![]() |
Gambar : www.rencanamu.id |
Tak ada manusia yang tak berpikir, semua manusia pasti berpikir. Mengatakan seseorang tak berpikir, adalah penghinaan atas organ besar mirip tahu dengan berat lebih dari 1 kilogram, tersembunyi didalam batok kepalanya dan disebut otak. Yang juga merupakan pusat kendali sekaligus organ paling sensitif yang dimiliki manusia.
Mungkin kita pernah mengalami, memaksa otak untuk berpikir keras hanya karena membaca status atau komentar teman Facebook. Apalagi kalau komentar dan postingannya tentang Pemerintah, atau tentang Presiden Jokowi, atau bahkan tentang PKI. Dan serta merta otak diperintahkan untuk memberi respon, bertahan atau menyerang, dengan berbagai alasan.
Makin sering bertanya jawab, pembicaraan pun mengarah pada perdebatan. Dalam situasi saling berbalas komentar, kadang emosi muncul atau perasaan diremehkan dan mungkin meremehkan lawan bicara. Saat itu hanya ada dua jalan yang nampak didepan mata, Flight of Fight, dan otak akan dipaksa mengikuti salah satunya.
Benar, otak ternyata sesensitif itu. Sangat sensitif pada perkataan atau perbuatan orang lain, dan sangat sensitif terhadap kondisi emosi manusianya. Harusnya otak lebih mandiri dalam berpikir, tak mudah terpengaruh pada hal lain yang dapat menyebabkan terjadi kesalahan dalam berpikir kemudian salah pula dalam menyimpulkan.
Kesalahan berpikir?, tak semua orang mau menerimanya. Karena berpikir bukan tindakan atau perbuatan, yang terikat oleh norma hukum untuk dikatakan benar maupun salah. Tapi, ketika saya katakan "saya cinta Indonesia dan saya ingin menegakkan Khilafah di Indonesia". Ketika saya katakan "mencintai Indonesia", tapi saya mendirikan pemerintahan tandingan. Bagaimana?
Apakah sikap seperti itu dibenarkan?. Apa konsekuensi kalau sikap seperti itu dibenarkan?. Atau mungkin yang seperti itu relatif, bisa benar dan juga bisa salah?.
Disinilah kita sangat membutuhkan ilmu Logika. Tentu saja Logika yang betul-betul Logika. Yang memiliki hukum dan kaidah-kaidah berpikir benar, bukan Logika yang hanya dikatakan seenaknya.
Seperti saat menanggapi atau menjawab pertanyaan, ada orang mengatakan ; "logikanya begini...dst". Kita harus bertanya, "yang kamu pakai itu Logika Non Kontradiksi atau bukan?". Biasanya ada yang menjawab "saya memakai logika, tapi bukan logika non kontradiksi". Dapat dipastikan jawabannya itu tak benar, karena tak adalagi hukum berpikir benar selain itu.
Logika adalah hukum atau kaidah-kaidah berpikir, yang mengarahkan otak kita supaya dapat berpikir benar. Tak menggunakan atau tak mengikuti hukum Logika, besar kemungkinan akan salah dalam berpikir. Salah dalam berpikir, berarti akan salah pula dalam mengartikan sesuatu. Sehingga proposisi bahasa yang disusun pun akan saling berkontradiksi.
Ada tiga prinsip dasar dalam Logika yang dinamakan prima-principia ; Prinsip Identitas, Non-kontradiksi dan Ketiadaan batas. Tak ada satupun kebenaran yang dapat diakui tanpa Prima-principia. Ini semacam alat ukur, atau alat uji yang digunakan untuk menguji kebenaran suatu proposisi.
Prinsip identitas, artinya sesuatu selalu identik dengan dirinya sendiri. Biasanya dicontohkan 'A' hanya sama dengan 'A' (dirinya sendiri). Indonesia adalah sebuah negara, ditandai dengan adanya Wilayah/ Teritori, Pemerintahan/ Pemerintah Pusat dan Rakyat. UUD 45 adalah dasar hukumnya dan Pancasila adalah dasar ideologinya. Itu identitas Negara Indonesia yang membedakannya dengan negara lain didunia.
Hti adalah organisasi yang ingin menegakkan khilafah, merubah dasar negara menjadi syariat islam berdasarkan versinya. Dan merubah sistem demokrasi menjadi sistem khilafah, yang akan menghilangkan peran rakyat. Dengan demikian berarti Indonesia dan hti adalah 2 sesuatu yang berbeda. Indonesia hanya sama dengan Indonesia, dan hti hanya sama dengan hti.
Prinsip non-kontradiksi, artinya sesuatu pasti tidak sama dengan yang bukan dirinya sendiri. Atau dapat digambarkan A tidak sama dengan B. Artinya seseorang hanya membawa identitasnya/cirinya sendiri yang tidak sama dengan ciri orang lain. Begitupun Indonesia, pasti tidak sama dengan yang bukan Indonesia.
Contohnya Indonesia memiliki pusat pemerintahan yang mengatur jalannya pemerintahan. Jika ada kepala pemerintahan lain selain kepala pemerintahan yang berkantor di Istana Negara saat ini, sudah pasti itu salah. Meskipun mereka memakai nama yang sama dan mengklaim diri lebih layak dan sebagainya, secara logika itu adalah kesalahan.
Prinsip ketiadaan batas, artinya sesuatu tidak mungkin sekaligus dan bukan sesuatu tersebut pada saat yang bersamaan. Atau dapat dikatakan A tidak mungkin sekaligus B dalam waktu dan tempat yang sama, atau sekaligus. Contohnya, Indonesia tidak mungkin sebagai hti secara bersamaan dalam wilayah dan pemerintahan yang sama.
Atau Pemerintah pusat adalah sekaligus bukan pemerintah pusat dalam waktu yang sama. Itu tentu tidak benar, karenanya prinsip ketiadaan batas meniscayakan bahwa hanya ada satu Indonesia dengan Pemerintah Pusat, bukan dua atau tiga. Juga bukan pemerintah tandingan yang dibuat dengan memakai nama Indonesia dan mengatas namakan rakyat yang sah.
###
Saya selalu kagum. Kita yang selalu lebih mencintai diri sendiri daripada orang lain, justru lebih peduli pada pendapat orang lain daripada pendapat diri sendiri. Kamu memiliki kendali atas pikiranmu, bukan kejadian-kejadian diluar sana. Sadari ini dan kamu akan menemukan kekuatan. Kata Marcus Aurelius, seorang penganut filsafat Stoa dan salah satu dari lima kaisar Roma yang baik.
Logika tidak mengajarkan manusia untuk berpikir, karena berpikir adalah sesuatu yang pasti akan dilakukan manusia. Tapi Logika mengajarkan manusia untuk memegang kendali atas pikirannya, agar mampu secara mandiri melakukan penilaian atas setiap proposisi-proposisi yang marak diobral dimedia sosial atas nama agama dan kebebasan.
Didepan hukum Logika, semua orang memiliki kedudukan yang sama. Tak ada jaminan kebenaran hanya karena seseorang adalah pejabat, tak ada jaminan kebenaran hanya karena dia kaya atau selalu juara kelas. Semua proposisi yang keluar dari lisan mereka, tak ada yang bebas nilai. Artinya semua harus dipahami dengan Logika sebelum mengatakan benar dan layak untuk diikuti.
Namun ketika itu salah sesuai kaidah-kaidah logika, maka penolakan adalah sikap terbaik yang harus diambil. Menolak bukan berarti memusuhi, menolak juga bukan berarti menjauhi. Kita masih bisa menjadi manusia yang baik dengan berlogika, dan selalu mengedepankan etika yang baik dalam pergaulan.
0 comments:
Posting Komentar