Rabu, 23 Oktober 2019

Pasar vs Penimbunan Laut

Kondisi Pasar Laino, Jalan Menuju Penjual Ikan
Pembangunan sarana wilayah dilakukan untuk menunjang aktifitas sehari-hari warga, karenanya, dalam pembangunannya sangat perlu memperhatikan kebutuhan dasar warga setempat. Pasar sebagai sarana perdagangan dan penimbunan laut, mungkin sama-sama punya manfaat buat masyarakat Muna. Tapi antara keduanya ada perbedaan tingkat kepentingan yang harus dipertimbangkan untuk didahulukan pembangunannya. Memperbaiki pasar dengan melakukan penimbunan laut, manakah diantaranya yang lebih dibutuhkan Muna?.

Pasar merupakan pusat aktifitas wilayah yang tak mengenal strata sosial. Semua manusia didalamnya hanya dibedakan atas 2 jenis, bukan kaya-miskin, bukan juga bangsawan dan jelata, melainkan pembeli dan penjual. Penjual adalah mereka yang menyediakan segala jenis barang yang dibutuhkan, sedang pembeli adalah mereka yang membutuhkan suatu barang yang memiliki nilai tertentu. Dengan kata lain, dalam pasar yang ada hanyalah hubungan saling membutuhkan antara pembeli yang butuh barang, dan penjual yang butuh uang.

Berdasarkan jenis transaksinya, pasar dibedakan atas pasar tradisional dan pasar modern. Ciri utama yang membedakan keduanya adalah, adanya proses tawar menawar harga barang. Di pasar tradisional, penjual masih membuka diri menerima tawaran harga dari pembeli, sedangkan itu tidak didapatkan di pasar modern. Membicarakan pasar modern, berarti membicarakan sebuah tempat dengan barang-barang yang telah diberi label harga. Mengambilnya berarti siap membayar sesuai harga yang tertera pada label, tidak lebih dan tidak kurang.

Pasar Laino sebagai Pasar sentral di Kabupaten Muna, dapat dikategorikan sebagai pasar tradisional, sebagaimana yang terdapat dibanyak Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia. Sependek pengetahuan saya, Pasar Sentral Raha sudah 4 kali dipindahkan, dan Laino adalah tempat terakhir saat ini, entah setelah ini akan kembali dipindahkan atau dipertahankan.

Sebagai pasar sentral, Pasar Laino memegang peranan penting dalam memutar roda perekonomian Kabupaten Muna, terutama Kota Raha. Hampir semua kebutuhan sehari-hari masyarakat Kota Raha diperoleh dari pasar laino, karenanya setiap beberapa detik akan terjadi transaksi. Pasar Laino juga merupakan suatu titik yang memiliki arus pergerakan orang paling tinggi di Kabupaten Muna. Arus datang dan pergi hampir selalu sama besar dalam setiap harinya.

Sebagai pusat ekonomi, Pasar Laino memiliki beberapa masalah mendasar yang berpengaruh terhadap kenyamanan pembeli dan juga pergerakan orang didalam kawasan pasar. Kenyamanan dapat membuat orang lebih sering datang belanja, sedangkan apabila pergerakan dalam kawasan baik dan lancar, akan memudahkan dalam menemukan barang yang dicari. Berikut beberapa masalah mendasar yang dimaksud :

1. Kumuh
Kekumuhan Pasar Laino terlihat dari kondisi lingkungan pasar yang kotor dan becek akibat dari pembuangan limbah dan kondisi selokan/drainase yang tidak terencana dengan baik. Pada beberapa titik tak terdapat saluran drainase, padahal merupakan area dengan jenis barang basah dengan penggunaan air cukup tinggi. Kondisi ini telah berlangsung sangat lama, sampai saat ini belum ada perbaikan dan terkesan dibiarkan saja. Air tergenang juga becek yang seringkali terjadi pada jalan-jalan tanah yang belum permanen, lebih memperparah keadaan ketika tiba waktu hujan.

Selain itu, tak ada penanganan limbah yang memadai, padahal kawasan Pasar Laino terletak di pesisir pantai Kota Raha. Limbah yang berasal dari penjual makanan, sayuran busuk dan juga air rendaman ikan, dibuang begitu saja, tanpa selokan langsung ketanah dan seringkali tergenang sampai kejalan.

2. Penataan kawasan
Penataan kawasan Pasar Laino tak dilakukan dengan baik, atau dengan kata lain masih sangat amburadul. Penjual beras dan bumbu yang digolongkan dalam jenis barang kering dan berbau, masih bercampur dengan penjual sayur yang digolongkan pada jenis barang basah dan tidak berbau. Belum ada alokasi ruang khusus yang memisahkan para pedagang berdasarkan jenis barangnya, kecuali penjual pakaian yang terpisah.

Selain itu beberapa prasarana pendukung kawasan juga belum memadai, seperti jalan penghubung antar area yang belum dibuat menjadi permanen (paving, aspal, beton). Juga jalan poros yang tersambung langsung dengan jalan Baypass, sampai sekarang masih belum diaspal masih berupa pengerasan dari batu kapur. Pada saat seperti sekarang ini, debu jalanan seringkali tertiup angin dan masuk ke mata juga hidung, sebagian lain menempel dibaju dan kendaraan. sementara lubang yang ada ditengah jalan justru bertambah besar. Belum adanya tempat parkir, sehingga kendaraan yang datang selalu menggunakan area terminal untuk parkir.

3. Sampah
Masalah sampah pasar perlahan-lahan sudah mulai diperhatikan, sudah tersedia kontainer sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang diletakan dimedian jalan. Hal ini harusnya tidak terjadi, karena akan menganggu lalu lintas pasar. Sampah yang berbau dan seringkali tumpah kejalan akan menganggu pengendara. Yang paling penting adalah ritasi mobil sampah perlu ditingkatkan, supaya sampah bisa diangkat sekali dalam 2 hari, dan tidak tertimbun agak lama sampai berbau.

4. Pengaturan sistem pergerakan
Pengaturan sistem pergerakan pasar mengatur mengenai arah pergerakan kendaraan dan juga orang. Pengaturan sistem pergerakan atau sirkulasi, akan memudahkan para pembeli menemukan barang yang dicari, dan juga berpindah tempat antar area dalam pasar dengan lebih cepat. 

Yang belum terdapat di Pasar Laino adalah : Pertama, sistem sirkulasi masuk dan keluar kawasan pasar atau yany ditandai dengan pintu masuk dan pintu keluar. Ketika ada pintu masuk dan pintu keluar, maka harus ada jalan utama kawasan yang merupakan jalan poros dan dapat dilalui orang maupun kendaraan. Khusus untuk kendaraan, perlu adanya pembatasan, misalnya hanya kendaraan roda 2 yang boleh masuk, tapi hanya dijalan poros, tak bisa masuk kejalan-jalan lokal kawasan.

Pengaturan itu belum ada di pasar laino, sehingga kendaraan roda 2 bahkan pernah roda 4 masuk sampai kejalan kecil penjual ikan. Padahal lebar jalan hanya 2 meteran, dan disekitarnya terdapat penjual sayur dan penjual ikan yang duduk dipinggir jalan. Paling sering terlihat adalah kendaraan roda 2 yang menerobos kerumunan manusia dengan tujuan yang tak jelas entah kemana. Kadang jalan lokal malah menjadi macet, ketika motor dan gerobak yang berlawanan arah bertemu disatu titik.

5. Sistem Tata Informasi
Sistem informasi dapat digunakan sebagai penunjuk arah ataupun memuat informasi mengenai pelarangan-pelarangan yang diberlakukan dipasar. Seperti kendaraan roda 2 dilarang, atau dilarang parkir, dan sebagainya, yang mana semua itu digunakan untuk menertibkan. Selain berupa larangan, informasi penunjuk arah juga sangat penting, untuk memudahkan pembeli berpindah dari area satu ke area lainnya, seperti dari membeli perabotan dapur dan akan membeli ikan. Dengan adanya sistem informasi penunjuk arah, dapat memudahkan pembeli.

Hal itu belum terdapat di Pasar Laino. Bahkan papan nama Pasar Sentral Laino saja sampai saat ini belum ada. Semoga itu bukan pertanda pasar akan dipindahkan lagi, kedepannya.

***
Bagaimana dengan penimbunan laut?. Reklamasi pantai motewe direncanakan akan menjadi kawasan kota baru Motewe. Penimbunan laut seluas 283 Ha itu, sebagian besar pengelolaannya akan diberikan pada pihak pengembang atau pengusaha. Didalamnya direncanakan akan diisi bangunan-bangunan besar nan megah, seperti Pelabuhan Kontainer, Lapangan Sepak Bola, Mall, Gedung Serbaguna yang rencananya dapat menampung 5000 orang lebih, Hotel Berbintang 5 dan juga Rumah Sakit.

Setidaknya ada beberapa fakta lapangan yang berkaitan langsung dengan penimbunan laut dipesisir pantai motewe. Pertama, penganggaran pengerjaan penimbunan laut kawasan kota motewe telah dimulai tahun 2017, kemudian dilanjutkan pada tahun 2018 secara bertahap. Sampai pada tahap ke-2, penimbunan laut telah menelan anggaran sebesar 25 Miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Muna. Sedangkan untuk jasa konsultansi perencanaan kawasan, juga telah dilakukan sebanyak 2 kali dan menghabiskan anggaran sebesar 450 juta.

Kedua, beberapa bangunan yang direncanakan akan dibangun dikawasan hasil penimbunan laut sudah ada ditempat lain dalam Kota Raha. Muna telah memiliki Lapangan Sepak Bola bernama Stadion Paelangkuta, yang memiliki nilai historis dan seringkali dipergunakan pada acara PORDA (Pekan Olahraga Daerah). Stadion Paelangkuta telah menjadi ikon Kota Raha, yang telah mempersatukan pemuda diseluruh Kota Raha untuk bermain bola.

Muna juga telah memiliki RSUD yang pembangunannya belum rampung hingga saat ini. Beberapa gedung utama masih dalam proses pembangunan, juga halaman RSUD yang masih dalam proses pengerjaan. Sayang kalau harus membangun lagi RS baru, sementara RSUD yang dibiayai dengan APBD Pemda Muna masih belum rampung pembangunan dan pengelolaannya.

Ketiga, Penimbunan laut atau Reklamasi pantai motewe tidak memiliki dokumen penunjang yang lengkap, yaitu tidak memiliki dokumen Faseability Study atau Studi Kelayakan. Sebagaimana amanat UU 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, pasal 34 poin (3) mengatakan perencanaan dan pelaksanaan reklamasi diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres). Perpres 122 tahun 2012 tentang Reklamasi Diwilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 18 mengatakan bahwa permohonan izin pelaksanaan reklamasi wajib memiliki beberapa dokumen, salah satunya adalah Dokumen Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomi Finansial

***
Dari gambaran-gambaran tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Pertama, Reklamasi dilakukan ketika sudah tidak adalagi lahan didaratan, atau lahan yang tersedia tidak mencukupi. Hal ini berbeda dengan kondisi eksisting Kota Raha, yang mana masih terdapat banyak lahan kosong. Selain itu, kawasan hasil reklamasi yang dilakukan Bupati sebelumnya Ridwan Bae, masih menyisakan banyak lahan kosong yang daoat dimanfaatkan untuk membangun mall ataupun bangunan monumental lainnya.

Kedua, terkait pembangunan Lapangan Sepak Bola dan Rumah Sakit baru, hal ini tidak cukup mendesak, alangkah lebih baik pabila menyelesaikan dulu RSUD yang saat ini belum rampung. Masih banyak pekerjaan rumah yang dimiliki RSUD saat ini, dari segi pengelolaan SDM, kebersihan ruangan, pengadaan alat-alat kedokteran untuk jenis penyakit keras, kurangnya tenaga kedokteran yang handal, dan juga ruang serta peralatan operasi yang belum memadai. Untuk Lapangan Bola baru, lebih bijak apabila memilih merenovasi Lapangan Paelangkuta, yang memiliki kualitas rumput baik dan tidak tergenang ketika hujan. Hal ini sudah dibuktikan ketika Porda yang dahulu diselenggarakan di Muna.

Ketiga, pembangunan kota motewe yang mengangkat konsep Kota Baru, agaknya masih kurang tepat. Kota Baru dibangun ketika kota yang ada memiliki banyak masalah komplek yang cukup berat untuk diurai. Seperti masalah kepadatan pemukiman dan masalah urbanisasi. Kedua masalah ini yang kemudian menjadi dasar awal membangun Kota Baru. Jadi, Raha masih perlu melihat kondisi saat ini, apakah Kota Raha telah menjadi daerah tujuan urbanisasi?, apakah Kota Raha telah padat oleh pemukiman?, kalau belum, berarti pembangunan Kota Baru masih belum diperlukan.

Keempat, Pasar Sentral Laino lebih membutuhkan perhatian untuk dibangun lebih baik lagi, dengan sarana dan prasarana penunjang yang jauh lebih baik. Hal tersebut dilakukan untuk lebih memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pembeli, supaya lebih sering datang dan berbelanja di Pasar Laino. Anggaran besar yang dialokasikan untuk penimbunan laut, mungkin jauh lebih baik apabila dialokasikan untuk perbaikan Pasar Sentral Laino. 

***
Kondisi ini seharusnya jadi perhatian besar Pemerintah untuk menempatkan Pasar Laino sebagai salah satu prioritas pembangunan. Setidaknya tidak ada ketimpangan pembangunan yang dilihat masyarakat, karena Pasar Laino belum diperbaiki sementara penimbunan telah dilakukan. Rencana Pemerintah menggandeng pengusaha merupakan hal yang sangat baik, namun yang lebih penting lagi adalah menjadikan Muna sebagai daerah tujuan bisnis juga tujuan wisata, dan itu tak mudah.

Related Posts:

0 comments: