Saya tiba-tiba saja berpikir, apakah seorang anak yang tumbuh hingga dewasa kemudian menjadi penjahat itu berdosa. Bagaimana kalau itu semacam sifat bawaan yang diwarisi dari gen orang tuanya, kemudian membentuk dirinya menjadi seperti itu. Apakah dia juga harus berdosa karena sifat yang diwarisinya dari orang tuanya?.
Kita mungkin pernah melihat seseorang yang wajahnya begitu mirip dengan salah satu orang tuanya, mungkin juga kakek atau neneknya. Atau bahkan kakek dari kakeknya, kalau ada foto dirinya.
Kalau hal seperti itu bisa terjadi, kemungkinan sifat dan perilaku juga bisa diturunkan pada seorang anak. Dan seorang anak tak dapat memilih mau atau tidak, ketika menerima sifat baik atau buruk dari orang tuanya.
###
Saya cukup senang dengan Ramadhan tahun ini, karena bisa menyelesaikan membaca sebuah buku. Judulnya 'Loving The Wounded Soul'. Salah satu topik yang menurutku menarik adalah mengenai Epigenetik sebagai sebuah fenomena biologi yang mempengaruhi sifat dan prilaku seseorang.
Epigenetik adalah sebuah istilah dalam Biologi yang menjelaskan fenomena perubahan ekspresi Gen pada manusia karena pengaruh lingkungan eksternal. Gen terdapat dalam tubuh semua makhluk hidup, tak terkecuali manusia. Gen merupakan kumpulan dari DNA dengan ukuran bervariasi tergantung besarnya DNA yang terkandung didalamnya.
Percayalah saya bukan orang Biologi, meskipun Ibu saya dulu guru Biologi, nyatanya saat SMA saya mengambil jurusan IPS. Itu untuk menghindari banyaknya istilah-istilah asing dalam pelajaran Fisika dan Biologi.
Selain Gen dan DNA yang sudah disebut diatas, ada satu lagi yang perlu kita ketahui kaitannya dengan sifat dan karakter yang diturunkan. Yaitu Kromosom, merupakan pita panjang DNA yang dipadatkan. Untuk istilah-istilah seperti itu, biasanya saya lebih mengerti dengan contoh. Misalnya begini ;
Pada zaman dahulu ada seorang anak bernama Barah. Dalam tubuh Barah terdiri dari jutaan sel. Setiap sel memiliki inti, dan kromosom ini berada didalam setiap inti sel. Kira-kira seperti itu. Barah ini memiliki sepasang kromosom, satu dari Ayah dan satunya lagi dari ibunya.
Misalnya kromosom dari ayahnya mengandung gen rambut keriting. Begitupun dengan kromosom dari ibunya. Itu kemudian menjadi sebuah kode genetik, yang memberi instruksi agar dalam tubuh Barah terbentuk protein untuk membuat rambut keriting. Itulah sebab mengapa Barah memiliki rambut keriting.
Selain gen rambut keriting, ayah Barah memiliki dua gen rambut hitam, sedangkan ibunya memiliki satu gen rambut hitam dan satu gen rambut cokelat. Samsul kemudian mendapatkan satu gen rambut hitam dari ayah dan satu gen rambut hitam dari ibunya. Inilah kenapa Samsul memiliki rambut hitam.
Berbeda dengan Alam, adik Barah. Alam mendapatkan satu gen rambut hitam dari ayah dan satu gen rambut cokelat dari ibunya. Dengan ini, Alam lalu memiliki rambut yang berwarna hitam kecokelatan, berbeda dengan Barah yang berambut hitam.
Perbedaan kombinasi gen yang diturunkan tersebut bisa membuat tiap manusia tampak berbeda, meskipun mereka saudara kandung. Kira-kira seperti itu cara kerjanya. Selain ciri-ciri fisik, sifat seseorang juga memiliki kode gen, kode inilah yang secara turun temurun terbawa sampai ke anak cucu.
Beberapa tahun lalu menjelang akhir kuliah, saya senang memasuki grup debat. Tema yang seringkali diangkat mengenai orang tua Nabi Muhammad, apakah mereka orang beriman ataukah tidak. Dalam tiap komentar, biasanya orang ramai berdebat, dan saya menceburkan diri kedalamnya.
Saya termasuk dalam kelompok yang mendukung kalau orang tua Nabi Muhammad itu beriman, dan merupakan manusia pilihan tuhan yang melalui mereka seorang manusia sempurna diciptakan tuhan didunia. Dalam tiap kesempatan saya sangat menikmati perdebatan panas dengan beberapa pengguna media sosial.
Sampai akhirnya saya berhenti melakukan itu dan memilih untuk tidak berdebat kusir lagi di media social. Dalam setiap debat, kadangkala kita merasa panas, memandang rendah orang lain dan menganggap diri paling benar. Lama kelamaan kita menjadi egois dan tak mudah menerima saran dari siapa saja.
Duniapun menjadi hitam putih dalam penglihatan kita. Padahal ada banyak warna lain selain hitam putih. Mungkin kita lupa pada pelangi, yang senantiasa terlihat indah lewat aneka warna dalam ketaraturan pada tiap gradiasinya.
Saat ini saya tak ingin mempersoalkannya, apa lagi berdebat. Yang pasti saya masih harus banyak baca dan belajar lagi. Bagiku Orang tua Nabi Muhammad adalah orang pilihan dengan GEN terbaik. Dan Sang Nabi juga mewarisi Gen mereka dalam sifat dan kepribadiannya.
Dalam buku Loving The Wounded Soul mengisahkan mengenai Depresi yang bersumber dari gen bawaan orang tua. Artinya seorang yang lahir dari orang tua yang depresi, besar kemungkinannya baginya untuk mengalami depresi. Namun disana ada faktor lingkungan yang punya pengaruh besar sebagai pemicu.
Beberapa ahli genetika yang melakukan studi gen depresi mengambil kesimpulan bahwa depresi sebagai penyakit mental yang sifatnya diturunkan. Itu dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan pada 42.161 orang kembar di Swedia, dan menemukan kenyataan bahwa kemungkinan depresi diturunkan adalah sebesar 38%.
Setidaknya saya dapat menyimpulkan dua hal mengenai penyakit depresi dari buku Loving The Wounded Soul. Pertama depresi dapat diturunkan dan kedua depresi dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Saya ingin lebih spesifik menyebut lingkungan, yaitu lingkungan dalam keluarga atau kehidupan dalam rumah.
Yang mengejutkan dari kisah Regis Machdy sebagai penulis buku, ketika menelusuri asal mula penyakit depresinya. Awalnya saya sedikit tak percaya, melalui therapy, regis mampu menemukan benih depresi yang dideritanya baru muncul saat usianya baru empat bulan dalam kandungan.
Untuk memastikan kebenarannya, dia (Regis) pulang ke Indonesia dan menanyakan hal tersebut pada ibunya. Cukup lama baru ibunya berani membuka diri dan menceritakan kejadian apa yang terjadi dalam rumah tangganya ketika baru empat bulan mengandung Regis.
Saat itu ada konflik dalam rumah, antara ibu regis dan keluarga ayahnya. Ibu Regis yang belum tau telah hamil, berada dalam situasi ekonomi yang susah. Setelah beberapa tahun menikah, dia tak juga mendapat penghasilan untuk membantu ekonomi keluarga. Apalagi ayahnya masih menanggung biaya kuliah kedua adiknya.
Dalam kondisi terjepit, sempat muncul perasaan tak menerima kondisi dirinya yang sedang mengandung. Namun dia selalu berdoa mati-matian agar supaya kondisi ekonomi keluarga menjadi baik. Saat itu mungkin Regis yang masih janin menyerap kecemasan, ketakutan dan kekecewasaan yang dirasakan ibunya. Tanpa sadar hal itu kemudian menjadi benih dari penyakit depresi yang dideritanya saat dewasa.
Sebagai seorang anak kadangkala kita menerima banyak perintah dan larangan saat kecil, yang itu dapat menjadi pemicu berkembangnya benih depresi dalam dirinya. Mungkin saja pengasuh kita bertujuan baik, dan memberi pelarangan-pelarangan ada kita saat kecil dulu.
Seperti “jangan melakukan ini”, “kamu harusnya begini”, atau kata-kata yang lebih kasar “kamu memang nakal”. Ada kalanya kalimat-kalimat semacam itu akan membuat seorang anak merasa takut, atau merasa tidak aman dengan dunianya. Keadaan bisa lebih parah kala para orang tua menjadi otoriter dan overprotektif dalam menjaga anaknya.
Kata-kata seperti itu pabila sering diterima seorang anak, kemungkinan dia akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak berani mengambil sebuah keputusan dalam hidup. Anak cenderung merasa kalau dia bodoh, atau nakal. Dia pun tidak bisa mengenal dirinya sendiri dan menciptakan perasaan tidak berharga bagi orang lain.
Selain kata-kata, intonasi saat berbicara pada anak juga perlu diperhatikan. Ketika anak menerima berbagai teriakan, nada merendahkan atau ekspresi marah dari lingkungannya, dia akan merekamnya melalui penglihatan dan pendengaran.
Akibatnya anak memiliki kecenderungan susah mengendalikan emosi, bicara selalu teriak dan selalu ingin melawan. Ini terjadi karena kepala mereka terlanjur menyimpan emosi negatif seperti marah dan kebencian, dibandingkan dengan emosi positif seperti Kasih Sayang, Pujian dan Kesabaran.
Dari kisah Regis ini setidaknya saya mendapat penjelasan ilmiah mengapa ketika mengidam, kita lelaki harus selalu memenuhi permintaan perempuan. Kalaupun tak bisa, kita harus bisa menjelaskan pada perempuan sampai dia bisa menerima dan tak kecewa. Karena kekecewaan yang dideritanya mungkin akan diserap oleh janinnya.
Dan sebagai calon orang tua, mungkin saat ini kita harus memikirkan hal itu, untuk saling menjaga dan memperbaiki diri. Karena buah yang baik akan lahir dari benih yang baik pula.
Bukankah kita ingin memiliki keturunan yang lebih baik?, yang kelak akan memenuhi bumi dengan kebaikan?.
0 comments:
Posting Komentar