Jumat, 24 April 2020

Corona dan Tradisi Kita

Ramadhan telah tiba dan Mulai hari ini umat muslim di Indonesia akan melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Mungkin puasa tahun ini akan lebih berat, karena serangan virus Corona atau Covid 19 masih belum mereda. Atau mungkin juga ibadah akan terasa hikmat, manakala pada 1 Syawal nanti penyebaran Covid 19 telah berhenti.

Dan masyarakat Indonesia akan betul-betul merasakan kemenangan yang sesungguhnya, hari kemenangan yang ditandai dengan 1 Syawal.

###
Pagi itu saya sedang dirumah orang tua, tak lama setelah kedatanganku datang pula 2 orang perempuan paruh baya. Kutau mereka berdua adalah keluarga, tapi tak tau ada keperluan apa sampai mereka datang kerumah bapak. Saya pun harus menghentikan obrolan pagi bersama bapak, untuk menghormati mereka yang datang karena ada keperluan.

Dari obrolan mereka yang berlangsung singkat, saya jadi tau kalau ada sesuatu yang sedang dipersiapkan. Yaitu melakukan ziarah bersama oleh semua keluarga Mabuti, ke makam para orang tua di Mabuti, kampung lama. Ini rutin dilakukan setiap tahun oleh keluarga Mabuti yang tersebar didalam Kota Raha dan beberapa kecamatan lain.

Saya beberapa kali ikut rombongan, dan merasakan sendiri begitu kuatnya tali kekeluargaan yang telah terikat sejak sekian lama. Mungkin sejak 3 generasi diatasku, sejak era kakek dari bapakku. Kini kampung Mabuti telah tiada, menurut cerita telah terjadi perpindahan besar-besaran pada tahun 1950an. Dan penduduk kampung Mabuti saat itu berpencar dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Muna.

Ziarah kubur merupakan salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat Muna menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Ziarah kubur dilakukan untuk mengingat kembali para orang tua, saudara, teman dan kenalan lain yang telah pergi mendahului kita. Juga mengirim doa buat mereka di alam sana.

Saat ziarah kubur dan memanjatkan doa, orang Muna biasanya sekaligus meminta kepada tuhan (kakawasa dalam bahasa Muna nya) supaya keluarga diberikan rejeki dan umur panjang. Hal ini yang seringkali digugat para aktivis keagamaan, dengan melabelinya sebagai musyrik dan syirik, atau bahasa asing lain yang saya pun tak tau artinya. 

Saat memasuki Ramadhan semua rumah akan sibuk, ada dari mereka akan ke pasar untuk membeli persiapan baca-baca sejak pagi. Beberapa bahan makanan yang hampir tak pernah absen dari daftar belanja adalah pisang raja, beras ketan juga beras merah, kelapa parut, janur kuning (bale dalam bahasa Muna), gula merah, minyak kelapa, telur ayam kampung dan ayam kampung.

Beras ketan untuk membuat waje dan cucur, juga sebagai bahan utama membuat lapa-lapa, dicampur beras biasa dan sedikit beras merah. Janur kuning atau bale, digunakan tuk membuat lapa-lapa yang isinya terdiri dari beras, beras ketan, beras merah dan santan kelapa yang dimasak setengah matang. Kemudian diikat dan dimasak dalam bejana besar berisi air sampai matang, dan airnya berwarna coklat.

Bale juga dipakai untuk membuat ketupat. Sedangkan ayam kampung disajikan dalam beberapa macam ; digoreng, dimasak dengan bumbu kaowei (kering atau berkuah) dan dimasak parende. Yang terakhir itu favoritku, kuahnya khas Muna, akan lebih sedap kalau ditambahkan jeruk nipis dan cabe rawit. 

Tiap jenis makanan disajikan dalam piring yang diletakkan pada sebuah talang besar, kemudian ditutup. Setelah itu oleh seorang modhi dilakukan baca-baca, dengan menggunakan ayat-ayat pendek dan doa dalam bahasa arab. Dalam baca-baca juga biasanya terdapat dupa, menggunakan gula pasir atau kulit langsat kering ditabur diatas barah api atau arang pada sabut kelapa. Dan mengeluarkan aroma yang  harum.

Tradisi menyambut ramadhan biasanya cukup sakral. Tak melakukannya sama dengan melawan tradisi. Dalam keyakinan orang Muna, arwah leluhur biasanya akan sedikit kecewa pabila kuburannya tak diziarahi dan dibersihkan, apalagi tak dikirimkan doa. Efeknya bisa menyebabkan makanan tak matang saat dimasak, atau membuat anak kecil sakit.

Ini mengingatkanku pada sebuah buku kecil yang pernah kubaca saat kuliah dulu. Judulnya Petualangan Setelah Kematian, ditulis oleh Najafi Qucani. Dalam buku itu disebutkan bahwa, mereka yang telah meninggal masih melakukan perjalanan dialam berikutnya, dan mereka sangat membutuhkan kiriman doa dari keluarga yang masih hidup didunia. Doa yang dikirimkan akan mewujud menjadi sesuatu yang akan sangat membantu mereka dalam perjalanannya.

Disebutkan bahwa, selain Al Fatihah, ada 2 doa yang akan memberikan bantuan bekal sangat besar pada orang yang telah meninggal saat mengarungi perjalanan di alam sana. Doa tersebut merupakan 2 surah dalam Al Quran, yaitu Surah Al Insan dan Surah Al Dukhan. Seperti sabda Nabi Besar Muhammad Saww "Dalam perjalanan, semakin banyak bekal semakin lebih baik".

Pada momen ini para Modhi atau pembaca doa, akan sangat sibuk melayani panggilan baca-baca dari banyak orang. Dari sore sampai malam saja mereka bisa melayani sampai 10 rumah. Tak dapat saya bayangkan betapa sibuknya para modhi. Tapi saya juga penasaran dengan kekuatan lutut yang mereka punya, karena biasanya para modhi adalah sepuh yang berumur diatas 50 tahun.

Ada yang berbeda dengan Ramadhan tahun ini, kuburan jadi lebih sunyi dari para peziarah. Ziarah bersama yang telah direncanakan sangat matang dengan terpaksa harus dibatalkan. Tak ada rombongan yang menuju kampung lama, dan komplek pekuburan mabuti pada ramadhan kali ini, tak berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya.

Corona membuat orang tinggal dirumah, tak perlu keluar rumah jikalau tak ada urusan mendesak. Corona melarang aktifitas sosial atau kumpul-kumpul untuk memutus laju penularan virus, dalam aturan Social Distancing. Corona juga mengharuskan setiap orang menjaga jarak dari orang lain supaya virus tak mudah berpindah, lewat aturan Physical Distancing.

Semua itu bertentangan dengan tradisi masyarakat menyambut ramadhan. Dimana orang harus keluar untuk ziarah, harus ketemu keluarga untuk bersilaturahmi dan saling berjabat tangan untuk saling memaafkan. Tapi untuk saat ini hanya itu cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan laju penularan virus.

Virus Corona atau Covid 19 adalah bencana yang nyata. Ada ratusan orang yang positif setiap harinya dan korban jiwa telah mencapai angka 600 an jiwa. Penularannya yang sangat cepat membuat masyarakat disemua lapisan harus selalu waspada. Keberadaannya yang belum menunjukan tanda-tanda akan berhenti membuat banyak orang merasa terancam.

Untuk kali ini, setelah ratusan tahun lamanya tradisi tak dilakukan. Untuk kali ini, setelah berlalu beberapa generasi tradisi tak dapat mempersatukan. Yang jauh tak bisa mendekat dan yang dekat tak dapat merapat. Masyarakat Muna untuk sementara harus melepaskan tradisi dan memasuki ramadhan tanpa euforia tradisi yang mempersatukan.

Sayang bagi lapa-lapa, ayam parende, telur rebus, waje dan cucur serta pisang raja, yang harus melewatkan lantunan doa serta dzikir para modhi dari balik penutup talang besar. Tak ada wangi khas dupa kulit langsat, yang aromanya menyebar kesegala penjuru ruangan lewat kepulan asap dari sabut kelapa yang terbakar arang.

Ramadhan kali ini begitu sunyi, dimasuki secara diam-diam seperti tanpa permisi. Semoga arwah para leluhur dapat memaklumi, karena inilah cara untuk menyelamatkan masyarakat Muna dari penularan Covid 19. Bukan untuk melawan tradisi, hanya sedikit merubah kebiasaan. Dari yang sebelumnya berdoa di makam, saat ini dapat dilakukan dari rumah saja.

Semua kepala keluarga atau anak laki-laki dalam keluarga, mungkin harus mengambil tanggung jawab dan peran lebih besar. Untuk menggantikan tugas modhi dan menjadi pembaca doa bagi keluarganya masing-masing. Dan ini mungkin hikmah dari balik serangan corona yang datang saat pembukaan ramadhan tahun ini.

Menjadi Modhi Tuk Keluarga
Para anak muda seharusnya menjadi Benteng Tradisi Kebudayaan daerahnya. Melindungi tradisi dan budayanya dari serangan kelompok-kelompok yang ingin mengimpor budaya arab ke Nusantara. Para anak muda dituntut mempelajari tradisi dan budaya leluhur, kemudian memberi penjelasan lebih rasional pada masyarakat dan kaum muda lainnya.

Kedepan mungkin banyak Modhi baru yang akan muncul, dan kebutuhan akan modhi dalam kota akan tercukupi. Tiap rumah tak perlu menunggu lama untuk melaksanakan baca-baca karena seorang modhi harus melayani beberapa rumah yang jaraknya daling berjauhan.

Semoga kita melewati ramadhan dengan hati yang baik dengan tetap peduli pada para korban covid 19. Mendokan mereka adalah kebaikan, dan kebaikan yang dilakukan dibulan Ramadhan akan memberikan hadiah besar bagi kita semua. Tak ada yang tau apa gerangan hadiah besar itu, semoga semua terjawab pada 1 Syawal nanti.

Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga negri ini diberikan karunia berupa kemenangan melawan virus corona. Semoga tak adalagi korban jiwa meninggal karena corona, dan yang dalam perawatan diberikan kesembuhan. Dan jangan lupa mengirim doa buat para leluhur serta orang tua yang telah lebih dulu berpulang dialam sana.

Al Fatihah... 

Related Posts:

0 comments: