Pengertian Wilayah
Pesisir
Berdasarkan
ketentuan Pasal 3 UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan
Indonesia mencakup :
1.
Laut territorial Indonesia
adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan
Indonesia,
2.
Perairan Kepulauan, adalah
semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan
tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak dari pantai,
3.
Perairan Pedalaman adalah
semua peraiaran yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari
pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan yang
terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup
Wilayah
laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi
pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu
pilar ekonomi nasional. Disamping itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan
beberapa ahli dalam berbagai kesempatan, juga mengindikasikan hal yang serupa.
Fakta-fakta tersebut antara lain adalah :
1.
Secara sosial, wilayah
pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia
yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat dikatakan
bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada
masa yang akan datang.
2.
Secara administratif kurang
lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah Kabupaten berada di pesisir, dimana dengan
adanya otonomi daerah masing-masing daerah otonomi tersebut memiliki kewenangan
yang lebih luas dalam pengolahan dan pemanfaatan wilayah pesisir.
3.
Secara fisik, terdapat
pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar mulai dari Sabang hingga
Jayapura, dimana didalamnya terkandung berbagai asset sosial (Social Overhead
Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi dan financial yang sangat
besar.
4.
Secara ekonomi, hasil
sumberdaya pesisir telah memberikan kontribusi terhadap pembentuka PDB nasional
sebesar 24% pada tahun 1989. Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat
berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan
berbagai potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal,
antara lain potensi perikanan yang saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi
lestarinya yang termanfaatkan.
5.
Wilyah pesisir di Indonesia
memiliki peluang untuk menjadi produsen (exporter) sekaligus sebagi simpul
transportasi laut di Wilayah Asia Pasifik. Hal ini menggambarkan peluang untuk
meningkatkan pemasaran produk-produk sektor industri Indonesia yang tumbuh
cepat (4%-9%)
6.
Selanjutnya, wilayah pesisir
juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lauatan yang potensial
dikembangkan lebih lanjut meliputi (a) pertambangan dengan diketahuinya 60%
cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar
pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan di dunia, (c) pariwisata bahari yang
diakui duniadengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati
yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan
kegiatan “ecotaurism”.
7.
Secara biofisik, wilayah
pesisir di Indonesia merupakan pusat biodiversity laut tripis dunia kerena
hamper 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.
8.
Secara politik dan hankam,
wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan antar Negara maupun antar daerah
yang sensitive dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karakteristik
Ekosistem Pesisir
Karakteristik
dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada
di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut kedalam wilayah ekosistem
pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun ( seagrass ), dan
ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir ini, masing masing ekosistem
mempunyai sifat- sifat dan karakteristik yang berbeda beda. Berikut merupakan
penjelasan dari ekosistem pesisir dan faktor pendukungnya :
1. Pasang
Surut
Daerah yang terkena
pasang surut itu brmacam – macam antara lain gisik, rataan pasang surut. Lumpur
pasang surut, rawa payau, delta, rawa mangrove, dan padang rumput (sea grass
beds). Rataan pasut adalah suatu mintakat pesisir yang pembentukannya beraneka,
tetapi umumnya halus, pada rataan pasut umumnya terdapat pola sungai yang
saling berhubungan dan sungai utamanya halus, dan masih labil. Artinya Lumpur
tersebut dapat cepat berubah apabila terkena arus pasang. Pada umumnya rataan
pasut telah bervegetasi tetapi belum terlalu rapat, sedangkan lumpur pasut
belum bervegetasi.
2. Estuaria
Menurut kamus
(Oxford) eustaria adalah muara pasang surut dari sungai yang besar. Batasan
yang umum digunakan saat sekarang, eustaria adalah suatu tubuh perairan pantai
yang semi tertutup, yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan
didalamnya ait laut terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase
daratan. Eustaria biasanya sebagai pusat permukiman berbagai kehidupan. Fungsi
dari eustaria cukup banyak antara lain : merupakan daerah mencari ikan, tempat
pembuangan limbah, jalur transportasi, sumber keperluan air untuk berbagai
industri dan tempat rekreasi.
3. Hutan
Mangrove
Hutan mangrove dapat
diketemukan pada daerah yang berlumpur seperti pada rataan pusat, Lumpur pasut
dan eustaria, pada mintakat litoral. Agihannya terutama di daerah tropis dan
subtropis, hutan mangrove kaya tumbuhan yang hidup bermacam – macam, terdiri
dari pohon dan semak yang dapat mencapai ketinggian 30 m. Species mangrove
cukup banyak 20 – 40 pada suatu area dan pada umumnya dapat tumbuh pada air
payau dan air tawar. Fungsi dari mangrove antara lain sebagai perangkap sedimen
dan mengurangi abrasi.
4. Padang
Lamun (Sea Grass Beds)
Padang lamun cukup
baik pada perairan dangkal atau eustaria apabila sinar matahari cukup banyak.
Habitanya berada terutama pada laut dangkal. Pertumbuhannya cepat kurang lebih
1.300 – 3.000 gr berat kering/m2/th. Padang lamun ini mempunya habitat dimana
tempatnya bersuhu tropis atau subtropics. Ciri binatang yang hidup di padang
lamun antara lain:
a.
Yang hidup di daun lamun
b.
Yang makan akar canopy daun
c.
Yang bergerak di bawah canopy daun
d.
Yang berlindung di daerah padang lamun
Pengertian
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Pengelolaan Wilayah
Pesisir
Menurut
Sain dan Krecth Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis
yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang
pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan
lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses
kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara
politis.
Pengelolaan Pesisir
Secara Berkelanjutan
Suatu
kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis,
ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara
ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan
pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital (capital maintenance), dan penggunaan
sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung
arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem,
memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk
keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan
sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial
politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat
menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial,
partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas
sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004).
Daerah
pesisir di Indonesia sebenarnya telah mendapat persetujuan dalam mengatur,
mengelola, atau memberdayakan daerahnya masing masing, seperti dibahas pada
Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan
yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut adalah :
1. Eksplorasi,
eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut
tersebut
2. Pengaturan
kepentingan administratif
3. Pengaturan
ruang
4. Penegakan
hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh Pemerintah
5. Bantuan
penegakan keamanandan kedaulatan Negara.
Pemanfaatan dan
Pengelolaan Potensi Pesisir Daerah di Indonesia
Dari
pengalaman pengalaman yang sudah berjalan sampai sekarang, Daerah pesisir di
Indonesia yang kebanyakan ditinggali oleh para nelayan, merupakan daerah yang
belum sepenuhnya digali potensinya, hal ini berkaitan dengan para nelayan itu
sendiri sekedar memanfaatkan hasil dari laut berupa ikan, rumput laut, terumbu
karang, lamun, dan sebagainya hanya untuk memenuhi kebutuhan harian mereka.
Sehingga secara garis besar, potensi pesisir yang diberdayakan oleh para
masyarakat sekitar hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan harian untuk hidup
mereka.
Sedangkan
pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan
keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian
rakyat belum banyak dilakukan. Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam
skala besar baru dilakukan pada sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di
daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini
bergerak disektor pariwisata dan sudah mempunyai kesadaran yang lebih
dibandingkan dengan daerah lain yang belum mempunyai pengolahan seperti ini.
Mengingat
kewenangan daerah untuk melakukan pengelolaan bidang kelautan yang termasuk
juga daerah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi daerah maka
pemanfaatan potensi daerah pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
Daerah Kabupaten atau kota yang berada di pesisir. Jadi belum semua Kabupaten
dan Kota yang memanfaatkan potensi daerah pesisir.
Permasalahan dan
Ancaman Potensi Wilayah Indonesia
Pemanfatan
dan pengelolaan daerah pesisir yang dilakukan oleh masyarakat maupun daerah
sebagian belum memenuhi ketentuan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari
dan berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian
pesisir dan lingkungannya. Penyebab degradasi kondisi daerah pesisir secara
tidak langsung juga disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu yang
berpengaruh terhadap muara di pesisir.
Kebijakan
reklamasi yang tidak berdasarkan kepada analisa dampak lingkungan pada beberapa
daerah juga berpengaruh terhadap ekosistem dipesisir. Perizinan pengembangan usaha
bagi kelangan dunia usaha selama ini sebagian besar menjadi kewenangan pusat.
Kadangkala dalam hal ini pemberian izin tersebut tanpa memperhatikan
kepentingan daerah dan masyarakat setempat.
Jika
kita perhatikan berbagai permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan dan
pengelolaan daerah pesisir dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pemanfaatan
dan pengelolaan daerah belum diatur dengan peraturan perundang-ungan yang
jelas, seingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu kebijakan.
2. Pemanfaatan
dan pengelolaan daerah pesisir cendrung bersifat sektoral, sehingga kadangkala
melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.
3. Pemanfatan
dan pengelolaan daerah pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir
sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif
pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar
daerah.
4. Kewenangan
daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif oleh para
stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sector timbul berbagai
pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah
pesisir.
Peran dan Partisipasi
Aktif Untuk Melestarikan Ekosistem Pesisir
Dalam
upaya menjaga dan merawat kelestarian ekosistem pesisir, bukan hanya warga
masyarakat pesisir saja yang hanya merawat dan melestarikan ekosistem pesisir.
Melainkan hal ini membutuhkan banyak sokongan dan upaya dari pemerintah serta
semua elemen masyarakat. Hal ini bisa dilakukana dengan menggunakan beberapa
tahapan baik secara strukturak maupun non-struktural. Tetapi pada hal ini,
sepertinya pendekatan dengan cara non-struktural atau lebih dikatakan dengan
pendekatan subyektif. Pendekatan ini adalah pendekatan yang menempatkan manusia
sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat
menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut berasumsi bahwa masyarakat lokal
dengan pengetahuan, keterampilan dan kesadarannya dapat meningkatkan peranannya
dalam perlindungan sumber daya alam sekitarnya. Karena itu, salah satu upaya
untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam
dan wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk ebrbuat sesuatu demi melindungi
sumber daya alam. Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan
langsung dengan upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan sumber daya alam
tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka
membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternative sehingga tidak merusak
lingkungan, antara lain yaitu :
§ Peningkatan
pengetahuan dan wawasan lingkungan
§ Pengembangan
keterampilan masyarakat
§ Pengembangan
kapasitas masyarakat
§ Pengembangan
kualitas diri
§ Peningkatan
motivasi masyarakat untuk berperan serta
§ Penggalian
dan pengembangan nilai tradisional masyarakat
Oleh
karena itu, pelestarian ekosistem pesisir bukan hanya tugas dan keawajiban dari
masyarakat wilayah pesisir, melainkan semua aspek masyarakat yang ada.
Masyarakat umum harus mulai disadarakana bagaimana pentingnya ekosistem pesisir
bagi keberlanjutan kehidupan bagi umat manusia. Meskipun, untuk kejadian proses
alam lingkungan sekitar dan interaksi antara faktor abiotik dan biotik serta
perubahan ekologis hanya bisa di pahami oleh ilmuwan dan pakar lingkungan,
basis data yang didapat dari mereka bisa digunakan untuk sumber informasi untuk
disebarkan lebih luas agar semua masyarakat dapat ikut melestarikan dan menjaga
ekosistem pesisir sehingga proses pengelolaan ekosistem pesisir bisa berjalan
tidak hanya untuk jangka pendek, melainkan bisa hingga jangka panjang.
Cara Perlindungan dan
Pelestarian Ekosistem Pesisir
Banyak
elemen masyarakat yang sekarang masih kurang peka akan kelestarian dan
keberlanjutan sumberdaya ekosistem pesisir, hal ini apabila tidak di tanggapi
secara serius akan menimbulkan dampak yang cukup berbahaya ke depannya. Kita
tidak mungkin juga hanya bisa menikmati keindahan suatu tempat tanpa memikirkan
dampak jangka panjangnya bagi generasi penerus. Berikut merupakan tahapan yang
dapat digunakan untuk perlindungan maupun pelestarian ekosistem pesisir,
diantaranya adalah :
1. Restorasi, dimaksudkan
sebagai upaya untuk menata kembali kawasan pesisir sekaligus melakukan
aktivitas penghijuan. Untuk melakukan restorasi perlu memperhatikan pemahaman
pola hidrologi, perubahan arus laut, tipe tanah.
2. Reorientasi,
dimaksudkan sebagai sebuah perencanaan pembangunan yang berparadigma
berkelanjutan sekaligus berwawasan lingkungan. Sehingga motif ekonomi yang
cenderung merusak akan mampu diminimalisasi
3. Responsivitas,
dimaksudkan sebagai sebuah upaya dari pemerintah yang peka dan tanggap terhadap
problematika kerusakan ekosistem pesisir. Hal ini dapat ditempuh melalui
gerakan kesadaran pendidikan dini, maupun advokasi dan riset dengan berbagai
lintas disiplin keilmuan\
4. Rehabilitasi, gerakan
rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan peran ekosistem
pesisir sebagai penyangga kehidupan biota laut. Salah satu wujud kongkrit
pelaksanaan rehabilitasi yaitu dengan menjadikan kawasan pesisir sebagai area
konservasi yang berbasis pada pendidikan (riset) dan ekowisata
5. Responsibility,
dimaksudkan sebagai upaya untuk menggalang kesadaran bersama sekaligus
meningkatkan partisipasi masyarakat.
6. Regulasi,
dalam hal ini setiap daerah pasti mempunyai Perda yang telah diatur secara
jelas dan gambling. Maka dari itu, perlu kesadaran dan kewajiban untuk memenuhi
perda yang telah ada dan telah dibuat. Ini bisa dijadikan sebuah punishment apabila
tidak dijalankan secara serius. Punishment harus dijalankan guna
membentuk sikap yang sadar akan Perda yang telah diatur demi keberlangsungan
ekosistem pesisir di masa depan.
Sumber :
§ Akil, Sjarifuddin. 2002. Kebijakan Kimpraswil Dalam Rangka
Percepatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah Rapat Koordinasi
Nasional Departemen Kelautan dan perikanan Tahun 2002. Jakarta.Nurmalasari, Y.
Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisr Berbasis Masyarakat. www.
Stmik-im.ac.id/userfiles/jurnal%20yessi.pdf.
§ Asosiasi Pemeritah Kabupaten Seluruh Indonesia (APAKASI).
2001. Permasalahan dan Isu Pengelolaan dan Pemanfaatan Pesisir Di Daerah. http://aplikasi.or.id/modules.php?name=news&files=article&sid=106.
§ Biliana Cincin-Sain dan Robert W. Knecht. 1998. Integrated
Coastal and Ocean Management Concepts dan Practices. Island Press. Washington,
DC.
§ Coztanza, R. 1991. Ecological economics: The Science and
Management of Sustainability. Columbia University Press. New York.
§ Depatemen Kelautan dan Perikanan. Pokok-Pokok Pikiran
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Wilayah Pesisir (PWP).
§ DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Atrikel on-line Dinas Kelautan dan Perikanan.
§ Haryandi. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Terhadap Pengelolaan
Lahan
Wilayah
Pesisir di Pantai Timur kabupaten Lampung Selatan. http://pustakailmiah.unila.ac.id./2009/07/06/pemberdayaan-masyarakatterhadap-pengelolaan-lahan-wilayah-pesisir-dipantaitimur-kabupatenlampung-selatanTimothy
Beatly, David J. Bower, dan Anna K. Schwab. 2002. An Introduction to Coastal
Zone Management. Island Press. Washington, DC.
§ Kay, R. dan Alder, J. 1999. Coastal Management and Planning.
E & FN SPON. New York.
§ La, An. 2008. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dengan
Memenfaatkan Sistem Informasi Geografi dan Data Penginderaan Jarak Jauh. http://mbojo.wordpress.com.
§ Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Tinjauan
Aspek Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut dan Pesisir. Seminar Umum
Dies Natalis ITS ke-34. Surabaya. http://www.penataanruang.net/taru/makalah/men_prlautpesisir-TTS43.pdf..
§ Muttaqiena, dkk. 2009. Makalah Pengelolaan Wilayah Pesisir
Secara Berkelanjutan Pasca Tsunami Desember 2004. http://slideshare.net/abida/pengelolaan-pesisir.
§ Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
§ Wiyana, Adi. 2004. Faktor Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan
Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T). http://rudyct.com/PPS702-ipb/07134/afi_wiyana.htm.
0 comments:
Posting Komentar