Neuroplanologi - Bahagia Untuk Menjadi Kuat

Kota Bahagia adalah Kota yang mampu memberikan kebahagiaan bagi warganya. Saya ingin memulainya dari defenisi yang sederhana tentang Kota Bahagia, sesederhana yang saya pikirkan tentang jalan kebahagiaan.

Urbanisasi dan Masyarakat Kota

Urbanisasi muncul karena ada kebutuhan, begitupun dengan kota sebagai sebuah peradaban. Kota lahir karena kebutuhan, bukan secara alamiah, melainkan dibentuk dengan sengaja oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Neuroplanologi - Jalan Menuju Kota Bahagia / Happy City

Mungkin sudah saatnya sebuah pendekatan baru lahir, dengan memadukan disiplin Planologi dan Neurosains untuk mewujudkan sebuah kota yang bahagia. Dengan kajian yang lebih fokus membahas sebuah perencanaan yang lebih memberikan pengaruh terhadap saraf otak dan membuat manusia lebih bahagia. Semoga tak terlalu dini, saya ingin menyebutnya sebagai NEURO PLANOLOGI.

Silverqueen - Berhenti Menangis

Selalu ada kisah haru pada malam-malam disaat musim hujan yang pernah kita lalui bersama. Kau disana, dan aku disini, hanya kita berdua. Belum cukup setahun kita kenalan, tapi rasanya sudah bertahun-tahun kita berteman. Sangat akrab, dan kau selalu saja buatku rindu.

Pak Udin, Penjaga Tradisi Suku Bajo Mola di Wakatobi

Pak Udin merupakan seorang Suku Bajo yang berasal dari Mola, pemukiman suku bajo terbesar didunia yang berada di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Layaknya suku bajo yang selalu dikatakan dalam berbagai literatur, pak udin sangat menggantungkan hidupnya pada laut.

Selasa, 28 April 2020

Muara Kerinduan

Memasuki Tahun 2000 Tugu Jati ini dibongkar
Sudah berapa jauh kau berjalan?, mengelilingi dunia?. Mungkin kau telah menghubungkan 2 titik jauh dipermukaan Bumi, Timur dan Barat. Tapi ada satu tempat yang kan selalu buatmu rindu. Yang mungkin butuh setahun sekali bagimu untuk datang, atau ketika rindu pada seseorang telah menjalar dan menggerogoti seluruh tubuhmu. 

Tempat itu namanya Kampung Halaman.

Ketika pembicaraan tentang kampung halaman mulai ramai, itu tandanya Ramadhan telah datang, atau pertanda akan datangnya Idul Fitri. Kedua momen tersebut dianggap sebagai waktu paling pas untuk pulang kampung, atau mudik setelah sepanjang tahun disibukkan aktifitas kerja yang padat dan melelahkan.

Kampung, biar lebih memudahkan bagaimana kalau kita menyebutnya asal, atau daerah asal untuk menunjukan identitas kedaerahan. Tatkala Ibn Khaldun membahas tentang asal dan peradaban manusia, maka lahirlah istilah Tamaddun atau yang saat ini lebih kita kenal dengan Urbanisaai. Yaitu perpindahan penduduk dari daerah asal ke daerah urban.

Bagi para perantau, untuk memahami kampung tak perlu defenisi atau teori khusus. Perantau biasanya lebih memahami kampung tanpa penjelasan panjang lebar. Mereka dapat merasakan sendiri makna kampung lewat air mata yang tanpa sadar menetes dimalam Idul Fitri atau pembukaan Ramadhan.

Kampung merupakan asal mula peradaban, sebelum berubah menjadi Kota dan kebutuhan dasar manusia berubah ketahap yang lebih tinggi. Karena kampung terjadi perpindahan penduduk, baik yang bermukim maupun sekedar perpindahan aktifitas untuk mencari penghidupan yang lebih layak.

Ada banyak alasan orang-orang pergi meninggalkan kampung. Ada yang pergi dan pulang dalam sehari, ada yang dalam kurun waktu tertentu dan ada juga yang tak pulang-pulang. Biasanya Pendidikan atau Pekerjaan yang menjadi alasan paling mendasar orang untuk pergi meninggalkan kampung halaman.

Pada kasus tertentu, ada juga kampung yang tak ditinggalkan. Sebaliknya, malah kampunglah yang meninggalkan penduduknya. Itu biasanya terjadi pada kota yang mengalami perkembangan cukup cepat. Dan dalam waktu singkat telah merubah kondisi lingkungan serta daerah sekitarnya. Akibatnya area perkampungan berubah menjadi area perkotaan, yang menghilangkan identitas aslinya.

Itu semua karena kebutuhan. Kampung berubah menjadi kota, karena kebutuhan keamanan, kenyamanan dan kemudahan. Pun begitu dengan para perantau yang pergi kemudian tinggal menetap di kota. Karena kondisi perkotaan yang nyaman, aman dan memudahkan dalam memperoleh kebutuhan hidup. Dan itu tak didapati dikampung. 

Kampung selalu diidentikan sebagai lingkungan tak bersahabat yang tak dapat memenuhi semua kebutuhan. Segala fasilitas dan kemudahan yang selalu ditawarkan kota malah tak ada. Jaringan internet yang cepat dan sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat kota, tak dijumpai dikampung.

Akibatnya, gambaran tentang kampung terpahami dengan teori Oposisi dan Kontradiksi. Yaitu gambaran sebuah lingkungan yang berbanding terbalik atau bertentangan dengan daerah urban. Meskipun begitu, kampung halaman selalu saja memiliki tempat yang istimewa, yang memiliki daya tarik untuk selalu dirindukan.

Dizaman ini, disaat dunia menuju arah yang semakin modern, disaat daerah-daerah perkampungan dipinggiran kota secara perlahan berubah menjadi kota. Kebutuhan akan suasana kampung malah semakin tinggi. Cara pandang masyarakat Kota akan kampung yang berkebalikan dengan lingkungan Kota, membuat kampung dianggap menjadi tempat untuk mengistrahatkan kembali tubuh dari penatnya kehidupan kota.

Pada anak-anak di kota pun begitu. Lingkungan yang serba sempit mengakibatkan kurangnya ruang bermain untuk anak. Ruang bermain yang kurang dan terbatas akan menghambat perkembangan daya kreatifitas mereka. Akhirnya liburan akhir pekan ke luar kota, menuju wahana bermain yang disesuaikan dengan kehidupan kampung, menjadi alternaif paling baik untuk dilakukan.

Pada masyarakat yang serba modern juga. Segala kemudahan yang diberikan kota dengan lingkungan yang sumpek dan kondisi udara penuh polusi membuat perasaan nyaman mereka mulai terusik. Disaat perkembangan kota mencapai batasnya, dimana ruang-ruang publik dan ruang terbuka hijau semakin sedikit, maka kerinduan suasana kampung pun akan muncul.

Saya teringat acara tv di saluran Discovery Chanel. Ada beberapa reality show yang menawarkan gaya hidup survival bagi masyarakat kota dan kadangkala artis di Amerika. Ada yang berpasangan, ada juga yang sesama jenis dan Malah ada yang sangat extrem, dimana mereka tinggal disebuah hutan dengan tak memakai selembar kain dibadannya.

Tentu saja saya tak ingin bercerita tentang itu disini, karena sekarang lagi bulan ramadhan dan semua orang islam sedang berpuasa. Tapi, bukannya puasa itu tentang menahan diri?, artinya kalau tak ada yang ditahan berarti sama dengan tak puasa, iyakan?. Kalau saya ceritakan sedikit saja, mungkin akan ada yang penasaran dan dirinya menahan hasrat untuk mencari tau. Pada saat itulah puasanya akan diuji, mampu menahan atau tidak. Hehe.

Dalam acara Survival tersebut, seorang lelaki dan seorang wanita dilepas disebuah hutan, hanya diberikan sedikit peralatan untuk bertahan hidup. Yang biasa saya lihat mereka akan diberikan pisau juga tempat air, dan mereka berpakaian normal layaknya manusia biasa yang sedang terdampar disebuah pulau atau hutan. Dengan itu mereka akan mencari kebutuhannya dan bertahan hidup sampai hari yang ditentukan.

Acara itu sangat diminati. Bahkan untuk acara serupa yang terdiri dari sepasang lelaki dan perempuan, atau sesama lelaki yang disimpan disebuah hutan dengan pinggang terikat tali sepanjang hampir 2 meter, juga banyak peminatnya. Selain itu, ada juga kisah beberapa keluarga di  perkotaan di eropa, yang memilih meninggalkan kota dan menyewa tanah disebuah pulau terpencil. Kemudian mereka memulai hidup dari awal lagi, dengan bertanam dan beternak.

Ada yang lebih mengagumkan, yaitu pemilihan jenis wisata oleh para turis atau wisatawan mancanegara. Objek wisata yang menyajikan kebudayaan lokal atau mengajak wisatawan berbaur dengan tradisi lokal sangat diminati. Para wisatawan sangat senang dengan jenis wisata yang membuat mereka merasakan kembali suasana kampung. Tak ada kemudahan, tak ada transportasi massal, dimanapun mereka berjalan, senyum ramah dan sapa hangat penduduk kampung membuat mereka bahagia.

Mungkin ini terdengar sumbang, tapi saya tetap ingin mengatakan kampung merupakan daerah asal, dimana lingkungan masih belum berubah seluruhnya dan kehidupan manusianya masih belum berubah modern. Ada senyum disana, yang jarang ditemui di perkotaan ketika orang-orang berpapasan saat dijalan. 

Ada sapa hangat yang keluar dari bibir para orang-orang yang tulus, bahkan akan selalu membuka rumahnya untuk dikunjungi. Dan para anak-anak masih senang main disungai, sawah, hutan atau kebun-kebun. 

Kampung merupakan asal mula peradaban manusia. Dari sana semua berawal dan dari sana semua bermula. Semua orang memiliki kampung dan akan selalu rindu kampung. Bahkan bagi orang yang lahir di Kota, diantara gedung-gedung tinggi pencakar langit. Dia juga memiliki kampung, dan akan selalu hadir dalam dirinya kerinduan untuk kembali ke kampung (asal).

Karena kerinduan itu maka tuhan menciptakan Idul Fitri. Yaitu waktu untuk manusia kembali ke fitrahnya, kembali ke asal mula keberadaannya. Asal mula memorinya menyimpan rekaman tentang manusia dan alam semesta. Tentang keluarga dan lingkungannya, juga tentang bagaimana dirinya ketika awal kehidupan dan belum mandiri secara tindakan dan pikiran.

Orang tua kita dalam tafsir Al Quran, Quraish Shihab, menjelaskan makna Idul Fitri. Dimana Id dari kata Idul, dapat diartikan sebagai kembali ke asal kejadian kita. Mungkin terkesan horor pabila diartikan kembali ke pencipta. Maka mari kita ambil makna yang lebih ringan, yaitu kembali ke asal mula kehidupan kita, kampung halaman.

Karena kembali ke asal adalah fitrah manusia, maka kembali ke kampung juga adalah fitrah. Mungkin seperti itu. Ada baiknya saya mengutip yang dikatakan guru kita  Dr. Mustari Mustafa. Beliau mengatakan "Fitrah seorang manusia adalah pasti kembali kepada masa di mana awal mula dia ada atau dilahirkan. Dan termasuk pula kebiasaan pulang kampung halaman adalah fitrah".

Karenanya Allah telah menyiapkan bulan suci Ramadhan untuk dijadikan sebagai ajang latihan menahan diri dan mensucikan diri. Supaya ketika kita kembali ke asal, kita telah menjadi orang yang bersih dan suci. Meskipun begitu, saya tak ingin membebani para pemudik dengan label suci, takut saja ketika dikampung mereka akan berbuat sesuatu yang mencoreng kesucian itu, hehe.

Saya ingin mengutip potongan puisi kerinduan dari Maulana Jalaluddin Rumi. Yang menggambarkan bagaimana perihnya seruling bambu yang ingin kembali kerumpunnya, atau asalnya, atau kampung halamannya.

Sejak direnggut aku dari rumpunku dulu,
ratapan pedihku telah membuat
berlinang air-mata orang.

Kuseru mereka yang tersayat hatinya
karena perpisahan. Karena hanya mereka yang pahami sakitnya kerinduan ini.

Mereka yang tercerabut dari tanah-airnya
merindukan saat mereka kembali.

Dalam setiap pertemuan,
bersama mereka yang tengah gembira atau sedih,
kudesahkan ratapan yang sama.

Semoga Corona cepat berakhir. Jangan lupa pakai masker, jaga jarak, jangan kumpul-kumpul dan lebih baik lagi supaya Tinggal di Rumah.

Jumat, 24 April 2020

Corona dan Tradisi Kita

Ramadhan telah tiba dan Mulai hari ini umat muslim di Indonesia akan melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Mungkin puasa tahun ini akan lebih berat, karena serangan virus Corona atau Covid 19 masih belum mereda. Atau mungkin juga ibadah akan terasa hikmat, manakala pada 1 Syawal nanti penyebaran Covid 19 telah berhenti.

Dan masyarakat Indonesia akan betul-betul merasakan kemenangan yang sesungguhnya, hari kemenangan yang ditandai dengan 1 Syawal.

###
Pagi itu saya sedang dirumah orang tua, tak lama setelah kedatanganku datang pula 2 orang perempuan paruh baya. Kutau mereka berdua adalah keluarga, tapi tak tau ada keperluan apa sampai mereka datang kerumah bapak. Saya pun harus menghentikan obrolan pagi bersama bapak, untuk menghormati mereka yang datang karena ada keperluan.

Dari obrolan mereka yang berlangsung singkat, saya jadi tau kalau ada sesuatu yang sedang dipersiapkan. Yaitu melakukan ziarah bersama oleh semua keluarga Mabuti, ke makam para orang tua di Mabuti, kampung lama. Ini rutin dilakukan setiap tahun oleh keluarga Mabuti yang tersebar didalam Kota Raha dan beberapa kecamatan lain.

Saya beberapa kali ikut rombongan, dan merasakan sendiri begitu kuatnya tali kekeluargaan yang telah terikat sejak sekian lama. Mungkin sejak 3 generasi diatasku, sejak era kakek dari bapakku. Kini kampung Mabuti telah tiada, menurut cerita telah terjadi perpindahan besar-besaran pada tahun 1950an. Dan penduduk kampung Mabuti saat itu berpencar dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Muna.

Ziarah kubur merupakan salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat Muna menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Ziarah kubur dilakukan untuk mengingat kembali para orang tua, saudara, teman dan kenalan lain yang telah pergi mendahului kita. Juga mengirim doa buat mereka di alam sana.

Saat ziarah kubur dan memanjatkan doa, orang Muna biasanya sekaligus meminta kepada tuhan (kakawasa dalam bahasa Muna nya) supaya keluarga diberikan rejeki dan umur panjang. Hal ini yang seringkali digugat para aktivis keagamaan, dengan melabelinya sebagai musyrik dan syirik, atau bahasa asing lain yang saya pun tak tau artinya. 

Saat memasuki Ramadhan semua rumah akan sibuk, ada dari mereka akan ke pasar untuk membeli persiapan baca-baca sejak pagi. Beberapa bahan makanan yang hampir tak pernah absen dari daftar belanja adalah pisang raja, beras ketan juga beras merah, kelapa parut, janur kuning (bale dalam bahasa Muna), gula merah, minyak kelapa, telur ayam kampung dan ayam kampung.

Beras ketan untuk membuat waje dan cucur, juga sebagai bahan utama membuat lapa-lapa, dicampur beras biasa dan sedikit beras merah. Janur kuning atau bale, digunakan tuk membuat lapa-lapa yang isinya terdiri dari beras, beras ketan, beras merah dan santan kelapa yang dimasak setengah matang. Kemudian diikat dan dimasak dalam bejana besar berisi air sampai matang, dan airnya berwarna coklat.

Bale juga dipakai untuk membuat ketupat. Sedangkan ayam kampung disajikan dalam beberapa macam ; digoreng, dimasak dengan bumbu kaowei (kering atau berkuah) dan dimasak parende. Yang terakhir itu favoritku, kuahnya khas Muna, akan lebih sedap kalau ditambahkan jeruk nipis dan cabe rawit. 

Tiap jenis makanan disajikan dalam piring yang diletakkan pada sebuah talang besar, kemudian ditutup. Setelah itu oleh seorang modhi dilakukan baca-baca, dengan menggunakan ayat-ayat pendek dan doa dalam bahasa arab. Dalam baca-baca juga biasanya terdapat dupa, menggunakan gula pasir atau kulit langsat kering ditabur diatas barah api atau arang pada sabut kelapa. Dan mengeluarkan aroma yang  harum.

Tradisi menyambut ramadhan biasanya cukup sakral. Tak melakukannya sama dengan melawan tradisi. Dalam keyakinan orang Muna, arwah leluhur biasanya akan sedikit kecewa pabila kuburannya tak diziarahi dan dibersihkan, apalagi tak dikirimkan doa. Efeknya bisa menyebabkan makanan tak matang saat dimasak, atau membuat anak kecil sakit.

Ini mengingatkanku pada sebuah buku kecil yang pernah kubaca saat kuliah dulu. Judulnya Petualangan Setelah Kematian, ditulis oleh Najafi Qucani. Dalam buku itu disebutkan bahwa, mereka yang telah meninggal masih melakukan perjalanan dialam berikutnya, dan mereka sangat membutuhkan kiriman doa dari keluarga yang masih hidup didunia. Doa yang dikirimkan akan mewujud menjadi sesuatu yang akan sangat membantu mereka dalam perjalanannya.

Disebutkan bahwa, selain Al Fatihah, ada 2 doa yang akan memberikan bantuan bekal sangat besar pada orang yang telah meninggal saat mengarungi perjalanan di alam sana. Doa tersebut merupakan 2 surah dalam Al Quran, yaitu Surah Al Insan dan Surah Al Dukhan. Seperti sabda Nabi Besar Muhammad Saww "Dalam perjalanan, semakin banyak bekal semakin lebih baik".

Pada momen ini para Modhi atau pembaca doa, akan sangat sibuk melayani panggilan baca-baca dari banyak orang. Dari sore sampai malam saja mereka bisa melayani sampai 10 rumah. Tak dapat saya bayangkan betapa sibuknya para modhi. Tapi saya juga penasaran dengan kekuatan lutut yang mereka punya, karena biasanya para modhi adalah sepuh yang berumur diatas 50 tahun.

Ada yang berbeda dengan Ramadhan tahun ini, kuburan jadi lebih sunyi dari para peziarah. Ziarah bersama yang telah direncanakan sangat matang dengan terpaksa harus dibatalkan. Tak ada rombongan yang menuju kampung lama, dan komplek pekuburan mabuti pada ramadhan kali ini, tak berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya.

Corona membuat orang tinggal dirumah, tak perlu keluar rumah jikalau tak ada urusan mendesak. Corona melarang aktifitas sosial atau kumpul-kumpul untuk memutus laju penularan virus, dalam aturan Social Distancing. Corona juga mengharuskan setiap orang menjaga jarak dari orang lain supaya virus tak mudah berpindah, lewat aturan Physical Distancing.

Semua itu bertentangan dengan tradisi masyarakat menyambut ramadhan. Dimana orang harus keluar untuk ziarah, harus ketemu keluarga untuk bersilaturahmi dan saling berjabat tangan untuk saling memaafkan. Tapi untuk saat ini hanya itu cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan laju penularan virus.

Virus Corona atau Covid 19 adalah bencana yang nyata. Ada ratusan orang yang positif setiap harinya dan korban jiwa telah mencapai angka 600 an jiwa. Penularannya yang sangat cepat membuat masyarakat disemua lapisan harus selalu waspada. Keberadaannya yang belum menunjukan tanda-tanda akan berhenti membuat banyak orang merasa terancam.

Untuk kali ini, setelah ratusan tahun lamanya tradisi tak dilakukan. Untuk kali ini, setelah berlalu beberapa generasi tradisi tak dapat mempersatukan. Yang jauh tak bisa mendekat dan yang dekat tak dapat merapat. Masyarakat Muna untuk sementara harus melepaskan tradisi dan memasuki ramadhan tanpa euforia tradisi yang mempersatukan.

Sayang bagi lapa-lapa, ayam parende, telur rebus, waje dan cucur serta pisang raja, yang harus melewatkan lantunan doa serta dzikir para modhi dari balik penutup talang besar. Tak ada wangi khas dupa kulit langsat, yang aromanya menyebar kesegala penjuru ruangan lewat kepulan asap dari sabut kelapa yang terbakar arang.

Ramadhan kali ini begitu sunyi, dimasuki secara diam-diam seperti tanpa permisi. Semoga arwah para leluhur dapat memaklumi, karena inilah cara untuk menyelamatkan masyarakat Muna dari penularan Covid 19. Bukan untuk melawan tradisi, hanya sedikit merubah kebiasaan. Dari yang sebelumnya berdoa di makam, saat ini dapat dilakukan dari rumah saja.

Semua kepala keluarga atau anak laki-laki dalam keluarga, mungkin harus mengambil tanggung jawab dan peran lebih besar. Untuk menggantikan tugas modhi dan menjadi pembaca doa bagi keluarganya masing-masing. Dan ini mungkin hikmah dari balik serangan corona yang datang saat pembukaan ramadhan tahun ini.

Menjadi Modhi Tuk Keluarga
Para anak muda seharusnya menjadi Benteng Tradisi Kebudayaan daerahnya. Melindungi tradisi dan budayanya dari serangan kelompok-kelompok yang ingin mengimpor budaya arab ke Nusantara. Para anak muda dituntut mempelajari tradisi dan budaya leluhur, kemudian memberi penjelasan lebih rasional pada masyarakat dan kaum muda lainnya.

Kedepan mungkin banyak Modhi baru yang akan muncul, dan kebutuhan akan modhi dalam kota akan tercukupi. Tiap rumah tak perlu menunggu lama untuk melaksanakan baca-baca karena seorang modhi harus melayani beberapa rumah yang jaraknya daling berjauhan.

Semoga kita melewati ramadhan dengan hati yang baik dengan tetap peduli pada para korban covid 19. Mendokan mereka adalah kebaikan, dan kebaikan yang dilakukan dibulan Ramadhan akan memberikan hadiah besar bagi kita semua. Tak ada yang tau apa gerangan hadiah besar itu, semoga semua terjawab pada 1 Syawal nanti.

Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga negri ini diberikan karunia berupa kemenangan melawan virus corona. Semoga tak adalagi korban jiwa meninggal karena corona, dan yang dalam perawatan diberikan kesembuhan. Dan jangan lupa mengirim doa buat para leluhur serta orang tua yang telah lebih dulu berpulang dialam sana.

Al Fatihah... 

Selasa, 21 April 2020

Pakai Masker!! Berhenti Jadi Jagoan

Dalam pemetaan zona penyebaran virus corona se Indonesia, Kabupaten Muna mendapat Zona Merah. Hal itu ditetapkan beberapa saat setelah hasil tes swab diumumkan. Yang menyatakan ada 7 orang positif terjangkit virus corona atau Covid 19 di Kabupaten Muna, dan semuanya berada didalam Kota Raha.

Kota Raha pun gempar, grup-grup WA menjadi sangat ramai dan informasi menyebar sangat cepat tak terkendali. Entah darimana asalnya, nama-nama 7 orang tadi tersebar tanpa disensor, tanpa ada yang berani bertanggung jawab atas kebenarannya.

Pagi tadi saya keluar untuk mengisi galon, kulihat ada pemandangan yang tak biasa dijalan-jalan. Para pengendara motor kelihatannya mulai banyak yang gunakan masker. Entahlah mereka mulai sadar akan bahaya corona, atau hanya sedang istrahat dari bermain pendekar-pendekaran.

Sepertinya menjadi pendekar atau jagoan adalah peran yang paling ingin dimainkan oleh setiap orang, terutama para anak muda. Layaknya film-film laga, dimana seorang pendekar tak pernah takut dan selalu tampil berani saat yang lain sedang waspada atau ketakutan. Dan hari ini saya tau, kalau pendekar atau jagoan juga harus istrahat.

Mungkin karena Pemerintah sudah menutup tempat-tempat umum, yang senantiasa menjadi panggung dan tempat berkumpulnya para pendekar dalam memamerkan kehebatannya. 

Masker bukan atribut siapa pendekar dan siapa rakyat biasa, masker juga bukan penanda siapa yang sehat dan siapa yang sakit. Menggunakan masker bukan berarti kamu lemah, dan tak menggunakan bukanlah cara supaya kamu terlihat kuat.

Disaat seperti sekarang ini, menjaga orang-orang terdekat adalah kewajiban bersama. Kalau tak bisa menjaga secara langsung, selalu ada kesempatan bagi kita untuk menjadi pahlawan dari kejauhan. Percayalah, kalau menggunakan masker adalah salah satu cara untuk menjaga dan melindungi orang-orang.

Ada hal berbeda antara orang yang menggunakan masker dan tidak, terutama ketika bertemu orang-orang. Dan itu akan mempengaruhi persepsi mereka tentang kamu. Orang yang selalu menggunakan masker akan memberi rasa aman bagi orang lain. Setidaknya yang lain tau kalau kamu lebih menjaga diri, dan tidak membahayakan mereka.

Sebaliknya, jika tidak memakai masker, akan memberikan rasa was-was dan membuat orang lain merasa terancam dengan keberadaanmu. Semua karena masyarakat saat ini sudah punya pemahaman tentang virus corona, bagaimana penyebarannya dan bagaimana upaya-upaya kecil untuk menghindarinya.

Bukankah kebersihan adalah sebagian dari iman?. Kalau begitu ini saat yang paling tepat tuk menunjukan bahwa kamu adalah orang beriman, dengan senantiasa menjaga kebersihan dirimu. Dan menggunakan masker adalah salah satu upaya menjaga kebersihan. Setidaknya orang-orang tau kamu bukan orang kotor yang membawa kotoran.

Jadi pakailah selalu masker ketika akan keluar rumah. Apalagi kalau keluar cukup jauh kejalan raya dan sampai terlihat orang banyak. Lebih penting lagi untuk tidak keluar rumah jika bukan urusan mendesak atau sangat penting. Kasian orang lain yang melihat, mereka akan merasa terancam.

Bukankah kita ingin menjadi pahlawan?. Maka jadilah pahlawan yang keren seperti Spiderman. Dia menyelamatkan banyak orang dari balik topeng yang menutupi wajahnya. 

Rabu, 15 April 2020

My Story

Lampung di Sumatera, Pontianak di Kalimantan, Manokwari di Papua, Jogjakarta di Pulau Jawa, semua pernah kusinggahi. Kalau kuingat sebuah acara tv yang hits beberapa tahun lalu, Jejak Petualang, mungkin seperti itu juga kisahku kala itu. Sangat bersemangat, bahkan Afrika sekalipun akan kudatangi seorang diri kalau memang ada alasan kerjaan untuk kesana.

###
Beruntung akhinya saya bisa kuliah di Makassar, kota besar dan salah satu tempat berkumpul orang-orang dari timur Indonesia. Saat memilih jurusan, saya tak tau kalau jurusan ini yang membawaku mendatangi hampir semua daerah di Sulawesi Selatan. Kecuali Enrekang dan Tanah Toraja. 

Siapa yang bisa mengira masa depan, saat kecil dulu kemudian memasuki bangku sekolah sampai SMA. Betapa gambaran masa depan tak pernah muncul apalagi  sempat terpikirkan. Hidup seperti hanya untuk hari ini, dan saat berpikir tentang hari esok, itu semata-mata karena ada PR dari guru yang harus dikumpul.

Jogjakarta, Malioboro 2006
Semangat berpetualang kudapati saat kuliah dan saat bekerja di konsultan. Itu sangat berbanding terbalik dengan kehidupan saat kecil sampai SMA dikampung halaman. Dahulu saya tak mengenal dengan baik tempat kelahiranku, bahkan banyak nama jalan dalam Kota Raha serasa asing bagiku. Kecuali ada bangunan atau rumah orang tertentu sebagai penandanya.

Apalagi Kota Kendari yang jadi Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara, saya tak cukup familiar. Tahun 2007 saya yakin lebih mengenal Kota Parepare daripada Kota Raha. Saya lebih tau setiap jalan dan lorong dalam Kota Parepare daripada Raha. Barulah tahun 2018 sampai kini tahun 2020 saya bisa mengenal Kota Raha.

Perjalananku keluar daerah dimulai tahun 2005, Kota Makassar menjadi tujuanku untuk melanjutkan sekolah ketingkat yang lebih tinggi. Darisana petualanganku dimulai, dan Kabupaten Jeneponto adalah daerah pertama di Sulawesi Selatan yang kudatangi. 

Bulusaraung 2008
Ada kenangan yang sangat berkesan ketika menyebut Jeneponto. Tidur didepan kamar mandi, mandi bersama tiga orang teman lelaki, semua dalam keadaan b***l. Berkumur air laut bekas teman, rasanya asin-asin gimana gitu. Ditampar perempuan, kepala diinjak dan dipukul penggaris logam, membasuh muka dengan air bekas cuci piring bau kencing, sampai ditampar sendal eiger hitam setebal 2 centimeter.

Ah, sudahlah. Kata seorang teman saat orientasi dulu, kuliah tanpa ospek seperti sayur tanpa garam. Kuyakin dia menyesali perkataannya itu setelah selesai ospek. Karena dia menjadi sasaran empuk para senior, seperti temanku yang rahangnya goyang dan terpaksa harus makan bubur selama 3 bulan setelah ospek.

Ada 2 daerah yang sangat akrab saat itu, Parepare dan Pangkep. 2 daerah itu yang hampir selalu kami datangi, baik untuk urusan kuliah maupun urusan kerjaan. Ya, saya sudah ikut konsultan saat semester 5, menjadi surveyor. Bersama teman-teman ditugaskan di Kota Parepare sekitar 1 bulan lebih, untuk melakukan pendataan pada 20.000 bangunan gedung.

Parepare, 2005
Tentu saja itu jumlah yang tidak sedikit, 20.000 bangunan gedung didata dengan cara door to door, atau dari rumah kerumah. Menggunakan metode wawancara langsung dan dicatat pada selembar kuisioner. Makanya saya lebih mengenal Kota Parepare, karena setiap hari dalam sebulan lebih berjalan kaki keluar masuk lorong dan melakukan wawancara.

Jangan tanya berapa bayarannya, karena bisa kerja dikonsultan saat itu adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Apalagi dipimpin seorang dosen yang dikenal cerdas dan keren di Universitas 45 Makassar. Yang selama kuliah S1, S2 dan S3, selalu mendapat gelar Cumlaude, atau lulusan terbaik. 

Kalau kalian membayangkan dia dosen berkacamata, berbaju kemeja lengan panjang dan celana kain, kalian salah besar. Penampilannya lebih keren dari itu, nyatanya banyak mahasiswa wanita yang bilang begitu. Dan akhirnya saya menjadi stafnya selama 3 tahun, sebagai Drafter juga Surveyor.

1 hal yang jadi penyesalanku saat bekerja disana. Yaitu menolak nilai bagus dari asisten untuk 1 mata kuliahnya, padahal itu mata kuliah 4 sks. Meskipun akhirnya saya mendapat nilai B dengan susah payah.

Foto Wisuda
Tahun 2012 saya memilih untuk menyelesaikan kuliah dan wisuda. Itu pilihan buatku yang sudah dari tahun 2009 Nol kredit dan mulai menyusun tugas akhir. Sebetulnya saya bisa memilih menundanya setahun atau dua tahun lagi. Tapi petualangan baru sedang menanti.

Seharusnya saya bisa ikut wisuda akhir tahun 2011, tapi ketua jurusan saat itu tak mengijinkan. Seandainya dipaksakan, mungkin saya takkan mendapat nilai tertinggi di Ujian Meja dan mendapat predikat Terbaik saat Yudisium. Syukurlah, setidaknya saya cukup bangga dengan itu.

Bandung, terminal baru untukku setelah itu. Dari sana petualanganku jadi semakin luas dan mampu menjangkau tempat-tempat jauh di Nusantara. Setelah menempuh 2 jam dari Makassar ke Jakarta, saya masih harus menempuh 2 jam lagi dengan Bis Primajasa menuju Kota Bandung. 

Kayaknya ini di Garut/Tasik, tahun 2013
Tempat yang baru, masyarakat baru, teman-teman baru dan lingkungan baru. Lama tidaknya saya disana akan ditentukan seberapa cepat saya mampu beradaptasi. Saya telah melalui tahap awal dari teori Evolusi Darwin, yaitu melakukan Mutasi dari Makassar ke Bandung. Ketika mampu beradaptasi, maka saya akan berevolusi.

Banyak yang menolak Teori Darwin hanya karena tak mau mengakui berasal dari monyet. Memang apa yang buruk dengan monyet, bukankah dia bentuk kurang sempurna dari manusia. Padahal waktu kecil, ketika kita semua belum mampu berpikir dan bertindak mandiri, kita juga bertingkah seperti monyet.

Disuru menyanyi, kita menyanyi. Disuru tertawa kita tertawa. Disuru angkat tangan kanan atau kiri, kita lakukan. Coba liat para anak kecil, bukankah mereka seperti kita saat kecil dulu?. Mereka bentuk yang kurang sempurna dari kita yang sekarang. Begitupun dengan monyet.

Daripada monyet, mungkin buaya lebih bisa diterima. Tak banyak yang tau, kalau kita mewarisi otak buaya. Namanya otak Reptilia atau Reptillian Brain. Makanya banyak yang bisa berubah menjadi Buaya Darat.

Lampung Selatan
Nyatanya saya mampu beradaptasi dan merasa nyaman di Bandung. Dari sana saya mengenal daerah lain di Jawa Barat. Tasikmalaya, Garut, Sumedang, juga Pangandaran daerah asal Bu Susi, mantan Mentri Kelautan dan Perikanan. 

Saya masih ingat kerjaan pertama yang saya kerjakan, lokasinya di Sulawesi Utara tepatnya di Kota Bitung. Untuk pergi kesana harus naik pesawat 3 jam dari Jakarta ke Manado, tanpa transit Makassar. Dan sampailah saya ke Manado, bersama seorang Tenaga Ahli Teknik Informatika dan seorang perwakilan Kemenhub.

Manado, 2012
Kami memilih hotel di Kota Manado untuk menginap, juga menyewa mobil beserta supir sehari penuh selama beberapa hari kegiatan di Bitung. Sayangnya kami tak sempat berlibur selama disana, atau paling tidak merasakan bibir Manado. Eh salah, maksud saya bubur Manado.

Hanya 2 minggu setelah kembali dari Manado, saya kembali harus terbang ke Pontianak. Cuaca pagi itu sedikit buruk, hanya awan mendung berwarna abu-abu yang terlihat dari pesawat Jakarta-Pontianak. Kegiatan dilaksanakan Maraton, supaya kami bisa kembali ke Bandung sorenya dan tak jadi menginap.

Sampai kembali ke Makassar tahun 2015, saya telah berkeliling Jawa Barat, pergi ke Lampung, dan beberapa daerah di Provinsi Banten. Benar yang dikatakan Darwin, setelah melakukan mutasi kemudian adaptasi, saya telah berevolusi selama di Bandung. 

Setidaknya itu dapat kurasakan, saya lebih siap secara mental dan kejiwaan untuk berbicara didepan orang banyak sebagai pembicara seminar. Ini pengalaman yang tidak akan saya dapatkan sekiranya menetap di Makassar sampai tahun 2015, dan Bandung memberikannya padaku. 

Seminar di Kemenhub, 2013
Saya patut berbangga, karena saya satu dari beberapa alumni Planologi 45 yang pernah membawakan seminar proyek ditingkat Kementrian lebih dari 5 kali. Setauku sampai saat ini, hanya ada beberapa alumni Plano 45 yang dapat melakukannya, dan saya salah satunya.

Setelah dari Bandung, saya lebih banyak bepergian ke Gorontalo dan Sulawesi Utara dari Makassar. Ada satu tempat di Sulawesi Utara yang ketika itu sangat menarikku ingin kesana, Kepulauan Talaud yang berbatasan dengan Filipina. Daerah itu masuk dalam list kerjaan kami, dan sayangnya ada tim lain yang dibentuk khusus untuk pergi kesana.

Bolaang Mongondow Utara, Buroko 2016
Padahal saya sudah menyatakan kesanggupan untuk kesana, huh, sayang sekali anda belum beruntung, kata partner kerjaku. Selama 3 tahun saya bolak balik Sulawesi Utara, kadang dari Manado kadang juga dari Gorontalo. Dan Kota Minahasa menjadi daerah di Sulut yang belum kusinggahi.


Kotamobagu 2016
Sedikit tips dariku buat yang ingin atau ada agenda ke Manado. Cobalah datang saat pengumuman kelulusan siswa SMA. Darisana jangan lupa singgah di Kota Kotamobagu, kata temanku perbedaan Kotamobagu dengan Manado seperti 11-12. Entahlah, sampai terakhir di Kotamobagu dia belum menunjukan mana 11 yang dimaksud olehnya.

Akhir bulan September 2017 saya masih di Boroko, Bolaangmongondow Utara, dan kabar gembira itu datang. Ada kerjaan di Papua dan saya terlibat didalamnya, sebagai ketua tim teknis. Tak perlu berpikir, saya langsung menjawab oke. Itu respon kilat setelah perjalanan ke Maluku dan Maluku Utara gagal tahun 2013 lalu.

Dan saya pun Sampai ke Bumi Cenderawasih, senangnya. Saya harus bershalawat 3X karena nikmat itu. Manokwari dan Sorong, 2 tempat yang saya kunjungi beserta tim untuk menyelesaikan pekerjaan pariwisata. Itu pekerjaan yang sangat berat dan gila menurutku.

Seminar TWA, Sorong 2017
Karena lelang yang selalu batal, kamipun menanggung beban harus menyelesaikan kerjaan hanya dalam waktu 23 hari. Dengan sumberdaya yang terbatas akhirnya kami mampu menyelesaikannya dengan bobot 95%, minus gambar 3 dimensi dan Animasi. Saya sangat bersyukur kami memiliki tim yang solid saat itu, dan semua anak muda.

Pengalaman tak menyenangkan kudapati saat proses mengurus administrasi. Ancaman pembunuhan lewat telepon oleh rekanan orang buton di Manokwari. Sampai akhirnya semua menguap begitu saja.

###
2 tahun berlalu setelah papua, saya merasakan ada yang hilang secara perlahan. Dalam perjalanan Muna-Makassar, rasanya sangat jauh dan ada sedikit ketakutan. Itu jarak yang ditempuh dalam waktu 1 jam, tapi yang kurasakan seperti berjam-jam lamanya. Makassar seperti begitu jauh bagiku, sedikit aneh mengingat saya telah pergi ketempat yang lebih jauh.

Makassar 2020
Hal itu mulai berubah menjadi ketakutan untuk naik pesawat, dan bepergian seorang diri ketempat yang jauh diluar daerah. Kutakut perasaan itu muncul lagi ketika akan berangkat ke Jakarta beberapa bulan lalu. Dan itu tak terjadi. Sepertinya perjalanan ke Jakarta sedikit mengembalikan jiwa petualangku yang hampir hilang.

Saya teringat bukuku yang entah hilang atau kulupa sedang meminjamkan keteman, judulnya "Belajar Cerdas Berbasis Otak". Dalam bahasa Muna nya Brain Base Learning. Menurut buku itu, membaca bukan satu-satunya jalan untuk cerdas,  tapi masih banyak cara lain. Salah satunya bepergian keberbagai tempat.

Saat pertama kali pergi ketempat baru, mata kita akan merasa asing pada lingkungan sekitar. Barulah beberapa saat setelah itu mata kita akan terbiasa. Taukah kalian, selama masa adaptasi itu dari asing menjadi biasa, otak sedang bekerja. Sel otak bernama neuron, yang memiliki dendrit akan membangun sebuah jaringan baru dengan dendrit lainnya. Dan akhirnya terbentuklah jaringan-jaringan baru, kalau tak salah ingat namanya Neurotransmiter. Kalau salah, tolong diingatkan.

Bepergianlah kebanyak tempat selagi mampu. Tak ada yang tau, mungkin disalah satu tempat yang kau datangi ada sisa-sisa kebahagiaan yang bisa kau bawa pulang.

Salam.

Selasa, 14 April 2020

Buku The Brain Warrior's Way Cookbook, Tak Percaya? Saya Bisa Membacanya

Sumber gbr : https://m.yelp.com
Ketika menyebut nama Daniel Amen, mungkin orang-orang akan bertanya "siapa dia?, apakah dia orang Indonesia?". Ya, namanya memang tidak populer di Indonesia, tapi percaya atau tidak, apa yang telah dilakukannya akan sangat banyak menolong hidup kita.

Lewat buku yang ditulisnya, yang sudah tersebar diseluruh dunia dan saat ini sampai juga dihadapanku, "The Brain Warrior's Way Cookbook".

Tentu saja ini buku berbahasa inggris dan saya dapat membacanya. Untuk sekedar membaca tulisan berbahasa inggris saya cukup baik, seperti menyanyikan lagu Nothing But Love nya Mr. Big. Saya hanya kesulitan pada bagian lain, yaitu bagian mengartikan. Dan itu cukup menyebalkan.

Untung saja dunia internet tak pernah berhenti menghasilkan manusia-manusia luar biasa. Sehingga saya bisa membaca pengantar buku ini dalam bentuk file doc yang sudah berbahasa Indonesia. Meskipun masih ada beberapa kata yang tak dapat diterjemahkan, dan itu resiko bagi yang selalu mencari layanan Free seperti saya.

Saya mengartikan judul buku ini dengan "Buku Resep Jalan Kesatria Otak", dan itu terjemahan saya pribadi. Saya memilih cara ini, karena situs terjemahan gratis dan google translate tak dapat menerjemahkan keseluruhan kata pada judul buku. Dengan judul tersebut, sepertinya lebih membuatku nyaman saat membacanya.

Apa kalian tau, ini buku resep makanan. Bagi yang berharap ini buku resep yang berisi jurus-jurus beladiri untuk menjadi kesatria, maaf, anda sudah salah. Karena menjadi kesatria bukan hanya tentang memiliki jurus dan pandai menggunakan senjata beladiri. Menjadi kesatria yaitu memilih jalan hidup kesatria dan mengamalkannya dalam kehidupan.

Seperti yang seringkali dikatakan Naruto sebagai "Jalan Ninja". Dalam budaya jepang dinamakan Bushido, yaitu semangat hidup yang terdiri atas kode etik dan nilai-nilai moral tertentu. Bushi diartikan sebagai kesatria, dan Do artinya Jalan. Dengan alasan itulah saya memilih menggunakan kata Jalan Kesatria untuk mengartikan judul buku ini.

Kesatria otak berarti memilih jalan hidup untuk senantiasa mengkonsumsi makanan yang menyehatkan otak. Melawan gaya hidup selama ini yang mengkonsumsi makanan menurut lidah juga leher. Apa yang dianggap enak dan lezat oleh leher dimakan, tanpa bertanya apakah itu menyehatkan atau malah akan membawa penyakit bagi tubuh.

Makanan memiliki 2 wajah, ada yang menyembuhkan seperti obat dan ada yang beracun seperti racun. Karenanya dalam memilih jenis makanan, sebaiknya jangan bertanya pada leher atau lidah, karena mereka selalu berhasil menipu. Tapi bertanyalah pada otak, karena otak lebih tau mana makanan yang baik dan mana yang tidak untuk tubuh kita.

Dalam bagian pengantarnya Daniel Amen mengatakan bahwa kebutuhan pokok kita terhadap makanan, tak lepas dari perhatian produsen makanan siap saji atau makanan instan. Saya tak ingin berspekulasi mengenai hal itu, tapi bisa saja mereka dengan sengaja memberi tambahan pemanis dan pewarna berlebihan supaya menarik mata dan lidah.

Akhirnya hanya kepuasan lidah dan leher yang kita dapatkan. Sedangkan tubuh dan otak akan menanggung efek lain karena memakannya. Perlu diingat, banyak penyakit tiba-tiba muncul karena diakibatkan makanan dan pola makan yang tidak teratur. Karenanya kita harus melakukan perang terhadap makanan, dan disinilah kita harus memilih jalan kesatria untuk memenangkannya.

Sederhananya, buku ini akan mengajarkan jalan untuk menjadi Kesatria Otak. Yang memaparkan secara terperinci program untuk menjalani kehidupan sebagai Kesatria Otak. Dan tentu saja untuk menghindarkan kita dari gaya hidup tak baik yang dapat menyebabkan penyakit kronis, diabetes, penyakit jantung, ADHD, depresi dan penyakit Alzheimer.

Bukan hanya menghindar dari penyakit, buku resep ini juga mengandung resep-resep makanan yang dapat membangkitkan energi dan meningkatkan daya fokus. Karena tubuh butuh energi dan daya fokus untuk memenangkan perang ini. Setelah sekian lama tersandera sebagai tawanan dari industri makanan yang perlahan-lahan mencuri kesehatan dan kebahagiaan kita.

Selain resep, buku ini juga memiliki panduan yang akan memandu kita membuat keputusan cerdas dalam menyiapkan makanan dirumah. Atau dalam memilih restoran maupun rumah makan. Panduan tersebut terdiri atas 10 prinsip utama pemenuhan nutrisi Kesatria Otak, yaitu sebagai berikut :

ü  Pikirkan kalori berkualitas tinggi.
ü  Minumlah banyak air.
ü  Makan protein berkualitas tinggi dalam dosis kecil sepanjang hari.
ü  Makanan berkarbohidrat pintar (berserat tinggi).
ü  Fokuskan diet anda pada lemak sehat.
ü  Masak dengan bumbu dan rempah untuk meningkatkan kesehatan otak anda.
ü  Pastikan makanan anda sebersih mungkin
ü  Jika anda mengalami masalah dengan suasana hati, energi, ingatan, berat badan, gula darah, tekanan darah atau kulit, hilangkan makanan yang mungkin menyebabkan masalah, terutama gandum dan biji-bijian yang mengandung gluten atau makanan, susu, kedelai, jagung.
ü  Fokus pada makanan sehat otak sepanjang hari, tetapi berpuasa setidaknya selama 12 jam antara makan malam dan sarapan.

Selain mengatur pola dan pemilihan jenis makanan, prinsip tersebut juga mengatur cara diet, salah satunya dengan cara berpuasa. Ini sangat mirip dengan apa yang dilakukan umat islam ketika tiba bulan Ramadhan, hanya saja umat islam melakukannya selama 14 jam. Mulai dari sahur pukul 04.00 subuh dan berbuka ketika tiba malam atau mulai pukul 18.00.

Daniel Amen mengatakan kalau ini memang perang, tapi perang yang sangat dapat dimenangkan. Cara terbaik untuk melawan adalah Mempersenjatai diri dengan pengetahuan dan rencana untuk mengembalikan kesehatan Anda.

Pada akhirnya, kesehatan Anda adalah tanggung jawab Anda. Anda harus menjadi penasihat kesehatan Anda sendiri untuk diri sendiri dan orang yang Anda cintai jika Anda ingin memenangkan perang ini.

Tentu saja akan lebih jelas dan terang ketika membaca isi buku ini, daripada sekedar membaca pengantar. Dan saya harus berusaha lebih keras untuk mencari cara mengkonversi file epub menjadi pdf atau doc. Supaya dapat diterjemahkan oleh situs gratis tadi, itupun kalau kehadiranku tak dianggap ilegal dan diminta untuk registrasi.

Ya, begitulah, resiko pencari layanan free.

***
Mungkin ada banyak buku resep makanan sehat untuk tubuh atau untuk menghindari penyakit. Paling banyak ditulis dengan pendekatan agama, dan itu biasanya lebih laris. Sebetulnya buku ini juga ditulis dengan pendekatan agama, karena menganjurkan pada kebaikan, sebagaimana agama menyeru untuk berbuat baik.

Buku ini memang sangat menarik, karena dibuat berdasarkan hasil riset pada klinik otak yang dikelola Daniel Amen sendiri. Hanya saja, untuk diterapkan di Indonesia sepertinya butuh penyesuaian pada beberapa hal. Karena perbedaan lidah dan jenis makanan pokok Amerika dan Indonesia cukup berbeda. Meskipun bahan dasarnya sama.

Tentu saja penyesuaian dilakukan juga berdasarkan riset. Karena bisa saja Daniel Amen menerapkan apa yang telah dilakukan perusahaan makanan lainnya, untuk mengambil keuntungan dari kelemahan dan oenderitaan kita. Dengan merekomendasikan jenis makanan yang membuat sakita tapi kita sangat tergantung padanya.

Solusinya ya, membuka klinik otak di Indonesia. Mungkin itu akan lebih realistis, mengingat banyak orang Indonesia saat ini sedang mengalami kerusakan otak. Itu bisa dilihat dari banyaknya yang menyebar berita bohong dan ketakutan-ketakutan di media sosial.

Yang terakhir, ini adalah referensi yang sangat berguna untuk mewujudkan Kota Bahagia, lewat pendekatan makanan. Karena kebahagiaan juga bisa didapatkan lewat makanan, seperti yang sebelumnya sudah saya sebutkan.

Semua orang tentu butuh makan, tapi tidak semua mampu membeli jenis makanan yang menyehatkan otak. Kota Bahagia harus memikirkan itu, mencari solusinya, dan meramunya menjadi sebuah gagasan yang dapat diwujudkan.

Selamat makan...

Rabu, 08 April 2020

Corona Membuka Mata Kita Pentingnya Para Perawat

Belakangan Kita sering mendengar istilah Perawat dan Tenaga Medis dalam pemberitaan media televisi dan media elektronik. Dalam penanganan pasien Virus Corona mereka sering disebut-sebut berada digarda terdepan. Himbauan dari mereka pun sangat berarti, untuk menghindarkan masyarakat dari terjangkit virus.

Tenaga Medis dan Perawat atau disebut juga Tenaga Keperawatan (dalam bidang pengabdiannya) sama-sama merupakan Tenaga Kesehatan. Apabil Tenaga Medis terdiri dari Dokter dan Dokter Spesialis, maka Tenaga Keperawatan terdiri dari berbagai jenis Perawat yang secara aturan dibedakan dengan Bidan. Jadi Perawat bukan Bidan, dan Bidan juga bukan Perawat.

Perawat tak dapat dilepaskan dari sejarah panjang cerita kesehatan umat manusia. Saat perang bersenjata berkecamuk, ataupun perang melawan wabah virus yang mengancam jutaan nyawa, para perawat selalu ada bersama korban. Dapat dikatakan dimana ada wabah atau penyakit menular, maka disitu selalu ada perawat, tentu saja selain dokter.

Para perawatlah yang membasuh luka ditubuh, membersihkannya dengan lembut, kemudian memberi perban. Mereka orang pertama yang kan menanyakan kondisi pasien, mencatat, kemudian memberi laporan pada dokter untuk ditindaki lebih lanjut. Mereka orang yang akan selalu siaga diruang Gawat Darurat.

Saya teringat kejadian tahun 2013. Saat itu sudah 2 minggu saya tinggal dirumah melawan sakit yang tak kunjung membaik. Dan akhirnya saya memutuskan agar dibawa saja ke Rumah Sakit untuk dilakukan pengobatan. Namanya Rumah Sakit Santo Yusuf di Kota Bandung. Jangan bayangkan dari Raha ke Bandung, karena saat itu saya memang tinggal di Bandung.

Sejak pertama kali pengobatan dilakukan yaitu pemasangan impus setelah pemeriksaan, hanya seorang gadis berpakaian putih didekatku. Dengan lembut ia menusukkan jarum ditangan kiriku, merubah kecepatan aliran cairan bening yang mengalir dari botol dan masuk ketubuhku lewat jarum tadi. 

Tentu saja saya tak merasakan sakit saat ditusuk jarum, entahlah kalau lelaki yang melakukan, rasanya pasti akan sangat sakit.

Selama hampir 2 minggu nginap di Rumah Sakit, hanya perempuan putih-putih itu yang datang hampir setiap waktu. Pagi membawa obat dan makan, Sore membawa makanan dan perlengkapan mandi, malam datang lagi membawa obat dan makanan. Padahal saya sangat berharap diceritakan suatu kisah supaya bisa tidur nyenyak, tapi tak pernah terjadi. Ah, mungkin karena saya yang tak meminta.

Bagi yang pernah ke Rumah Sakit, pasti sering melihat mereka disemua sudut. Mereka itulah para Perawat. Yang hampir setiap malam begadang menjaga para pasien, dan akan selalu siaga jikalau saat tengah malam ada keluhan. Maka jangan heran kalau mereka terlihat lebih langsing dari tenaga kesehatan lainnya.

Saat Corona menyerang dan memakan korban jiwa, apakah mereka ikut libur?. Tidak. Perawat tetap bekerja sesuai tugas pokok dan prosedur pelayanan serta perawatan pasien yang berlaku. Bersama Dokter, mereka memakai masker, Kacamata, memakai Face Shield (Pelindung Wajah), Baju hazmat 2 lapis, sarung tangan 3 lapis, sepatu boot, untuk memastikan kondisi pasien corona setiap saat.

Selama Berjam2 APD itu melekat ditubuh mereka, membungkus sampai mereka tak merasakan lagi sejuknya pendingin ruangan. Belum lagi perasaan was-was serta waspada yang terus bertanya-tanya akan keselamatan mereka dari ancaman tertular Covid 19. Itu karena mereka orang yang paling dekat dengan pasien positif Corona, juga yang paling berpotensi ikut tertular dari mereka.

Tanpa mengecilkan peran tenaga kesehatan lainnya, mungkin disaat sekarang ini profesi perawat yang paling berbahaya. Dalam pekerjaanya mereka dituntut menyelamatkan diri sendiri, keluarga dan orang lain. Mereka dituntut menekan virus supaya tak menyebar kemereka sendiri dan orang lain. 

Ruang isolasi pasien ibarat arena pertarungan, dan mereka sebagai gladiator yang harus memenangkan pertarungan diatas arena tanpa penonton. Mereka berjuang dalam senyap, jauh dari hingar bingar dunia luar yang sedang panik karena takut lapar tapi menuntut segera dilakukan Lockdown. 

Mereka ibarat koin dengan 2 sisi berbeda, sangat dibutuhkan tapi juga dihindari. Mereka dibutuhkan dimedan laga, berperang demi orang banyak. Tapi mereka juga yang pertama ditolak tetangga saat ingin pulang kerumah. Seperti pasien positif, mereka juga mengisolasi diri dari keluarga dan ligkungan sosial.

Mungkin karena itu pemerintah akan memberikan insentif besar bagi dokter dan perawat. Pada beberapa Rumah Sakit bahkan menawarkan kontrak beberapa bulan, dengan gaji yang sangat fantastis. Setidaknya itu sangat jauh berbeda dengan yang mereka terima selama ini dari RSUD di daerah.

Apakah dengan begitu sudah cukup?. Gaji besar tapi tak dilengkapi peralatan memadai akan sangat besar resiko perawat ikut tertular. Bagaimanapun kondisi dan apapun jenis penyakit yang diderita, mereka akan selalu ada memberikan perawatan yang maksimal. Maka pemerintah dituntut supaya membekali mereka dengan peralatan perang paling canggih.

Hanya dengan menonton tv dan membayangkan tugas mereka, kita jadi tahu betapa melelahkannya para perawat berada di garis depan. Betapa berat beban yang diletakkan dipundak mereka setiap hari. Tenaga serta emosi mereka seakan selalu terkuras dalam peperangan yang belum terlihat kapan akan berakhir ini. 

Atas jasanya kita layak memberikan penghargaan sangat tinggi bagi para perawat. Mereka seperti pahlawan bertopeng, yang menyelamatkan dunia dari balik topeng juga jubah. 

Namun begitu mereka juga merupakan manusia biasa, yang sangat berharap mendapat jaminan sebagai bekal untuk hidup dihari tua. Seperti yang sebelumnya pernah dilakukan kepada sebagian besar Tenaga Bidan diseluruh Indonesia.

Semoga badai cepat berlalu dan Indonesia cepat terbebas dari Virus Corona/ Covid 19.

Senin, 06 April 2020

Orang Indonesia Itu Unik

Kalau saya menjadi orang luar, saya akan bertanya bgini : Apa sebetulnya yang ditakuti orang Indonesia?. Pertanyaan seperti itu sangat layak tuk diajukan, karena apa yang diperlihatkan para penduduk +62 sedikit bertolak belakang.
.
Ada yang bilang penduduk negri +62 gampang panik, dan beberapa kasus membenarkan itu. Seperti yang terjadi ketika lewat tengah malam tadi, tersebar berita yang menghebohkan jagad media sosial Indonesia. Seorang bayi yang baru lahir langsung dapat berbicara, wow luar biasa. Makin luar biasa karena yang diucapkannya adalah cara supaya terhindar dari virus yang sedang berusaha menghancurkan dunia.
.
Makan 2 butir telur rebus supaya terhindar dari virus corona, katanya. Padahal belum jelas kebenarannya tapi oleh penduduk +62 langsung dilakukan. Orang-orang merebus telur tengah malam, ada yang makan sendiri, ada juga yang rame-rame. Dan persediaan telur untuk bertahan hidup sela 3 hari pun habis.
.
Apakah itu bentuk kepanikan?, mungkin juga tidak. Karena sepertinya itu sudah menjadi kebiasaan penduduk +62. Coba ingat-ingat kasus Ponari, seorang anak yang secara tak sengaja menjadi dukun karena menemukan batu ajaib sewaktu bermain hujan. Karena batunya itu, Ponari diserbu penduduk dari pelosok pulau jawa yang ingin menyembuhkan penyakitnya.
.
Berita-berita seperti itu sudah biasa. Penduduk +62 paling senang dengan hal-hal instan. Kalau itu bentuk kepanikan harusnya mereka lebih takut terserang virus corona dan berdiam diri dirumah ketika larangan keluar rumah dikeluarkan. Tapi nyatanya itu tak juga dilakukan, saat sekolah dan kantor diliburkan, penduduk +62 malah sibuk pergi liburan.
.
Ini jelas-jelas sikap yang sangat bertolak belakang. Disaat virus corona menyerang dan yang dinyatakan positif hampir menyentuh angka 1000 orang, harusnya mereka lebih waspada dan mengurung diri dirumah. Dengan begitu kasus telur rebus akan dikatakan bentuk kepanikan penduduk +62 karena virus yang menyerang.
.
Saya sendiri bingung dengan hal itu. Tapi saya yakin kalau orang luar justru lebih bingung lagi. Kalau saya ketemu mereka dan ada yang bertanya tentang itu, saya sudah tau apa yang harus dilakukan. Kasi saja 2 biji telur rebus, aman.

Dari Ranu Kumbolo

Sumber Foto : https://www.hipwee.com
Aku pernah mengenal keagungan Cinta dari kisah Layla Majnun, dari renungan-renungan mistik Jalaluddin Rumi juga dari seorang prajurit revolusi bernama Mustafa Chamran. Cinta mereka sangat agung, aku yang hanya seorang pendosa ini takkan mungkin mengerti kenikmatan yang mereka rasakan karena mencinta. 

Ah, kenikmatan cinta, sejak kapan hal seperti itu terpikirkan lagi olehku. Selama bertahun-tahun aku hidup didalam kubangan lumpur. Tak pernah terpikirkan lagi olehku bagaimana indahnya taman bunga, warna dan wewanginya yang buat kekupu mendekati tuk mengisap sarinya. Rerumputan hijau terhampar, yang membuat hati merasa tentram dan damai, entah kapan akan bertemu kembali. Aku berada didunia yang berbeda, sepertinya ini penjara tapi jelas bukan neraka para pendosa. Mungkin juga ini surga, yang menampakan diri dalam wajah lain. Entahlah, sudah sangat lama indra dan akalku mati suri, tak mampu lagi membedakan antara penderitaan dan kebahagiaan, antara benar dan salah, antara baik dan buruk.

Seandainya semua bisa seperti majnun, tulus memberikan segalanya kepada layla tanpa alasan. Dan semua bisa seperti layla yang tulus memberikan segalanya kepada majnun tanpa tuntutan. Tak mungkin. Manusia hanyalah mahluk yang memberi karena alasan dan menerima dengan tuntutan. Menjadi Majnun berarti memberikan segalanya pada sebagiaan dirinya, karena layla dan majnun adalah satu kesatuan yang terpisah di alam mahiyah. Kenapa?, aku tak dapat mengartikannya, juga tak mampu memahaminya. Mereka sangat jauh dari sini, dari tempatku sedang berbaring terlentang merasakan sesak karena dosa besar yang kian mencekik.

***
Namaku Bara, seorang lelaki paruh baya berumur 40 tahun. Jika diijinkan berumur panjang, 40 tahun kemudian umurku 80 tahun dan saya akan menjadi semakin tua. Entahlah, apakah menjadi setua itu enak atau tidak saya belum ingin memikirkannya. Karena saat ini saja banyak masalah datang tanpa mengucap salam, tak juga pamit untuk segera pergi dan menjauh.

Saat ini saya sedang menikmati keindahan danau Ranukumbolo, dalam pendakianku yang pertama menuju puncak Semeru. Dahulu kuingin kesini bersama teman-teman, entah aku atau mereka yang selalu sibuk, nyatanya waktu luang kami tak selalu bisa bertemu dalam hari dan tanggal yang sama.

Saya memilih berlibur kegunung, bukan lari dari masalah atau memilih mengasingkan diri seperti yang dilakukan Soe Hok Gie karena kecewa. Dari sini selalu kuingat sepasang kelinci peliharaan kita, mereka lucu dan menggemaskan. Kau dan aku selalu menggendongnya, merawatnya dengan sangat baik sampai badannya tumbuh besar dan gemuk seperti sekarang ini. Terkadang kita tak selalu sepaham bagaimana cara merawat mereka, bagaimana mengatur makanannya dan membersihkannya. Dan dari situ masalah selalu muncul. 

Aku tak ingin mengajarimu, karena kutau kau orang terpelajar. Aku juga tak berani membimbingmu karena aku yang sekarang juga butuh bimbingan. Kutau kelinci binatang yang mudah stress pabila mendapatkan lingkungan yang ribut dan gaduh. Tapi percayalah aku juga sangat menyayangi mereka, tapi dengan cara yang mungkin sedikit berbeda denganmu. Tak mungkin kudapat berbuat yang sepertimu, karena pada dasarnya kita pribadi berbeda yang akan dilihat sama oleh 2 ekor kelinci peliharaan kita.

Disini, dipinggir danau saya dan rombongan beristirahat. Untuk menuju puncak semeru hanya tinggal sedikit lagi, tapi sepertinya saya tak cukup tertarik dengan itu. Melihat danau yang indah ini sudah buatku merasa sangat bahagia, saat duduk dipinggirnya diriku diliputi perasaan damai dan dadaku yang dahulu sesak seperti menarik oksigen dengan lancar tanpa hambatan.

Suatu saat nanti, kita sepertinya harus membawa kedua kelinci kita kesini. Mereka mungkin akan sangat bahagia bermain dan berlari diantara rerumputan yang tumbuh liar disekitar danau.