Senin, 14 Oktober 2019

Ketika Menulis Mengobatiku

Saya bukan seorang penulis, meski baru memulai aktifitas menulis dalam 3 tahun terakhir ini. Tulisan yang saya buatpun tidak bagus-bagus amat, bahkan mungkin dapat dikatakan sangat biasa bagi seorang pemula.
Selain itu, tema-tema yang saya angkat tidak menentu, dan sangat jarang menggambarkan kondisi saat ini. Atau mungkin lebih tepatnya tidak menggambarkan apa yang sedang tren dan diperhatikan mayoritas pengguna medsos saat ini.
Tapi saya santai saja, itu bukanlah hal yang harus dipikirkan seorang pemula, lagian mendapat banyak like, komentar ataupun kunjungan tidak akan membuat saya menjadi produktif.
Saya menulis atau mulai menulis bukan karena tuntutan, bukan juga karena pesanan, tapi murni karena ingin belajar. Selain itu, mungkin juga untuk mengobati penyakit lupa yang sudah sejak beberapa tahun terakhir ini kian bertambah parah.
Dan ajaibnya, setelah rutin menulis dan membuat tulisan, perlahan-lahan penyakit lupa yang saya selalu alami, mulai sedikit terobati. Ada manfaat lain dari menulis, saya juga jadi lebih mudah dalam mengingat beberapa hal penting dan juga angka-angka. Karena sebelumnya, mengingat angka-angka adalah salah satu kelemahanku.
Mengenai kecenderunganku yang selalu melupakan suatu hal yang belum lama diperbuat, istriku pernah mengatakan bahwa itu terjadi mungkin karena memori jangka pendek terganggu. Saya percaya saja dengan itu, dia tentunya lebih tau mengenai hal itu daripada saya, karena dia seorang perawat yang selalu bersentuhan dengan pelajaran tentang itu.
Dibandingkan saya yang kuliah di Fakultas Teknik, sudah pasti tidak mempelajari mengenai kesehatan ataupun tentang penyakit-penyakit. Pelajaran jurusan saja saya kadang kala masih susah untuk ikuti, apalagi pelajaran jurusan lain.
Mungkin menulis telah banyak mengobati saya, selain itu ada sangat banyak manfaat yang saya dapat dari menulis, diantaranya saya lebih sering berbicara dengan diri sendiri. Ini mungkin agak aneh, berbicara dengan diri sendiri terdengar lebih seperti orang yang mengalami gangguan jiwa, atau gila dalam bahasa kerennya.
Tapi itu yang saya alami ketika sedang menulis, ada sensasi seperti sedang berbicara dengan diri sendiri, bertanya dengan diri sendiri, kemudian menjawab pertanyaan sendiri. Tentu saja ini tidak seperti orang kesurupan yang seakan berbicara dengan makhluk dari dunia lain yang kemudian mengutarakan maksud dan keinginannya.
Sejatinya minatku untuk menulis sudah ada sejak beberapa tahun sebelum mulai menulis. Namun banyak hal yang kemudian selalu kupertimbangkan untuk memulainya, diantaranya adalah rasa takut hasilnya tidak bagus dan kemudian malu tuk ditampilkan didepan umum.
Perasaan-perasaan itu sangat menganggu, seakan menjadi sebuah tembok besar yang dijaga ribuan prajurit pemanah, dan selalu siaga serta siap menyerang tiap musuh yang hendak mendekat. Saya ibarat seorang pejuang, pejuang gagah dan berani yang hendak meruntuhkan tembok besar itu.
Saya sedang membayangkan kisah seorang anak muda gagah dan berani, dengan seorang diri dia meruntuhkan tembok khaibar yang sangat kokoh. Dialah Ali, sepupu Nabi Besar Muhammad Saww yang memiliki banyak kemuliaan, keberaniaannya disebut-sebut sampai keseluruh penjuru dunia.
Diawal upayaku meruntuhkan tembok itu, kurasakan tangan ini sangat berat untuk menganggkat senjata, pula kakiku yang semula kuat, mendadak lemah tak berani melangkah. Sangat susah bagiku untuk maju, apalagi menyerang tembok secara langsung, mendekatinya saja saya akan langsung kalah, tersungkur oleh prajurit pemanah.
Pelan tapi pasti, perjuanganku akhirnya membuahkan hasil, adanya sedikit celah yang dapat kumanfaatkan mengantarku pada kemenangan besar. Akhirnya tembok besar itupun mampu kuruntuhkan dengan semangat dan kekuatanku sendiri.
Setelah itu, bukannya kemenangan meriah yang kuraih, melainkan tantangan baru untuk terus mempertahankan semangat dan berpikir lebih kreatif mencari ide-ide baru untuk tulisan selanjutnya.
Akhirnya kuputuskan membuat sebuah catatan, yang kunamakan catatan ide, dimana setiap ide atau setiap ada gagasan maupun tema yang terlintas dipikiranku, kemudian kucatat.
Dalam catatan tersebut, kuberi nomor dan juga keterangan. Nomor memudahkan dalam memisahkan ide satu dengan lainnya, sedangkan keterangan memudahkan dalam mengecek, ide/tema mana yang sudah menjadi tulisan dan mana yang belum.
Akhirnya catatan ide yang kubuat telah menyentuh angka lima puluhan, namun dari total itu belum ada setengahnya yang telah menjadi tulisan.
Kadangkala semangat memang lebih besar daripada kekuatan untuk memulai dan menyelesaikan suatu perkara. Dengan catatan ide tersebut tiada yang sia-sia, toh suatu saat nanti ketika kubuka kembali catatan ide dan melihat catatan dinomor awal, saya masih bisa mengingat apa yang sedang kupikirkam tentang tema yang kutulis.
Akhirnya saya dapat menyelesaikan tulisan pertama, meski saat itu saya cukup sibuk dengan pekerjaan yang hampir deadline. Setelahnya kurasakan sebuah energi baru mengalir kedalam sel-sel otakku dan memintaku membuat tulisan berikutnya.
Dan begitupu seterusnya, ketika saya mampu menyelesaikan sebuah tulisan, sensasi serupa kembali kurasakan, ada tuntutan dalam diriku untuk kembali mencari ide baru dan membuat tulisan baru. Untuk saat ini, saya hanya bisa menyampaikan dan belum mampu memberi penjelasan tentangnya, mengenai hal itu saya masih sangat kurang referensi.
Setelah membuat beberapa tulisan, saya lebih bersemangat tuk terus menulis, sampai akhirnya saya memutuskan untuk menjadikan seseorang sebagai panutan. Ketika memiliki panutan, mungkin saya bisa mencontek alur tulisannya dan inti kalimat dalam beberapa paragraf.
Saya yakin, setelah membuat banyak tulisan, saya akan mendapatkan sendiri alur tulisanku, saya akan mendapat banyak referensi untuk memilih tiap kata yang kusenangi. Saya yakin proses itu akan terus berjalan, sampai kutemukan hal yang lebih menyenangkan lagi dalam setiap upayaku membuat tulisan dan membaca kembali tulisanku.
Saya selalu mengingat tulisan Yusran Darmawan, menulis adalah proses menajamkan semua insting dan indra kita dalam interaksi dengan semesta. Selain itu diapun mengatakan menulis adalah proses menyatu dengan alam, proses menangkap gerak spontan semesta dan kemudian dilukiskan dalam kata.
Dalam setiap proses yang kulewati, selalu ada upaya untuk menangkap pesan semesta lewat geraknya yang spontan. Semakin sering saya menulis mungkin semakin sering pula alam memperlihatkan geraknya yang unik.
Semakin sering kuamati, akan melatih instingku agar semakin peka dalam menangkap pesan-pesan alam. Akhirnya sejak awal tahun ini, saya jadi rutin menulis, ada tulisan yang selesai namun ada juga yang tidak, setidaknya yang dapay kuselesikan lebih banyak dari tulisanku tahun lalu.
Yang dapat kuselesaikan akan saya posting di blog pribadi, dan yang belum selesai biarlah menjadi arsip dalam folder pribadi. Kuyakin suatu hari nanti saya bisa menyelesaikan tulisan-tulisan itu dalam susunan kata dan kalimat yang baru dan lebih baik dari yang kumiliki saat ini.

0 comments: