Jumat, 18 Oktober 2019

Menonton Film I Can Only Imagine

Sebelum mendownload film, biasanya saya mencari info atau sinopsis tentang sebuah film, kalau ceritanya bagus menurutku, maka saya putuskan untuk mendownload. Kali ini berbeda, saya hanya melihat judul dan cover depannya, dengan kata lain saya membiarkan instingku berperan dalam menilai bahwa sepertinya ini film bagus.

Judulnya "I Can Only Imagine" atau dalam Bahasa Indonesia "Saya Hanya Bisa Membayangkannya". Film ini menceritakan perjalanan hidup seorang Bart Millard, dari yang semula atlet american footbal, kemudian menjadi seorang vocalis band. Nama bandnya "Mercy Me", yang menjadi sangat terkenal dengan hitsnya berjudul "I Can Only Imagine", ya, judul yang sama dengan film ini.

Saya menyukai Bart sebagai atlet dan juga musisi. Menonton kisahnya, saya langsung membayang diriku ketika masih SMA. Kala itu saya sangat menyukai musik dan sangat serius menekuni gitar. Saya sendiri memiliki 2 guru berbeda, satu yang mengajarkan cara membaca not balok dalam bermain gitar akustik, satunya lagi mengajarkan teknik-teknik bermain gitar elektrik. Selain musik, saya juga sangat menyukai olahraga khususnya sepak bola. Saat SMA, saya pernah ikut berlatih di 2 klub lokal, Handayani dan Sowite Junior.

Ada banyak film yang mengangkat kisah masa lalu seorang tokoh, film dokumenter dan film biografi biasanya mengajarkan banyak pelajaran hidup. Namun sangat sedikit film yang dapat menyentuh sisi emosional terdalam penonton, sehingga dapat menangkap perasaan yang ingin disampaikan seorang tokoh lewat film. Saya sendiri tak percaya, dadaku bergemuruh, rasanya sesak dan sedikit sakit, saya sampai menangis ketika menonton beberapa bagian dalam film ini.

Setidaknya ada beberapa hal yang menarik perhatian saya setelah menonton film ini.

Pertama, I Can Only Imagine menjadi lagu kristiani nomor 1 di amerika. Lagu ini terus berkumandang bukan hanya di gereja, bahkan menjadi lagu yang seringkali digunakan untuk mengenang kepergian orang-orang tercinta. Saat tragedi penyerangan gedung kembar di Amerika pada 9 September 2011, lagu ini menggema sebagai bentuk toleransi dan juga ungkapan kesedihan yang membawa pesan harapan pada semua keluarga korban.

Kedua, Tuhan yang maha kasih selalu menunjukan kasih sayangnya pada mahluknya, karena percikan kasih sayangnya itu hati seseorang tersentuh kemudian berubah sikap. Dari semula keras dan kasar kemudian menjadi pribadi yang baik, pemaaf dan penuh perhatian. 

Apa yang terjadi pada Ayah Bart Millard adalah salah satu contoh nyata. Penyakit kanker yang menggerogotinya membuatnya sadar, bahwa hidupnya sudah takkan lama lagi. Karenanya dalam kondisi sakit parah, dan juga hidup dalam kesendirian akibat ditinggal Bart, dia menemukan tuhan sebagai satu-satunya teman. Kemudian dia menjadi taat beragama dan ikut dalam ritual-ritual keagamaan.

Pada tahap ini kita cenderung mencari sesuatu yang hilang pada diri kita, yaitu sisi spiritual, yang jalannya diterjemahkan dalam bentuk ritual keagamaan. Salah seorang psikolog bernama Karl Gustaf Yung pernah berkata, dari pengalamanku menjadi dokter jiwa, aku menemukan bahwa orang Tidak bisa dikembalikan kepada kehidupannya yang normal sebelum aku kembalikan dia kepada keberagamaan dia, sebelum dia menangkap kembali dimensi spiritual dari hidupnya.

Meski kadang egois, manusia akan selalu mencari tuhan ketika mendapati dirinya dalam keadaan terpuruk dalam hidup. Apa yang dikatakan Yung dan dialami Ayah Bart, adalah tanda bahwa manusia merupakan makhluk rapuh yang butuh sandaran, butuh Tuhan untuk mengembalikannya kejalan yang benar dan kembali hidup normal sebagai manusia.

Ketiga, banyak karya besar lahir dari pengalaman pribadi. Tiap orang punya kisah dan pengalaman hidup yang akan menginspirasi banyak orang pabila diceritakan, hanya saja kita terkadang malu atau takut mengungkapkan. Dalam sebuah kasus, seseorang cenderung lebih berani menceritakan pengalaman yang baik-baik saja, yang dapat memberikan nilai plus ketimbang yang memberikan hal negatif padanya.

Begitu banyak film dan karya berbentuk tulisan yang menceritakan kisah hidup seseorang, kemudian mendapat sambutan hangat dari para penonton dan pembaca. Sebut saja film Bolywood berjudul Padman, banyak cerita tak menyenangkan tentang kehidupan Arunachalam, mulai konflik rumah tangga sampai prasangka buruk masyarakat tentang dirinya. Tanpa kisah itu, mungkin kita tak dapat merasakan begitu emosionalnya ketika dia berhasil merubah mindset warga india karena alat ciptaannya.

Bagi yang pernah membaca buku Chicken Soup, disana ada begitu banyak cerita inspiratif yang diangkat langsung dari kisah pribadi orang-orang. Coba ingat-ingat, kamu pasti punya pengalaman hidup yang menyenangkan dan juga menyakitkan, bagaimana itu terjadi, kenapa itu terjadi dan bagaimana kamu mengatasinya. Jawaban atas 3 pertanyaan itu adalah pelajaran hidup yang dapat memberi pelajaran hidup oada banyak orang. 

Ada begitu banyak kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat dalam hidup, kita hanya perlu membaginya pada orang-orang supaya yang lain bisa terhindar atau bangkit ketika mengalami nasib serupa. Kita selalu bisa menjadi orang baik bagi yang lain, mulailah dari membagikan sesuatu yang dapat menyelamatkan, menyemangati atau sekedar menghibur orang-orang supaya bisa tertawa.

Keempat, perilaku buruk seorang ayah dapat merusak mental anak saat mereka dewasa. Lingkungan bukan faktor dominan pembentuk karakter dan perilaku seseorang, sudah banyak penelitian yang membenarkan hal itu. Bahkan lingkungan seringkali jadi tempat pelarian atau pelampiasan seseorang akibat permasalahan dalam rumah. Dalam makna yang positif, lingkungan dapat menjadi tempat bagi anak mengaktualisasikan atau mempraktekan apa yang didapatnya dalam lingkungan keluarga.

Orang tua adalah guru pertama seorang anak, banyak sifat anak turun dari orang tuanya, yang ketika kecil diperlihatkan lewat cara-cara berkomunikasi. Dari komunikasi itu, seorang anak banyak meniru yang dilakukan orang tuanya padanya. Bart yang sejak kecil ditinggal ibunya, kemudian tinggal berdua bersama ayahnya, yang memperlakukannya dengan keras dan kasar.

Menurut penuturan seorang psikolog bernama Paul Golding, anak lelaki di usia 2 tahun sedang memasuki masa "terrible two".  Yang mana Pada usia tersebut, muncul peningkatan testosteron yang membuat perilaku anak jadi lebih agresif dan kerap membuat "sakit kepala" para orang tua. Pada fase ini peran seorang ayah sangat dibutuhkan dan krusial. Bermain penuh energi yang menguras fisik, sangat dibutuhkan anak lelaki di usia tersebut dan orang yang paling pas untuk mendampinginya adalah ayah, kata Paul Golding.

Namun, apabila seorang ayah kerap kesulitan menahan emosi, anak yang dimarahi atau sering melihat orang tuanya cekcok, berisiko mengalami hal-hal seperti :
1. Anak akan dipenuhi rasa ketakutan, merasa tertekan, kurang berpendirian, dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.
2. Anak suka berbohong atau enggan berterus terang karena ada perasaan takut. Misalnya takut untuk mengakui kesalahan yang dilakukan karena akan dimarahi.
3. Anak memiliki sifat pesimis, sering cemas, dan mudah putus asa.
4. Lebih percaya kepada teman atau orang lain ketimbang orang tuanya.
5. Tidak percaya diri dan tidak berani mengeluarkan pendapat.
6. Adanya rasa dendam dihatinya, sehingga dikemudian hari ia juga akan melakukan hal yang sama, yakni meluapkan amarahnya kepada adik, teman, atau anaknya kelak.

Dari itu semua, dapat disimpulkan bahwa mental anak tidak bagus ketika tumbuh dalam rasa takut pada ayahnya atau ketika tumbuh tanpa adanya sosok ayah disampingnya. Seperti yang dialami Bart, ketika mendapat rintangan besar dalam karir, dia tidak punya cukup keberanian untuk melaluinya. Hal itu diketahui seorang teman yang mengetahui langsung dari Bart bahwa sewaktu kecil dia sering mendapat perlakuan keras dari ayahnya.

Kelima, orang tua mungkin ingin menikmati masa tua dengan ditemani anaknya didekatnya. Salah satu kebahagiaan terbesar para orang tua, yaitu melihat anak kecilnya tumbuh dan bermain. Mungkin pada fase ini naluri orang tua akan bangkit dalam diri setiap orang dan merasa memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga, merawat dan terus membesarkan buah hatinya. Ketika masa tua datang, mereka mungkin akan ditinggal anaknya karena alasan tertentu, saat itu mereka akan membayangkan kembali masa-masa indah ketika anaknya masih kecil dan mereka mengajarkan segala hal.

Saat sendiri atau hanya berdua dan orangtua membayangkan sosok anak, akan muncul rasa kangen yang luar biasa. Kadang mereka menelpon dan menanyakan kabar, hanya untuk mendengar suara anaknya dan ingin tau kalau disana si anak baik-baik saja. Biasanya mereka enggan bertanya kapan pulang, karena takut menurunkan semangat anaknya yang lagi berjuang diluar daerah.

Doa Ayah Bart ketika itu hanya satu, yaitu semoga dirinya masih dipertemukan dengan Bart anaknya didunia, sebelum kankernya bertambah parah dan dia lebih dulu meninggalkan dunia ini. Doanya terkabul, Bart yang sedang ada jadwal konser pun pulang untuk bertemu Ayahnya. Semalam dirumah Bart kaget ketika bangun pagi, diatas meja makan sarapan sudah tersedia dengan lengkap, hal yang tak pernah dilakukan ayahnya selama puluhan tahun. Dalam suasana hati yang kacau karena ada masalah dalam karirnya, Bart tak percaya perubahan yang terjadi pada ayahnya.

Ayahnya lebih perhatian, pandai memasak dan lebih ramah saat berbicara dengannya pagi itu. Bart menjadi marah dengan kejadian itu, dia memprotes keadaan yang tak biasa, meluapkan semua kebencian pada ayahnya yang meninggalkan masalah mental padanya karena perbuatan kasar dimasa lalu. Pertemuan mereka tak berjalan mulus, Bart belum bisa memaafkan Ayahnya yang telah berubah sejak dirinya meninggalkan rumah. Saat sedang tenggelam dalam rasa marah, Bart mendapatkan kertas hasil pemeriksaan kesehatan Ayahnya, diapun tau kalau selama ini Ayahnya menyembunyikan penyakit kanker darinya.

Ah, momen ini cukup menguras emosi, saya tak ingin melanjutkan kisahnya, mungkin kalian akan tau ketika menonton sendiri filmnya.

Keenam, mungkin ada kesalahan antara kau dan salah satu orang tuamu yg pernah terjadi dimasa lalu. Itu akan menjadi beban dlam perjalanan hidupmu dan orang tuamu, bicarakanlah berdua dan mintalah maaf, itu mungkin akan lebih baik.

***
Saat menulis ini, saya sedang bersama anakku Ahmad Sukarno, dan kami (saya dan istri) memanggilnya Tutano. Tutano, kata yang diucapkannya ketika pertama kali menyebut namanya sendiri, dan kamipun memanggilnya seperti itu. Saya membayangkan, kelak dia akan pergi keluar kota bahkan keluar negeri untuk mengejar cita-citanya. Saat itu, mungkin kami akan kesunyian tanpanya, tapi itulah hidup, kedepan teknologi akan semakin maju sehingga jarakpun dapat ditaklukan kalau hanya ingin bertemu muka.

0 comments: