“JAUH DIMATA
DEKAT DIHATI”
sudah sangat lama, bahkan sudah
mendara daging kalimat tersebut bertahta dibenak para anak manusia yang hatinya
gundah gulana diluputi rasa kasmaran yang mendalam. Saking dasyatnya sampai
menjadi pandangan dunia tiap hati yang sedang kasmaran. Antara jarak, mata, dan
hati adalah elemen penting yang secara lahiriah menjadi bekal awal para pecinta
yang senantiasa merindu tuk bertemu sang kekasih sejati.
Sebagaimana jauh menandakan jarak
adalah perumpamaan yang berlaku bukan hanya dialam mahiyah ini. Jarak terbagi
dalam beberapa bagian pabila kita coba tuk membaginya. Jarak spasi merupakan
keterpisahan secara horizontal antara yuda dan maria, yang mana satu berada
disudut bumi bagian utara dan yang satu berada disudut bumi bagian selatan.
Sedangkan jarak dalam pandangan para filsuf dan para sufi lebih kepada jarak
kualitas, maksudnya keterpisahan antara sang pecinta dan sang kekasih karena
perbedaan sifat-sifat kesempurnaan. Sang pecinta memiliki kurang kesempurnaan
dan yang dicinta memiliki sifat maha sempurna maka jarak dalam pandanga para
sufi adalah sebagaimana yang diutarakan Yang Mulia Guruku Dimitri Mahayana
dalam tulisannya tentang Cinta beliau dengan indah menuliskan bahwa cinta
adalah sifat ketakterjangkauan yang mencintai terhadap yang dicintai. Yang kian
waktu terus menumbuhkan rasa kerinduan teramat besar tuk kembali bersua dalam
balutan mesra selendang cinta kekasihnya. Beliau juga mengatakan bahwa cinta
terbagi atas 2 unsur yaitu kerinduan yang mendalam dan ketakterjangkauan objek
yang dicintai.
Sebagaimana indra yang lain, mata
merupakan alat utama dalam penyaksian warna dan bentuk yang merupakan
perwujudan salah satu wajah kekasih sejati. Hati para pecinta yang telah
terpaut dalam kecintaan yang mendalam pada kekasih sejatinya akan dipenuhi
cahaya ilahi sehingga tampak baginya wajah-wajah kekasih disetiap dia
memalingkan wajahnya. Cerita sufi dalam kisah Layla dan Qais (Majnun) adalah
bukti dari kisah pecinta sejati. Ketika Qais (sebut juga Majnun) terpisah jauh
dari Layla sang kekasih, majnun tiada berhenti menyebut nama layla.
Layla....Layla...oh Layla....begitulah Majnun sang pecinta sejati melalui
hidupnya hanya dengan menyebut nama Layla seorang. Tiada asap tanpa api, pula
tiada manis tanpa gula adalah perumpamaan yang sangat sederhana tuk memahami
ekstase yang dialami Majnun ketika merasakan kerinduan teramat dalam pada Layla
yang dicintai.
Hati atau dalam pandangan para
pelancong spiritual lebih akrab dengan sebutan Qalb, adalah semesta mungil
namun tak terbatas yang mampu menampung gelora rindu teramat dalam terhadap
kekasih. Walaupun alam kosmos dan manusia sebagai mikro kosmos bersatu padu
nicaya takan mampu menyamai sifat kemahaluasan Qalb dalam menampung cinta suci
pada sang kekasih hati.
Dari hati cinta
terpancar,
darihati pula
rindu menggelegar,
dari hati benih
terlahir
dan
tersenyumlah kuncup pertama yang mengetuk alam bawah sadar
Ketika sepasang kekasih mengenal
sesamanya karena tuntunan hati yang seketika berdebar saat mata saling menatap,
pula wajah saling berhadapan maka itulah puncak dari segala kenikmatan yang
terhimpun dialam mahiyah ini. Bahasa hati akan sampai pada hati dan seketika
hati akan mengangguk dan tercipta hubungan arus listrik yang ketika itu
dialirkan pada hewan maka niscaya dia takan kuasa menahannya. Tiap manusia yang
hatinya saling mengenal senantiasa melihat yang dicintai dalam dirinya,
senantiasa melihat dia yang dicintai selalu bersamanya. Maka bagaimana bisa
hidup dijalani dengan putus asa berhias kesedihan karena yang dicintai berada
disudut bumi nan jauh disana.
Hatimu
Hatiku
Jangan katakan
pada mereka
Kalau kita
selalu bersama
L.M. Azis
Syahban. H_
Makassar, 25
Februari 2012
0 comments:
Posting Komentar