![]() |
Memasuki Tahun 2000 Tugu Jati ini dibongkar |
Sudah berapa jauh kau berjalan?, mengelilingi dunia?. Mungkin kau telah menghubungkan 2 titik jauh dipermukaan Bumi, Timur dan Barat. Tapi ada satu tempat yang kan selalu buatmu rindu. Yang mungkin butuh setahun sekali bagimu untuk datang, atau ketika rindu pada seseorang telah menjalar dan menggerogoti seluruh tubuhmu.
Tempat itu namanya Kampung Halaman.
Ketika pembicaraan tentang kampung halaman mulai ramai, itu tandanya Ramadhan telah datang, atau pertanda akan datangnya Idul Fitri. Kedua momen tersebut dianggap sebagai waktu paling pas untuk pulang kampung, atau mudik setelah sepanjang tahun disibukkan aktifitas kerja yang padat dan melelahkan.
Kampung, biar lebih memudahkan bagaimana kalau kita menyebutnya asal, atau daerah asal untuk menunjukan identitas kedaerahan. Tatkala Ibn Khaldun membahas tentang asal dan peradaban manusia, maka lahirlah istilah Tamaddun atau yang saat ini lebih kita kenal dengan Urbanisaai. Yaitu perpindahan penduduk dari daerah asal ke daerah urban.
Bagi para perantau, untuk memahami kampung tak perlu defenisi atau teori khusus. Perantau biasanya lebih memahami kampung tanpa penjelasan panjang lebar. Mereka dapat merasakan sendiri makna kampung lewat air mata yang tanpa sadar menetes dimalam Idul Fitri atau pembukaan Ramadhan.
Kampung merupakan asal mula peradaban, sebelum berubah menjadi Kota dan kebutuhan dasar manusia berubah ketahap yang lebih tinggi. Karena kampung terjadi perpindahan penduduk, baik yang bermukim maupun sekedar perpindahan aktifitas untuk mencari penghidupan yang lebih layak.
Ada banyak alasan orang-orang pergi meninggalkan kampung. Ada yang pergi dan pulang dalam sehari, ada yang dalam kurun waktu tertentu dan ada juga yang tak pulang-pulang. Biasanya Pendidikan atau Pekerjaan yang menjadi alasan paling mendasar orang untuk pergi meninggalkan kampung halaman.
Pada kasus tertentu, ada juga kampung yang tak ditinggalkan. Sebaliknya, malah kampunglah yang meninggalkan penduduknya. Itu biasanya terjadi pada kota yang mengalami perkembangan cukup cepat. Dan dalam waktu singkat telah merubah kondisi lingkungan serta daerah sekitarnya. Akibatnya area perkampungan berubah menjadi area perkotaan, yang menghilangkan identitas aslinya.
Itu semua karena kebutuhan. Kampung berubah menjadi kota, karena kebutuhan keamanan, kenyamanan dan kemudahan. Pun begitu dengan para perantau yang pergi kemudian tinggal menetap di kota. Karena kondisi perkotaan yang nyaman, aman dan memudahkan dalam memperoleh kebutuhan hidup. Dan itu tak didapati dikampung.
Kampung selalu diidentikan sebagai lingkungan tak bersahabat yang tak dapat memenuhi semua kebutuhan. Segala fasilitas dan kemudahan yang selalu ditawarkan kota malah tak ada. Jaringan internet yang cepat dan sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat kota, tak dijumpai dikampung.
Akibatnya, gambaran tentang kampung terpahami dengan teori Oposisi dan Kontradiksi. Yaitu gambaran sebuah lingkungan yang berbanding terbalik atau bertentangan dengan daerah urban. Meskipun begitu, kampung halaman selalu saja memiliki tempat yang istimewa, yang memiliki daya tarik untuk selalu dirindukan.
Dizaman ini, disaat dunia menuju arah yang semakin modern, disaat daerah-daerah perkampungan dipinggiran kota secara perlahan berubah menjadi kota. Kebutuhan akan suasana kampung malah semakin tinggi. Cara pandang masyarakat Kota akan kampung yang berkebalikan dengan lingkungan Kota, membuat kampung dianggap menjadi tempat untuk mengistrahatkan kembali tubuh dari penatnya kehidupan kota.
Pada anak-anak di kota pun begitu. Lingkungan yang serba sempit mengakibatkan kurangnya ruang bermain untuk anak. Ruang bermain yang kurang dan terbatas akan menghambat perkembangan daya kreatifitas mereka. Akhirnya liburan akhir pekan ke luar kota, menuju wahana bermain yang disesuaikan dengan kehidupan kampung, menjadi alternaif paling baik untuk dilakukan.
Pada masyarakat yang serba modern juga. Segala kemudahan yang diberikan kota dengan lingkungan yang sumpek dan kondisi udara penuh polusi membuat perasaan nyaman mereka mulai terusik. Disaat perkembangan kota mencapai batasnya, dimana ruang-ruang publik dan ruang terbuka hijau semakin sedikit, maka kerinduan suasana kampung pun akan muncul.
Saya teringat acara tv di saluran Discovery Chanel. Ada beberapa reality show yang menawarkan gaya hidup survival bagi masyarakat kota dan kadangkala artis di Amerika. Ada yang berpasangan, ada juga yang sesama jenis dan Malah ada yang sangat extrem, dimana mereka tinggal disebuah hutan dengan tak memakai selembar kain dibadannya.
Tentu saja saya tak ingin bercerita tentang itu disini, karena sekarang lagi bulan ramadhan dan semua orang islam sedang berpuasa. Tapi, bukannya puasa itu tentang menahan diri?, artinya kalau tak ada yang ditahan berarti sama dengan tak puasa, iyakan?. Kalau saya ceritakan sedikit saja, mungkin akan ada yang penasaran dan dirinya menahan hasrat untuk mencari tau. Pada saat itulah puasanya akan diuji, mampu menahan atau tidak. Hehe.
Dalam acara Survival tersebut, seorang lelaki dan seorang wanita dilepas disebuah hutan, hanya diberikan sedikit peralatan untuk bertahan hidup. Yang biasa saya lihat mereka akan diberikan pisau juga tempat air, dan mereka berpakaian normal layaknya manusia biasa yang sedang terdampar disebuah pulau atau hutan. Dengan itu mereka akan mencari kebutuhannya dan bertahan hidup sampai hari yang ditentukan.
Acara itu sangat diminati. Bahkan untuk acara serupa yang terdiri dari sepasang lelaki dan perempuan, atau sesama lelaki yang disimpan disebuah hutan dengan pinggang terikat tali sepanjang hampir 2 meter, juga banyak peminatnya. Selain itu, ada juga kisah beberapa keluarga di perkotaan di eropa, yang memilih meninggalkan kota dan menyewa tanah disebuah pulau terpencil. Kemudian mereka memulai hidup dari awal lagi, dengan bertanam dan beternak.
Ada yang lebih mengagumkan, yaitu pemilihan jenis wisata oleh para turis atau wisatawan mancanegara. Objek wisata yang menyajikan kebudayaan lokal atau mengajak wisatawan berbaur dengan tradisi lokal sangat diminati. Para wisatawan sangat senang dengan jenis wisata yang membuat mereka merasakan kembali suasana kampung. Tak ada kemudahan, tak ada transportasi massal, dimanapun mereka berjalan, senyum ramah dan sapa hangat penduduk kampung membuat mereka bahagia.
Mungkin ini terdengar sumbang, tapi saya tetap ingin mengatakan kampung merupakan daerah asal, dimana lingkungan masih belum berubah seluruhnya dan kehidupan manusianya masih belum berubah modern. Ada senyum disana, yang jarang ditemui di perkotaan ketika orang-orang berpapasan saat dijalan.
Ada sapa hangat yang keluar dari bibir para orang-orang yang tulus, bahkan akan selalu membuka rumahnya untuk dikunjungi. Dan para anak-anak masih senang main disungai, sawah, hutan atau kebun-kebun.
Kampung merupakan asal mula peradaban manusia. Dari sana semua berawal dan dari sana semua bermula. Semua orang memiliki kampung dan akan selalu rindu kampung. Bahkan bagi orang yang lahir di Kota, diantara gedung-gedung tinggi pencakar langit. Dia juga memiliki kampung, dan akan selalu hadir dalam dirinya kerinduan untuk kembali ke kampung (asal).
Karena kerinduan itu maka tuhan menciptakan Idul Fitri. Yaitu waktu untuk manusia kembali ke fitrahnya, kembali ke asal mula keberadaannya. Asal mula memorinya menyimpan rekaman tentang manusia dan alam semesta. Tentang keluarga dan lingkungannya, juga tentang bagaimana dirinya ketika awal kehidupan dan belum mandiri secara tindakan dan pikiran.
Orang tua kita dalam tafsir Al Quran, Quraish Shihab, menjelaskan makna Idul Fitri. Dimana Id dari kata Idul, dapat diartikan sebagai kembali ke asal kejadian kita. Mungkin terkesan horor pabila diartikan kembali ke pencipta. Maka mari kita ambil makna yang lebih ringan, yaitu kembali ke asal mula kehidupan kita, kampung halaman.
Karena kembali ke asal adalah fitrah manusia, maka kembali ke kampung juga adalah fitrah. Mungkin seperti itu. Ada baiknya saya mengutip yang dikatakan guru kita Dr. Mustari Mustafa. Beliau mengatakan "Fitrah seorang manusia adalah pasti kembali kepada masa di mana awal mula dia ada atau dilahirkan. Dan termasuk pula kebiasaan pulang kampung halaman adalah fitrah".
Karenanya Allah telah menyiapkan bulan suci Ramadhan untuk dijadikan sebagai ajang latihan menahan diri dan mensucikan diri. Supaya ketika kita kembali ke asal, kita telah menjadi orang yang bersih dan suci. Meskipun begitu, saya tak ingin membebani para pemudik dengan label suci, takut saja ketika dikampung mereka akan berbuat sesuatu yang mencoreng kesucian itu, hehe.
Saya ingin mengutip potongan puisi kerinduan dari Maulana Jalaluddin Rumi. Yang menggambarkan bagaimana perihnya seruling bambu yang ingin kembali kerumpunnya, atau asalnya, atau kampung halamannya.
Sejak direnggut aku dari rumpunku dulu,
ratapan pedihku telah membuat
berlinang air-mata orang.
Kuseru mereka yang tersayat hatinya
karena perpisahan. Karena hanya mereka yang pahami sakitnya kerinduan ini.
Mereka yang tercerabut dari tanah-airnya
merindukan saat mereka kembali.
Dalam setiap pertemuan,
bersama mereka yang tengah gembira atau sedih,
kudesahkan ratapan yang sama.
Semoga Corona cepat berakhir. Jangan lupa pakai masker, jaga jarak, jangan kumpul-kumpul dan lebih baik lagi supaya Tinggal di Rumah.
0 comments:
Posting Komentar