna

Setauku dia tak pernah mau meminta fasilitas kelas pejabat tingkat atas dari kantornya. Saat banjir menyerang dan rumahnya terendam air dengan ketinggian lebih dari 1 meter. Dia tak juga meminta fasilitas negara untuk menyelamatkan diri dan keluarganya. 

Padahal lebih mudah baginya untuk meminta, tinggal menelpon dan semua bantuan serta fasilitas akan datang ketempatnya. Namun dia tetap dirumah, bersama keluarga dan warga sekitar, bahu membahu melawan banjir bekasi bulan Februari lalu. Disaat kebanyakan pejabat tidur nyaman menggunakan fasilitas mewah milik negara.

###
Ada yang tak biasa pada hari itu. Rombongan mobil hitam beriringan masuk dikomplek perumahan Vila Mutiara. Biasanya yang begitu rombongan pejabat, entah pejabat tingkat I atau tingkat II. Mereka berhenti dipersimpangan jalan Giok Raya dan jalan Intan Raya. Beberapa lelaki berpakaian hitam dengan cepat keluar dari mobil depan dan belakang, menuju mobil bagian tengah.

Setelah membuka pintu, dengan perlahan seorang wanita muncul dari balik pintu mobil yang sengaja dibuka tadi.  Wajahnya cukup familiar, kalau tak salah itu Bu Neneng, Bupati Bekasi. Hanya saja sedikit mengejutkan, semua warga Perumahan Vila Mutiara memang tau kalau itu rumah Pak Syarifuddin, salah satu Dirjen di Kementrian Dalam Negri.

Tapi tak biasanya Pak Udin kedatangan tamu pejabat dirumahnya, apalagi Bupati Bekasi. Daripada kami, sepertinya malah Bu Neneng yang lebih terkejut. Bisa-bisanya seorang Direktur Jenderal di Kementrian Dalam Negri, tinggal disebuah perumahan yang bukan perumahan elit. Yang hampir tiap tahun jadi langganan banjir Bekasi.

Itulah Pak Udin, seorang bersahaja yang hampir tiap malam selalu datang pada kami warga perumahan Vila Mutiara untuk bermain catur atau pimpong. Kami seringkali bertanya-tanya, Pak Udin kapan istrahatnya. 

Saat kami baru keluar rumah jam enam lewat dikit, beliau sudah berangkat kekantor. Sepertinya dia bangun cukup subuh untuk shalat subuh kemudian sarapan dan melakukan persiapan ke kantor. Karena berkantor di Jakarta Pusat, dan lalu lintas yang selalu macet setiap pagi, cukup masuk akal pabila dia harus berangkat lebih awal.

Selain untuk menghindari macet, mungkin beliau sudah menghitung berapa lama waktu dijalan seandainya terjebak macet, dan sampai kantor tepat waktu. Atau malah lebih dulu dari anak buahnya. Seharian dikantor sampai pulang antara jam 09.00-10.00 malam, kemudian kumpul bersama warga  pukul 10an malam. Harusnya beliau sangat lelah.

Ya, meskipun main catur atau pingpong mungkin adalah hobinya, seharusnya ada batasan dimana manusia lebih memilih istrahat daripada menyalurkan hobi. Bersama kami, Pak Udin biasanya pulang cukup larut, kadang bisa sampai jam 11an malam. Apa iya, bapak ini seorang pejabat tinggi di Kementrian sana?. 

Masa sih dizaman sekarang masih ada pejabat yang seperti itu, sebelum kekantor sarapan masakan buatan istri. Saat pulang malam, makan makanan buatan istri setelah itu kumpul-kumpul bersama masyarakat biasa, ditempat ronda pula. Bukannya kehidupan pejabat sebaliknya, mewah, berwibawah,  harus dihormati dan bergaul hanya dengan orang penting.

Seingatku Pak Udin juga tak memiliki pembantu dirumah. Artinya semua keperluannya sehari-hari disiapkan oleh sang istri. Ini juga hal yang cukup ganjil untuk seorang pejabat. Biasanya mereka memiliki pembantu, lain yang mengurus dapur, lain pula yang mengurus pakaian dan kebersihan rumah. Mana mau istri pejabat menyetrika baju atau memasak untuk suaminya. Apalagi sampai harus bersih-bersih rumah.

Pak Udin juga cukup ketat mendidik anak. Kami ingat pernah bercerita dengan anaknya. Setau kami dia anak pejabat, otomatis punya uang jajan yang lumayan gede. Ternyata tak seperti itu, untuk dapat uang jajan mereka harus bekerja. Tapi mereka masih sma, masih harus sekolah, bukannya bekerja akan mengganggu sekolah nantinya.

"Ya, kerja kan tak harus diluar rumah, didalam rumah juga harusnya bisa bekerja. Seperti cuci piring mengepel lantai, setrika baju, dan lain-lain", kata Pak Udin. Dari situ anak-anaknya kemudian mendapat uang jajan. Seperti cuci piring mendapat Rp.5000, mengepel lantai mendapat Rp.10.000, menyetrika baju tiap lembar Rp.1000, dan masih banyak lagi.

Tak gampang menjadi pejabat di Ibukota. Tantangan dan lingkungan akan membuat seseorang berada dalam keadaan terpaksa untuk meninggalkan kehidupan biasa, dan memasuki kehidupan luar biasa khas pejabat. Kami tau Pak Udin datang dari tempat yang jauh, sebuah daerah yang kami tak pernah menyangka tempat itu ada.

Biasanya orang kampung yang datang ke kota besar, akan berubah menjadi pribadi baru. Mungkin saja dikampung dia orang baik, jujur dan bersih. Setelah suasana kota merasukinya, banyak orang akan meninggalkan kebiasaannya itu. Uang, kehidupan malam dan kerasnya tekanan para mafia, akan menguras habis semua sisi kemanusiaannya. Dan hanya ada segelintir orang yang benar-benar berhasil menaklukannya.

Bagi kami, Pak Udin salah satunya. 

Mungkin kami tak pernah pergi kekantornya, kami juga tak pernah sekalipun hadir dalam acara rapatnya. Pejabat-pejabat kenalannya kami tak tau, ketemu saja enggak apalagi sempat berfoto bareng. Kami tak tau pasti bagaimana sebetulnya kehidupan kantor dan rumah Pak Udin.

Tapi kami sangat mengenal Pak Udin yang selalu senyum, selalu ramah pada semua orang, dan hampir setiap malam menemai kami bermain catur dan pingpong (tenis meja). Pernah suatu ketika seorang teman menanyakan kenapa Pak Udin tak tinggal diperumahan elit. Yang lebih mewah seperti pejabat-pejabat lain, dan tentu saja terbebas dari banjir musiman Bekasi.

Pak Udin hanya tersenyum, kemudian memberikan jawaban, "kalau saya tinggal diperumahan elit, disana tak ada yang suka main catur jam segini, tak ada juga yang suka main tenis meja seperti ini. Supaya bisa main catur dan tenis meja, makanya saya harus tinggal diperumahan Vila Mutiara ini". Dan kami semua  tertawa dibuatnya.

###
Kami mendengarnya, kalau Pak Udin akan maju sebagai Calon Bupati dikampungnya, di Muna. Semoga saja maksudnya tercapai, karena Pak Udin itu orang baik. Kata seorang bapak yang duduk bersila didepanku. 

Saya cukup lama bercerita dengannya. Dapat kuduga sebelumnya kalau beliau pasti betah duduk lama denganku. Secara dialek, tentu saja kami nyambung. Pengalaman tiga tahun hidup dibandung membuat lidahku sedikit fasih. "Haaaah, Azis, kamu dah bisa bahasa Bandung??". Gampang, tinggal kujawab "ya litel-litel".

Jumat, 26 Juni 2020

4 Hal Ini Bedakan Syarifuddin Udu Dengan Yang Lain

Muna takkan pernah maju dan berkembang hanya dengan mengandalkan APBD. Siapapun bupatinya, ketika dalam membangun daerah hanya mengandalkan dana Desentralisasi berupa DAK, DAU dan Dana Bagi Hasil, Muna takkan bisa maju. Imbasnya bagi masyarakat yaitu tak tersedia lapangan kerja serta kondisi ekonomi yang begitu-begitu saja. 

Dalam melakukan pembangunan, setiap daerah akan diperhadapkan pada dua pertanyaan mendasar. Pertama, apa yang akan dibangun?. Pertanyaan ini terkait sektor potensial yang dimiliki Muna dan dapat membawa perubahan ekonomi yang nyata pada daerah juga masyarakatnya. 

Kedua, dari mana sumber dananya?. Kalau pertanyaan pertama dapat dijawab dengan mengenali dan menggali setiap aspek yang menjadi keunggulan daerah. Maka pertanyaan kedua hanya dapat dijawab dengan mengenali jalan yang tepat serta kemampuan memilih pemandu atau penunjuk arah yang baik. 

Beberapa hari kemarin, tersebar sebuah video rekaman forum diskusi, dengan tema 'Expose Visi dan Program Cabup Muna 2020'. Sejak diunggah oleh akun facebook bernama La Piliha Maratumu, video tersebut telah ditonton hampir 6000 kali oleh masyarakat Muna. Saya sendiri ikut membagikan video itu dihalaman facebook pribadi saya.

Dari video tersebut, setidaknya ada 4 hal yang akan dilakukan Syarifuddin Udu diawal masa jabatannya, ketika dirinya diberi amanah menjadi Bupati Muna. Empat hal tersebut akan membawa perubahan besar untuk Muna. 

Pertama, mengupayakan Kabupaten Muna mendapat Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. Ini program paling mencolok, yang membedakan Syarifuddin Udu dengan calon lain dalam Pilkada Muna 2020 ini. 

Program ini tak dapat ditiru oleh lawan politiknya, dan menegaskan kelebihan serta kemampuan yang dimiliki seorang Dirjen. Tak banyak politisi di daerah yang mengetahui hal ini sebelumnya, apalagi masyarakat. Kehadiran seorang Dirjen Keuangan Kemendagri telah membuka mata masyarakat Muna, bahwa Muna seharusnya bisa lebih maju apabila mampu mendapatkan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan.

Ini juga solusi yang paling realistis untuk membangun Muna, daripada memilih mengajukan pinjaman dalam bentuk utang yang tentu saja akan sangat membebani keuangan daerah dikemudian hari. Bahkan bupati Muna saat ini mengakuinya, bahwa sangat berat melakukan pembangunan karena utang pembangunan RSUD belum dilunasi.

Dua sumber dana ini, akan meningkatkan Pendapatan Daerah. Bahkan dapat mencapai 1 Tiriliun Rupiah. Dengan dana sebesar itu, tentu saja geliat pembangunan akan makin tinggi. Banyak jalan yang akan diaspal, banyak gedung yang akan dibuat atau direnovasi, banyak jembatan akan dibuat, banyak pelatihan akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM. 

Apakah itu hanya janji seorang politisi?, tentu saja tidak. Yang perlu diingat adalah, Syarifuddin Udu seorang Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Dia tau jalannya, dia tau syaratnya,  dia tau caranya, dan yang lebih penting lagi dia tau harus berbicara dengan siapa untuk mendapatkannya.

Syarifuddin Udu tidak memberi janji, tapi memberi harapan baru bagi Muna. Tentang Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan dapat dibaca di sini :

https://azissyahban.blogspot.com/2019/12/dana-dekonsentrasi-dana-tugas.html?m=1

Kedua, mendirikan BUMD yang profesional, agar kapal penyeberangan Raha-Kendari tidak dikuasai perusahaan swasta, terutama yang dari luar Muna. Dengan BUMD, Kapal Raha-Kendari akan dikelola dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Muna.

Kenapa kita tak pernah mendengar program ini selama 15 tahun hidup di Muna. Selama kepemimpinan kepala-kepala daerah sebelumnya, belum ada yang menawarkan program seperti ini. Tapi kitapun boleh bertanya, apakah itu penting?.

Begini, semua orang Muna tau, pada waktu normal jumlah penumpang kapal cepat maupun kapal malam rute Raha-Kendari, selalu ramai. Padahal dalam sehari semalam ada empat kali keberangkatan  rute Raha-Kendari, dan penumpang selalu saja ramai, sampai ada yang tak kebagian kursi. 

Kalau jumlah penumpang kapal cepat dalam sekali jalan adalah 300 orang, dengan harga tiket Rp.120.000. Berarti, dalam sekali jalan uang dari Muna akan mengalir keluar daerah sebesar 300 x 120.000 = 36 juta rupiah. Dikali sebulan mencapai 1 Miliar 80 juta, dikali setahun menjadi kurang lebih 12 Miliar lebih sekian. 

Itu untuk satu kapal, bagaimana kalau 3 kapal?. Mungkin hasilnya menjadi 3x lipat, atau setara dengan 36 Miliar. Coba bayangkan, jika daerah lewat BUMD memiliki kapal sendiri, PAD akan bertambah puluhan miliar. Dana ini bisa digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, asal jangan dipake untuk menimbun laut.

Ketiga, mengoptimalkan potensi Perkebunan. Dengan cara menyiapkan 1000 Ha lahan tiap tahun selama tiga tahun untuk ditanami pinang.

Saya melihat ini adalah bocoran dari seorang pejabat tinggi di Jakarta, untuk komoditi perkebunan yang akan ramai kedepan. Bahkan daerah-daerah di Sumatra sampai mengganti kelapa sawit dengan pinang. Pak Syarif memberi contoh, harga pinang saat ini Rp.16.000, dalam 1 Hektar tanah dapat menghasilkan 1 ton atau 1000 Kilo pinang sebulan.

Jika semua pinang di Kabupaten Muna masuk ke pasar Nasional atau Internasional, dan dibeli oleh perusahaan luar. Artinya ada sejumlah uang yang akan mengalir masuk ke Muna. Mari kita hitung. 

1 Hektar kebun pinang menghasilkan 1 ton, harganya sekitar 16 juta rupiah. Kalau Muna memiliki 1000 Hektar kebun pinang, berarti dalam tiap bulan ada uang sebesar 16 Miliar masuk ke Muna.

Program ini tak lain untuk menarik pengusaha supaya membeli pinang dari Muna. Penyiapan lahan 1000 Ha oleh Pak Syarif bukan dalam artian pemerintah akan membeli semua tanah milik masyarakat. Tapi mengajak masyarakat supaya sama-sama menyiapkan lahan sebanyak 1000 Ha untuk ditanam pinang. Semua masyarakat dapat berpartisipasi, dari yang besar sampai yang kecil.

Bahkan sepetak tanah dihalaman rumah berukuran 3 x 1 pun bisa dipakai. Jadi semua masyarakat dapat menanam pinang dihalaman atau dikebun, dan masyarakat Muna akan mendapat manfaat ekonomi darinya.

Keempat, membangun Hotel Bintang 4. 

Hotel berbintang  dan Mall, mengapa Baubau dan Kendari punya sedang Muna tidak. Muna punya wisata, Muna daerah potensial perkebunan, Muna satu dari 3 Daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Apa semua itu belum cukup?.

Semua tergantung bagaimana Pemerintah Daerah mampu meyakinkan investor untuk masuk dan berinvestasi di Muna. Syarifuddin Udu punya itu, sebagai seorang Ahli Keuangan Kemendagri dan Komisaris PT. TransJakarta, Syarifuddin Udu cukup dikenal pengusaha hotel Indonesia. 

Kinerjanya yang baik selama memegang jabatan strategis di Kemendagri membuat para pengusaha sangat mempercayainya. Dan itu salah satu faktor penentu mereka (pengusaha) akan berinvestasi di Muna. Salah satunya dengan mendirikan Hotel berbintang 4 di Kota Raha. Dengan begitu Slogan 'Mai Te Wuna' akan lebih bermakna ajakan.

Kedepan kita tak malu lagi mengajak Mentri atau Presiden serta pengusaha-pengusaha besar untuk datang ke Muna. Karena di Muna sudah ada Hotel bintang 4 dan mereka akan nyaman dengan pelayanannya.

###
Kadangkala membeli ikan dipasar tidaklah mudah seperti yang dipikirkan. Tak cukup dengan melihat, ikan harus dipegang baru dapat membedakan mana ikan yang baik dengan tidak.

Semoga visi dan program ini dapat direspon dengan cepat oleh calon lainnya. Bukan dengan tanggapan negatif, melainkan dengan visi serta program yang lebih baik dari ini. Supaya masyarakat mendapat pendidikan politik dari prosesi Pilkada Muna 2020 ini.

Jumat, 19 Juni 2020

Keturunan Arab India

"Ya, memang betul. Kita itu ada keturunan Arab dan India", kata Almarhum nenekku Waode Suruhani. Entah sudah berapa tahun berlalu sejak beliau dengan serius mengatakan itu. Sedang kami, hanya mendengar sambil tertawa tak percaya.

Memang lewat mana darah Arab-India bisa sampai ke kami. Muna saja tidak dilewati jalur sutra, apalagi Desa Mabuti dan Desa Dana. Akhirnya saya harus mempercayai itu sebagai dongeng yang dikisahkan turun temurun. Sampai kejadian kemarin, saya kembali berpikir, mungkin betul yang dulu dikatakan nenekku.

Akhirnya saya harus membuka lembaran sejarah yang telah berdebu, tentu saja ini sangat berat buatku. Karena harus menemukan jejak-jejak yang membenarkan orang Muna dan Arab-India terikat sebuah hubungan. Masih berat, bagaimana kalau pencarian dibagi dua, mencari hubungan Muna-Arab, kemudian hubungan Muna-India.

Apakah saya harus mempelajari sejarah sampai sejauh itu, membaca dan merenungkan awal mula orang India masuk ke Nusantara. Memikirkan faktor ketertarikan orang India yang semula hanya berniat berdagang, kemudian sampai menikah dengan orang Muna. Bagaimana bisa kisah cinta mereka bersemi dalam proses sedang terjadi tawar menawar harga.

Apakah ilmu ekonomi mempertimbangkan, kalau dalam tawar menawar untuk menaikan atau menurunkan nilai jual suatu barang, ada faktor perasaan terlibat didalamnya. Sebut saja seorang pedagang India turun di Buton, setelah beberapa malam mengarungi lautan. Kerasnya angin serta terjangan keras ombak yang menggulung diantara selat bone dan laut flores, mampu dilaluinya.

Di Buton dia mendapati seorang wanita pribumi yang ingin membeli dagangannya. Karena terpesona dengan paras dan suara wanita itu, dia pun menurunkan harga barangnya. Akhirnya rasa cinta bersemi diantara mereka, jadilah seorang India menikah dengan seorang Muna. Ah, ini kisah percintaan yang sangat-sangat singkat.

Mungkin butuh kisah lain yang lebih romantis dan bernilai historis tuk menggambarkan dari mana darah India ku berasal. Setidaknya, kalaupun bukan dari para pedagang India yang tak secara kebetulan datang ke Muna, mungkin saja dari eksodus bintang sinetron India yang sengaja mampir ke Indonesia. Seperti yang sering mangkal di tv bersama Rafi Ahmad.

Dibanding mereka, sepertinya nenek moyang Shahrukh Khan masih lebih mungkin. Orang india yang masuk ke Nusantara untuk berdagang mungkin saja dari keluarga bangsawan Khan. Yang saat itu menduduki tahta kerajaan Mughal, kerajaan Islam terbesar di India saat itu. Selain bermaksud berdagang, mereka juga membawa misi penyebaran agama Islam.

Bagaimana dengan darah Arab, yang juga saya miliki?. Mungkin ini ada kaitannya dengan suatu peristiwa ketika orang-orang Hadramaut bermigrasi ke Nusantara. Sekitar abad ke 8 atau 9 Masehi, menurut seorang dosen Hubungan Internasional Universitas Padjajaran Bandung.

Ketika itu tensi politik dan keamanan di arab sana sedang tak stabil. Dimana dua dinasti besar yaitu Umayah dan Abasiyah, menganggap keturunan Nabi Muhammad Saww dapat mengganggu kekuasaan mereka. Karenanya mereka, keluarga Nabi Saww yang berasal dari Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah dikejar-kejar dan dijadikan target pembunuhan.

Dan merekapun tiba di Nusantara, berbaur dengan masyarakat asli serta berperan dalam menyebarnya ajaran islam di Indonesia. Sampai masuk ke daratan Muna dan akhirnya mempengaruhi budaya masyarakat Muna. Seperti pengunaan bahasa arab dalam ritual baca-baca, atau peringatan 3 hari, 7 hari, 40 hari dan 100 hari bagi yang telah meninggal dunia.

Mungkin itu juga ada hubungannya dengan kakek buyutku  La Huseini, yang makamnya pernah saya kunjungi di Mabuti, disekitar komplek pemakaman kakek ku. Namanya mirip dengan nama cucu nabi, Husein, anak dari Fatimah dan Ali bin Abi Thalib.

Sepertinya saya sudah membuat penelusuran cukup jauh, dan secercah cahaya sudah mulai nampak dalam pencarianku. 

Saya teringat beberapa kejadian semasa kuliah dulu, ada seseorang yang menyadari ke Arabanku dan dia seorang wanita. Sayangnya temanku sudah Kegeeran duluan, dan menyangka kalau dirinyalah yang dimaksud. Ya, meskipun temanku itu sedikit tampan, tetap saja saya masih lebih tampan daripadanya.

Beberapa hari lalu saya menemani istriku mengunjungi pasien ODGJ, atau Orang Dengan Gangguan Jiwa. Kami mengunjungi beberapa pasien dibeberapa rumah. Bertemu mereka, dan berkomunikasi dengan keluarganya untuk memberikan konseling Home Visit bagaimana merawat pasien ODGJ dengan benar.

Saat itu langit sedang mendung, hujan turun sesekali, kadang keras kadang juga hanya gerimis mengundang. Selain sebagai driver, saya juga berperan sebagai kameramen yang mendokumentasi seluruh kegiatannya dari awal keluar rumah hingga akhirnya kembali lagi kerumah.

Selama dilapangan tentu saja selalu menggunakan masker kain berwarna hitam, yang terkait cukup erat dikedua telinga dan menutup bagian mulutku. Otomatis hampir semua pasien ODGJ beserta keluarganya tak melihat keseluruhan rupaku. Tapi kuyakin mereka selalu dapat menangkap setiap pesan senyum yang kusampaikan. Buktinya mereka pun ikut tersenyum.

Waktu telah menunjukan pukul 12.00 siang, dan masih tersisa satu rumah lagi yang belum kami kunjungi. Untungnya cuaca hari itu mendung, jadi saya tak perlu khawatir kulitku akan menjadi hitam, karena memang dasarnya sudah seperti itu. 

Di rumah terakhir pasiennya seorang lelaki tua. Model rumahnya sedikit tua, rumah panggung dengan tujuh anak tangga dibagian depan berperan sebagai jalur masuk ke ruang tamu. Setelah mengucap salam, kami disambut dengan ramah oleh keluarga pasien. Umumnya mereka merasa bersyukur karena masih ada yang mau memperhatikan keluarganya.

Seperti biasa, setelah melakukan pemeriksaan tekanan darah dengan alat tensi dan memberikan konseling, kami berbincang sedikit dengan keluarga pasien. Dirumah terakhir kami cukup lama berbincang-bincang, sekalian menunggu hujan reda, yang turun dengan tiba-tiba beberapa saat lalu. Saat hampir pulang, kulihat wajah mereka yang sedikit malu menyembunyikan tawa.

Saya tak tau apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin mereka merasa ada yang aneh, karena saya menemani mereka dan membuka masker cukup lama saat sedang berbincang. Setelah sampai dirumah saya menanyakannya pada istriku, apa gerangan yang terjadi dengan mereka. Menurut penuturan istriku, mereka sebelumnya bertanya dengan penuh takjub.

"Itu suamimu ya?, Ganteng, hidungnya seperti orang Arab dan India".

Dan kamipun tertawa. Saya mungkin tak selalu membuat istriku bangga, tapi hari itu semoga dia bisa sedikit terhibur dengan sangkaan orang-orang terhadapku. Saya juga takkan menceritakan betapa banyak fansku diluar sana, biar saja itu menjadi kejutan lain dalam kehidupannya dimasa akan datang. ya, kalaupun betul terjadi.

Percaya atau tidak karena sangkaan mereka itulah saya menulis ini. Saya takkan mengatakan siapa yang bertanya tentangku, apakah mereka pasien ODGJ atau keluarganya. Itu takk penting, sama tak pentingnya  dengan apakah betul saya Arab India atau bukan.

Minggu, 14 Juni 2020

Syarifuddin Udu, Bukan Sekedar Jab

Pagi itu langit Kota Raha berwarna biru ceria, setelah beberapa hari sebelumnya mendung dari pagi sampai malam. Sepertinya ini pertanda kalau hari itu merupakan hari yang baik untuk memulai sesuatu. Karena dihari baik, tuhan biasanya akan mengabulkan hajat seseorang.

Saat matahari bergerak naik menuju titik tengah antara pagi dan malam, wajah-wajah tegang itu berubah ceria. Akhirnya, Hanura dan PDIP sepakat untuk mengusung pasangan Syarifuddin Udu dan Hasid Pedansa di Pilbup Muna tahun 2020.

Syarifuddin Udu dan Hasid Pedansa merupakan pasangan pertama yang memastikan maju dalam Pilkada Muna 2020. Dukungan full partai besar yang memberikan sepuluh kursi, guna memenuhi persyaratan Parlementary Treshold, berbaris kokoh dibelakangnya. Hanura 5 kursi yang juga ketua DPRD Muna, PDIP 4 kursi serta PPP 1 kursi.

Pengumuman itu muncul disaat yang tepat, ketika para bupati masih disibukkan mencari dukungan partai dan belum menentukan calon pendamping. Syarifuddin Udu telah mengumumkan nama pasangannya. Kemudian memastikan mendapat dukungan full PDIP sebagai partai pemenang dua edisi Pilkada sebelumnya, dan Partai Hanura sebagai pemenang Pileg 2019 lalu.

Dukungan Hanura dan PDIP telah menjadi bola panas sejak awal wacana pilkada Muna bergulir di media sosial. Beberapa kandidat beserta pendukungnya seringkali membuat klaim didepan publik, baik medsos maupun dunia nyata. Sampai akhirnya pernyataan DPC yang mendapat restu dari DPP, coba dilawan dengan menggunakan Surat Tugas.

Politik tanpa klaim sepertinya memang kurang menarik. Klaim pasti menang atau pasti mendapatkan dukungan, sudah sangat masif dilakukan dari elit sampai ke akar rumput. Hal itu sudah berlangsung beberapa bulan, yang makin lama makin membuat panas kuping masyarakat Kota Raha.

Tanda-tanda Syarifuddin Udu akan mendapat dukungan PDIP juga Hanura sejatinya sudah nampak sejak awal tahun 2020 ini. Setidaknya ada beberapa peristiwa yang turut mengkonfirmasi kebenaran hal tersebut.

Masyarakat Muna tentu saja belum melupakan surat yang dilayangkan DPC PDIP Muna ke DPP PDIP, tanggal 6 Februari 2020. Bernomor : 105/IN/DPC-74-/II/2020, Perihal : Dukungan Calon Bupati, surat itu berisi permohonan untuk tidak merekomendasikan salah satu calon sebagai calon bupati yang diusung PDIP dalam Pilbup Muna 2020.

Selain itu pernyataan pembesar PDIP Sultra yang juga merupakan salah satu Pendiri Partai PDI Perjuangan yang jadi salah satu pembicara saat sosialiasi yang dilakukan Pak Syarif di Wakuru. Dengan tegas beliau mengatakan, akan berhadapan dengan PDIP sekiranya partai yang dibesarkannya itu tak sejalan dengannya di Pilkada Muna 2020.

Yang dilakukan Hanura terasa lebih nyelekit. Lewat Ketua Tim Pilkada DPD Hanura Sultra, Muattaqin Siddiq, DPD Hanura telah memastikan akan memberikam dukungan pada Syarifuddin Udu di Pilkada Muna 2020. "Jadi, 90 persen Hanura sudah jadi milik Syarifuddin Udu, 10 persen tinggal tunggu SK,” kata Mutaqqin Siddiq di Kantor DPD Hanura Sultra, Selasa 14 Januari 2020.

Tak ada yang menyangka sebelumnya, kalau Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri betul-betul serius maju di Pilkada Muna. Entah apa alasannya, tapi kenyataan bahwa Pak Dirjen telah mendaftarkan diri di 10 (sepuluh) partai sebagai calon bupati, bukanlah hal yang seharusnya dipandang sebelah mata.

Pak Syarif tak selalu membuat heboh, dia tak membuat gerakan yang berlebihan saat menyelam dan membuat air dipermukaan bergelombang. Dia melaju dengan tenang dan elegan, namun pasti. Dia juga tak meledak-meledak saat berbicara atau menanggapi isu maupun komentar miring tentang dirinya. Semua ditanggapi dengan tenang dan tetap santun.

Karakter itu menunjukan kematangannya sebagai seorang birokrat. Yang sangat berpengalaman tampil didepan umum, dan memberikan jawaban atas tiap permasalahan yang dialami semua kepala daerah se Indonesia.

Sikap yang ditunjukan dua partai besar tersebut sejak beberapa bulan lalu, seolah memberi kode keras bagi lawan politik Syarifuddin Udu. Tak cukup hanya dengan elektabilitas untuk mendapat dukungan, tapi masih ada faktor lain yang membuat parpol lebih yakin, yaitu integritas. 

Dan Syarifuddin memiliki atribut itu, yang menggaransi bahwa semua parpol pengusung beserta koalisinya akan mendapat perlakuan lebih baik darinya. Sebagaimana yang sudah ditunjukannya selama lebih dari lima tahun menjabat sebagai Direktur Jenderal di Kemendagri yang mengurusi Keuangan Kabupaten dan Kota se Indonesia.

Pabila diibaratkan seorang petinju, Pak Dirjen adalah petinju berpengalaman yang tau pasti kapan harus melakukan Jab dan kapan saatnya melakukan Uppercut. Atau kapan saat melancarkan pukulan kombinasi. Langkah politik yang dilakukannya selama ini mungkin terlihat hanya bertahan dan sesekali melancarkan Jab ringan. Tapi itu yang harus diwaspadai dari seorang petinju berpengalaman.

Masih ingat ketika Mc Gregor melawan Mayweather?. Saat itu Mc Gregor terlihat begitu dominan dan diprediksi akan mampu mengalahkan Mayweather dengan cepat. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Mayweather terus bertahan dan mengulur waktu, sampai akhirnya meng KO Mcgregor pada ronde ke sepuluh.

Kadangkala kemenangan juga ditentukan oleh kesabaran dan pemilihan timing yang cocok untuk menyerang. Tidak menyerang membabi buta diawal, kemudian kehabisan tenaga ditengah jalan dan kalah.

Sabtu, 13 Juni 2020

Relokasi Pasar Dan PR Yang Belum Selesai

Pasar laino terbakar lagi. Setelah dua kali kebakaran di tahun-tahun sebelumnya, kejadian tahun ini adalah yang paling parah. Korbannya para pedagang pakaian, sendal dan sepatu, pedagang tekstil dan alat pecah belah serta peralatan dapur lainnya. Ada yang selamat, tapi lebih banyak barang yang terbakar menjadi arang. 

Tak ada yang tau apa penyebabnya. Namun satu hal yang pasti, setelah peristiwa itu, para pedagang tak bisa lagi membangun kios ditempat semula. Karena telah disediakan tempat baru dan mereka harus pindah untuk memulai kembali usahanya ditempat yang baru.

###
Ya, bisa dikatakan ini Relokasi. Karena telah terjadi pemindahan atau memindahkan para pedagang dari tempat sebelumnya ketempat yang baru. Ini bukan yang pertama di Raha, relokasi pasar dan pedagang telah dilakukan beberapa kali sejak tahun 60an.

Yang pertama terjadi sekitar tahun 60an, saat pasar sentral berada disimpang empat kawasan pertokoan. Tepatnya dikantor bulog Muna saat ini, tahun 2020. Relokasi dilakukan karena terjadi kebakaran hebat, yang membakar hampir seluruh pasar juga rumah sekitarnya. Dan kebakaran saat itu termasuk yang terbesar di Raha.

Dari yang dikisahkan seorang nenek penjual makanan dikawasan pertokoan kala itu, kebakaran terjadi saat malam hari. Api sangatlah besar dan sepertinya akan membakar Kota Raha. Drum-drum minyak tanah atau mungkin juga bensin beterbangan keudara seperti kembang api. 

Dia beserta beberapa anaknya yang saat itu tinggal di Jalan Sangke Palangga dekat kawasan pertokoan, sampai harus mengungsi ke gunung benyamin. Situasi saat itu sangat mencekam dan dikuatirkan skalanya akan bertambah luas, karena pangkalan minyak tanah dan solar sampai ikut terbakar. Setelah kejadian itu, pasar pun dipindahkan ketempat yang baru. 

Saya punya sedikit memori pada pasar sentral ini, karena beberapa kali diajak mama. Yang paling kuingat adalah salah satu lorong digedung utama tempat para tukang cukur/potong rambut berbaris rapi. Beberapa kali mama membawaku kesana untuk dicukur.

Masih bisa kuingat meja kaca mereka, seperti meja rias para wanita. Ada beberapa laci kecil dikiri dan kanannya, juga laci lebih besar dibagian tengah dibawah meja cukur. Diatas meja didepan kaca terdapat dua buah alat cukur, sebuah gunting dan sebuah pisau tajam bergagang hitam yang cukup mengerikan.

Seingatku, kalau saya tak salah ingat, pasar ini terbakar saat saya masih duduk dikelas tiga SD, atau sekitar tahun 1996. Banyak orang berbondong-bondong menuju pasar saat subuh, termasuk saya dan beberapa teman. Tak semua dari mereka datang untuk membantu, ada juga yang datang untuk mengambil barang para pedagang.

Saya sendiri awalnya datang hanya untuk melihat-lihat, namun sempat mengambil satu dos kecil type x yang saat itu jatuh dijalan. Saya tak tau itu barang dagangan siapa, saya pun tak tau kalau mereka sampai bertaruh nyawa untuk menyelamatkannya. Untuk para penjual yang menjadi korban saat itu, saya mohon maaf telah mengambil yang bukan milikku.

Dari situ pasar sentral kemudian dipindahkan ke daerah Laino, yang juga terbakar beberapa hari lalu. Seolah telah menjadi tradisi, bahwa selalu ada kebakaran sebelum pasar beserta pedagangnya direlokasi.

Bolehlah kiranya kita berharap sesuatu yang lebih baik akan terjadi pada relokasi pasar kali ini. Selain lokasinya yang tak berjauhan, seperti hanya menggeser pantat pada sebuah kursi kayu memanjang. Relokasi kali ini lebih terencana, karena telah ada bangunan besar nan megah yang disiapkan untuk para pedagang sebelum kios beserta barang mereka terbakar.

Relokasi harusnya menjadi harapan baru bagi para pedagang, dimana orang akan lebih ramai datang ke pasar dan kemungkinan untuk singgah dan berbelanja lebih besar. Sayangnya itu tak berjalan mulus, beberapa masalah yang dulu sempat tenggelam, dengan perlahan mulai muncul kepermukaan.

Yang paling mencolok yaitu kios atau lods yang disediakan pasar modern, ternyata tidak mencukupi jumlah pedagang yang akan dipindahkan.  Karenanya Pak Bupati kembali memberikan janji akan membangun kios/lods yang baru selama dua minggu kedepan. Terhitung sejak tanggal 7 juni, dan sampai saat ini pondasinya pun belum keliatan.

Ditempat sebelumnya sebagian pedagang memiliki lebih dari 1 kios/lods, yang memungkinkan mereka menjual beberapa jenis barang. Harapan mereka ketika pindah akan mendapatkan lebih dari 1 lods juga, tapi kenyataan itu tak terwujud. Karena untuk memenuhi jumlah kios para pedagang saja belum mampu dilakukan, apalagi memberikan lebih dari 1 kios pada seorang pedagang di bangunan utama.

Selain itu ketertiban kepemilikan lods yang tak terkendali. Sudah seharusnya satu lods dimiliki oleh satu pedagang, tapi malah ada yang double dan masing-masing memegang kunci lods yang sama. Karenanya pedagang pun mulai bersuara untuk menertibkan lods, dan semua pedagang harus memasuki lodsnya masing-masing untuk diverifikasi.

Masalah ketertiban seharusnya tidak terjadi, kalau saja sejak awal pengurus pasar telah menyiapkan sebuah tata kelola yang baik untuk diterapkan di Pasar Modern Laino. Atau paling tidak, sebelum relokasi dilakukan, supaya diselesaikan dulu pembangunan kios atau lods dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pedagang pasar.

Kenyataan tersebut seperti ikut membenarkan pernyataan Bupati Muna. Yaitu Pembangunan pasar modern yang belum sempurna. Artinya dari segi fisik bangunan dan hal-hal yang sifatnya prosedural dan administratif belum disiapkan dengan matang.

Misalnya, skenario bagaimana memindahkan pedagang korban ketempat baru. Apakah dipindahkan secara serentak atau bertahap, semua itu harusnya sudah direncanakan. Jika perpindahan serentak tak dapat dilakukan, maka alternatif lain mungkin dipindahkan sebagian dulu. Dengan catatan segala kendala dan permasalahan sudah harus diselesaikan untuk pemindahan tahap berikutnya.

Dalam penyiapan pasar modern, pemenuhan kebutuhan kios atau lods untuk menampung penjual yang direlokasi harusnya menjadi prioritas. Selain itu kebutuhan lain yaitu penyiapan lods atau kios untuk kebutuhan pedagang baru selain yang direlokasi, juga perlu disiapkan. 

Makanya ada namanya kawasan pengembangan pasar, jadi luasannya jangan pas-pasan. Kalau pas-pasan buat apa direlokasi, nanti pasti akan direlokasi lagi dengan alasan daya tampung pasar sudah tak memadai. Takutnya akan adalagi kebakaran.

###
Kiranya kita bisa merenungi kembali ucapan Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri pada tahun 2013 lalu. Beliau mengatakann begini ; "Bertahun-tahun pedagang itu membayar retribusi untuk pemeliharaan pasar, uangnya harus kembali lagi ke pasar untuk perawatan. Tapi tidak," katanya.

Selama ini para pedagang telah membayar retribusi, harusnya pengelola pasar atau dinas yang mengurusi tentang itu memberikan pengembalian berupa perbaikan sarana dan prasarana pasar yang lebih baik. Saya dan mungkin juga sebagian besar masyarakat Muna, sangat ingin apabila pergi kepasar, tak melewati jalanan tanah yang rusak dan becek tiap hari.

Semoga pasar laino makin baik kedepan, pedagang merasa aman dan nyaman saat berjualan. Lebih dari itu, mereka mendapat jaminan takkan adalagi kebakaran atau kekacauan prosedur administratif dalam pengurusan tempat berjualan. Dan semoga korban kebakaran kemarin bisa segera mendapat bantuan untuk kembali berjualan seperti sedia kala.

Pasar Laino adalah pusat perekonomian Kabupaten Muna, menjaganya berarti menjaga roda ekonomi Muna tetap berputar. Sebaliknya, merusaknya sama dengan mencoba merusak perekonomian daerah kita tercinta, Muna. 

Mari jaga Laino.