Minggu, 09 Desember 2012

Ali Syari'ati Teologi Pembebasan ( bagian pertama )


Bagi Dia, Tauhid berarti Keesaan (Oneless)
Bagi kita, Tauhid adalah kesatuan (unity)
KepadaNya, Tauhid berarti penghambaan
Kepada kita, Tauhid bermakna pembebasan
Untuk Dia, Tauhid adalah pemujaan tanpa syarat
Untuk kita, Tauhid adalah persamaan tanpa kelas.





Banyak di antara kita yang memiliki kesulitan besar dalam memahami bagaimana Tauhid terkait dengan pembebasan. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kita telah dikondisikan untuk memiliki tingkat keimanan yang terbatas hanya pada taqlid dan ritus, Ibadah keagamaan dan dogma teologis. Iman (keyakinan) kita seperti jubah di dalam masjid. Walhasil, Islam dengan Tauhid sebagai fondasi ajaran menjadi tak bertuah bagi kemanusiaan, jangankan menjadi rahmat, justru Islam sering dijadikan dalih (pembenaran) yang melanggengkan kezaliman (hal yang sejatinya paling dilawan oleh Islam).


Secara praksis, menurut Hassan Hanafi, teologi yang diyakini secara dogmatik tak mampu menjadi "pandangan yang benar-benar hidup" yang memberi motivasi tindakan dalam kehidupan kongkret manusia. Hal ini dikarenakan penyusunan doktrin teologi tidak didasarkan atas kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Sehingga muncul keterpecahan (split) antara keimanan teoritis dan keimanan praktis dalam umat Islam, yang pada gilirannya akan menghasilkan sikap-sikap moral ganda atau "sinkretisme kepribadian". Fenomena sinkretis ini tampak jelas, menurut Hassan Hanafi, dengan adanya paham keagamaan dan sekularisme (dalam kebudayaan), tradisional dan modern (dalam peradaban), Timur dan Barat (dalam politik), Konservatisme dan progresifisme (dalam sosial), serta kapitalisme dan sosialisme (dalam ekonomi).

Melihat efek regresif dari teologi dogmatik yang hari ini menjadi mainstreem utama dalam khasanah teologi Islam yang dianut oleh mayoritas umat Islam, meniscayakan perlunya digagas suatu konstruk teologi Islam yang mampu menjawab persoalan-persoalan umat Islam, perlu dikonstruk teologi yang mempu memantik spirit, menjadi inspiring, dan menjadi pandangan dunia yang membebaskan umat Islam dari keterjajahan, keterbelakangan, dan keterbodohan. Rekonstruksi teologi Islam adalah satu hal yang sangat urgen dalam rangka pembenahan kondisi umat Islam menuju keadaan yang lebih baik. Teologi islam yang lebih bercorak liberasi (membebaskan) adalah corak teologi yang sangat dibutuhkan dalam menjawab kondisi kekinian umat Islam yang terpuruk pada keterbelakangan dan ketertinggalan dari umat-umat yang lain. Dalam rangka menyusun format kerangka teologi yang bersifat liberasi sangat dibutuhkan penafsiran baru yang rasional dan ilmiah, serta tetap berdasarkan pada nash suci (Alquran dan hadis) sebagai rujukan doktrinal dalam menyusun kerangka teologi yang konstruktif bagi umat Islam.

Menurut Toshio Kuroda, dalam menyusun konstruk teologi yang memiliki relevansi dalam menjawab persoalan-persoalan yang senantiasa muncul dalam perjalanan manusia sepanjang zaman. Didasarkan pada keyakinan bahwa Islam adalah norma kehidupan yang sempurna dan mampu beradaptasi pada setiap bangsa dan setiap waktu. Firman Allah adalah abadi dan universal yang menyangkut seluruh aktivitas dari seluruh suasana aktivitas kemanusiaan tanpa perbedaan apakah ia aktivitas mental atau aktivitas duniawi.

Berdasarkan pernyataan Toshio Kuroda tersebut, dapat disimpulkan bahwa Islam mencakup bidang-bidang keduniaan, mental, dan sekaligus ketuhanan. Dengan demikian teologi (Tauhid) memiliki fungsi vital dalam pemikiran umat Islam, dalam lembaga-lembaga sosial politik Islam, dan dalam peradaban. Tauhid haruslah bermakna penyatuan atau kesatuan antara dimensi transenden (spiritual) dan imanen (sosial). Antara realitas ilahiyah yang transenden dengan realitas alam dan manusia yang imanen tak memiliki keterpisahan yang kaku sehingga harus diposisikan secara biner. Dalam pandangan Murtadha Muthahhari, konstruksi teologi yang akhirnya menjadi sebuah pandangan dunia (world view) Tauhid yang bersifat unipolar dan uniaxial.

Secara universal, seluruh aspek kehidupan sosial Islam harus diintegrasikan ke dalam "jaringan relasional Islam". Jaringan ini diderivasikan dari pandangan dunia Tauhid, yang mencakup aspek keagamaan dan keduniawian, spiritual dan material, individual dan sosial. Jaringan relasional Islam ini akhirnya teruji dalam bentuk praksis ibadah ritual yang merupakan kewajiban yang mesti dijalankan oleh umat Islam. Selain itu, perlu digagas relasi Tauhid dan pembebasan, implementasi Tauhid dalam konteks penindasan, dan masyarakat seperti apa yang diinginkan dalam konteks Tauhid.

Ali Syari'ati merupakan salah seorang tokoh intelektual muslim abad modern yang concern pada tema-tema pembebasandari agama. Berbasis pandangan dunia Tauhid beliau menjadi propagandis yang membakar semangat anak muda Iran di tahun 1970-an untuk bangkit melawan penindasan rezim Pahlevi. Tak bisa dipungkiri, beliau adalah salah seorang tokoh teologi pembebasan Islam, yang bahkan mempersembahkan nyawanya untuk misinya tersebut. 

( sumber: forum.republika.co.id )

0 comments: