Senin, 27 Juli 2020

Soppeng, Pecahnya Pemberontakan

Vila Yuliana di Soppeng
Malam minggu, ketika matahari mulai tenggelam pulang, semua panitia dikumpulkan. Berbaris melebar mengikuti badan jalan yang aspalnya tak terlalu baik. Ini terlalu mendadak, tak biasanya dewan senior mengumpulkan panitia selepas maghrib. Sedang makanan dan minuman peserta juga tamu undangan belum selesai disiapkan.

Seorang senior mengambil alih barisan. "Karena sudah menjadi tradisi, maka malam ini seluruh panitia harus melakukan Pushup sebanyak 20 kali". Katanya dengan cuek tanpa basa basi. Dia melanjutkan, "panitia-panitia sebelum kalian juga melakukannya, jadi kalian juga harus melakukannya". 

Sayangnya kata-kata itu tak cukup kuat membuat para panitia tunduk kemudian melakukan Pushup. Singkat cerita, pimpinan barisan melakukan beberapa kali penawaran, sampai akhirnya semua diserahkan pada para panitia untuk pushup, semampunya saja.

Tak ada yang menyangka, kejadian malam itu menjadi awal dari rentetan masalah-masalah yang terjadi berikutnya. Dan memicu terjadinya masalah besar yang kemudian menjadi Pemberontakan.

###
Ketika menyebut Soppeng, kata pertama yang terlintas adalah Pemberontakkan. Hal itu merujuk pada rentetan beberapa peristiwa, ketika sekelompok mahasiswa melakukan perlawanan terhadap budaya lama dalam prosesi pengkaderan. Melawan budaya sama dengan melawan arus besar, dan itu tak mudah. Ada konsekuensi dan resiko sangat besar menanti didepan, dalam kehidupan kemahasiswaannya.

Gambaran tentang itu muncul lagi ketika beberapa hari lalu seorang kawan mengajakku main kesana. Ke Soppeng?, tentu saja mau. Selain ada misi yang harus dituntaskan, saya sekalian ingin memastikan masih memiliki jiwa petualang. Dan tentu saja ingin sedikit bernostalgia dengan mengunjungi lokasi Pemberontakan itu.

Soppeng merupakan sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang tak memiliki garis pantai. Seperti Sidrap, Enrekang dan Toraja. Untuk kesana dapat menempuh jalur darat dari Makassar, melewati jalur pesisir barat Sulawesi Selatan. Melewati 3 Kabupaten ; Maros, Pangkep dan Barru. Atau lewat jalur tengah, jalur pegunungan berkelok yang berbatasan dengan jurang. Namanya Camba.

Saya mengenal soppeng lewat 3 hal unik ; Kelelawar, Danau Tempe dan Vila Yuliana. Sampai saat ini saya tak tau apa hubungan ketiga objek wisata tersebut. Tapi saya cukup penasaran dengan taman kelelawar dan Vila Yuliana. 

Vila Yuliana merupakan sebuah Vila tua yang dibuat pada zaman belanda, konon dibuat untuk menyambut kelahiran anak ratu belanda. Karenanya nama villa diambil dari nama anak ratu belanda saat itu, Juliana Louise Marie Wilhelmina van Oranje-Nassau. Ada dua versi mengenai tahun pembuatannya, antara tahun 1900 dan tahun 1906.

Saat masa penjajahan kolonial belanda di Nusantara, Villa Yuliana salah satu tempat yang dijuluki “Buitenzorg”. Atau tempat yang damai selain Bogor, Malang, dan Kaliurang. Letaknya didataran tinggi, memang sangat cocok menjadi tempat peristrahatan kaum bangsawan, atau Ratu Belanda kala itu.

Sedangkan taman kelelawar, merupakan Landmark yang telah menjadi branding wisata Kabupaten Soppeng. Sebuah tempat dimana kelelawar bergelantungan dikala siang, dan berkeliaran disaat malam. Di Soppeng inilah orang-orang tak perlu masuk goa hanya untuk melihat bagaimana kelelawar tidur sambil bergelantungan.

Saya coba berpikir sejenak, antara Kelelawar dan Vila, biasanya ada sebuah kisah misterius. Coba pikir-pikir kembali, dan mungkin pikiran kita akan sama tentang suatu hal. Ya, manusia kelelawar. Dalam banyak film dan cerita, manusia kelelawar biasanya diidentikkan dengan Drakula. 

Mungkinkah ada kisah drakula di Soppeng?. Atau ada cerita rakyat zaman dahulu, dimana terjadi pembunuhan di Kota Watansoppeng dan korbannya menunjukan ciri-ciri kehabisan darah?. Atau mungkin juga ada kaitannya dengan perlawanan kerajaan Soppeng terhadap penjajah?.

Saya teringat film berjudul Dracula Untold, yang diangkat dari karya seorang novelis Irlandia bernama Bram Stocker Dracula. Film yang rilis tahun 2014 silam itu menceritakan perlawanan seorang raja bernama Vlad Draculea atas dinasti ottoman. Perlawanan sang raja dimulai ketika dinasti ottoman meminta upeti tambahan dari yang selama ini dibayarkan sang raja.

Upeti tambahan itu berupa 1.000 anak laki-laki dari kerajaannya, yang akan dilatih menjadi Jenissaries. Dalam sejarah, dinasti ottoman turki pernah memiliki sebuah korps pasukan elit yang ditakuti di eropa namanya Jenissaries. Dan sang raja Vlad, adalah salah satunya. Tak sepakat dengan permintaan itu, sang raja justru menawarkan dirinya sebagai ganti 1000 anak lelaki.

Malang bagi sang raja, tawarannya tak diterima. Malah Sultan Mehmed meminta supaya anaknya menjadi tambahan bagi 1000 anak laki-laki yang dimintanya. Menyadari kekuatan tempur yang tak sebanding, atas perang yang dipaksakan karena perlawanannya pada permintaan Sultan Mehmed. Vlad kembali menuju gua di Gunung Broken Tooth seorang diri untuk meminta bantuan Vampir.

Akhirnya sang Vampir bersedia memberi kekuatan pada sang raja. Karena kekuatannya tersebut, Vlad menjelma menjadi awan kelelawar dan membantai seluruh pasukan yang dikirim Sultan Mehmed tanpa sisa. Setelah itu Vlad harus memenuhi takdirnya, untuk selalu meminum darah manusia demi menjaga kekuatan vampirnya. Dan untuk menghindari kecurigaan masyarakat juga bawahannya, diapun memilih tinggal disebuah kastil.

Apa yang ada di Soppeng dan ada dalam film itu?. Ya, Goa vampir disebuah gunung, kelelawar, vila dan perlawanan. Ditambah sebuah situasi yang terjadi saat itu juga cocok, yaitu perlawanan atas penjajahan kompeni. Apakah peristiwa seperti itu mungkin terjadi didunia nyata?. 

Sayangnya tidak mungkin. Karena ada perbedaan sangat mencolok antara kelelawar penghisap darah dan kelelawar pemakan buah. Dan kelelawar yang terdapat ditaman kalong Kota Watan Soppeng adalah jenis kelelawar pemakan buah, bukan jenis kelelawar penghisap darah yang selalu tinggal dalam gua.

Jadi dapat dipastikan, dengan melihat kelelawar, vila dan puncak-puncak gunung di Soppeng, tak ada kisah Vampir atau Drakula. Kecuali kalau Kelelawarnya sudah hijrah, dari yang sebelumnya mengisap darah, menjadi pemakan buah. Dan si kelelawar akhirnya sadar, kalau darah haram hukumnya untuk dikonsumsi. Makanya mereka beralih ke makan buahan saja yang lebih halal.

Para Panitia Yang Menolak Pushup
Ah, lupa. Diawal tadi saya membicarakan pemberontakan. Sebenarnya ketika peristiwa itu terjadi, sayapun tak berada di TKP. Kalau tak salah ingat, saat itu saya sedang tidur, dan tak menyaksikan langsung peristiwa banting membanting. Entah bagaimana ceritanya, kejadian itu kemudian membuat marah banyak pihak.

Saya pun cukup penasaran, apa sebenarnya yang ketika dibanting dapat membuat marah banyak orang. Karena banting-bantingan kursi dan juga meja, sudah menjadi kejadian biasa bagi Mahasiswa Makassar. Tak ada yang spesial atau salah dengan itu. Itu semacam bumbu penyedap bagi perdebatan dalam sebuah forum diskusi atau rapat Mahasiswa Makassar.

Related Posts:

0 comments: