Kamis, 20 Desember 2012

BLOM ADA JUDUL_Part 24


“JAUH DIMATA DEKAT DIHATI”

sudah sangat lama, bahkan sudah mendara daging kalimat tersebut bertahta dibenak para anak manusia yang hatinya gundah gulana diluputi rasa kasmaran yang mendalam. Saking dasyatnya sampai menjadi pandangan dunia tiap hati yang sedang kasmaran. Antara jarak, mata, dan hati adalah elemen penting yang secara lahiriah menjadi bekal awal para pecinta yang senantiasa merindu tuk bertemu sang kekasih sejati.

Sebagaimana jauh menandakan jarak adalah perumpamaan yang berlaku bukan hanya dialam mahiyah ini. Jarak terbagi dalam beberapa bagian pabila kita coba tuk membaginya. Jarak spasi merupakan keterpisahan secara horizontal antara yuda dan maria, yang mana satu berada disudut bumi bagian utara dan yang satu berada disudut bumi bagian selatan. Sedangkan jarak dalam pandangan para filsuf dan para sufi lebih kepada jarak kualitas, maksudnya keterpisahan antara sang pecinta dan sang kekasih karena perbedaan sifat-sifat kesempurnaan. Sang pecinta memiliki kurang kesempurnaan dan yang dicinta memiliki sifat maha sempurna maka jarak dalam pandanga para sufi adalah sebagaimana yang diutarakan Yang Mulia Guruku Dimitri Mahayana dalam tulisannya tentang Cinta beliau dengan indah menuliskan bahwa cinta adalah sifat ketakterjangkauan yang mencintai terhadap yang dicintai. Yang kian waktu terus menumbuhkan rasa kerinduan teramat besar tuk kembali bersua dalam balutan mesra selendang cinta kekasihnya. Beliau juga mengatakan bahwa cinta terbagi atas 2 unsur yaitu kerinduan yang mendalam dan ketakterjangkauan objek yang dicintai.

Sebagaimana indra yang lain, mata merupakan alat utama dalam penyaksian warna dan bentuk yang merupakan perwujudan salah satu wajah kekasih sejati. Hati para pecinta yang telah terpaut dalam kecintaan yang mendalam pada kekasih sejatinya akan dipenuhi cahaya ilahi sehingga tampak baginya wajah-wajah kekasih disetiap dia memalingkan wajahnya. Cerita sufi dalam kisah Layla dan Qais (Majnun) adalah bukti dari kisah pecinta sejati. Ketika Qais (sebut juga Majnun) terpisah jauh dari Layla sang kekasih, majnun tiada berhenti menyebut nama layla. Layla....Layla...oh Layla....begitulah Majnun sang pecinta sejati melalui hidupnya hanya dengan menyebut nama Layla seorang. Tiada asap tanpa api, pula tiada manis tanpa gula adalah perumpamaan yang sangat sederhana tuk memahami ekstase yang dialami Majnun ketika merasakan kerinduan teramat dalam pada Layla yang dicintai.

Hati atau dalam pandangan para pelancong spiritual lebih akrab dengan sebutan Qalb, adalah semesta mungil namun tak terbatas yang mampu menampung gelora rindu teramat dalam terhadap kekasih. Walaupun alam kosmos dan manusia sebagai mikro kosmos bersatu padu nicaya takan mampu menyamai sifat kemahaluasan Qalb dalam menampung cinta suci pada sang kekasih hati.

Dari hati cinta terpancar,
darihati pula rindu menggelegar,
dari hati benih terlahir
dan tersenyumlah kuncup pertama yang mengetuk alam bawah sadar

Ketika sepasang kekasih mengenal sesamanya karena tuntunan hati yang seketika berdebar saat mata saling menatap, pula wajah saling berhadapan maka itulah puncak dari segala kenikmatan yang terhimpun dialam mahiyah ini. Bahasa hati akan sampai pada hati dan seketika hati akan mengangguk dan tercipta hubungan arus listrik yang ketika itu dialirkan pada hewan maka niscaya dia takan kuasa menahannya. Tiap manusia yang hatinya saling mengenal senantiasa melihat yang dicintai dalam dirinya, senantiasa melihat dia yang dicintai selalu bersamanya. Maka bagaimana bisa hidup dijalani dengan putus asa berhias kesedihan karena yang dicintai berada disudut bumi  nan jauh disana.

Hatimu 
Hatiku
Jangan katakan pada mereka
Kalau kita selalu bersama

L.M. Azis Syahban. H_
Makassar, 25 Februari 2012

0 comments: