Kamis, 01 Agustus 2019

Festival Layang-Layang dan Muna Yang Kehilangan Momentum


Foto : Lamasili, Lamasima, Lanegara dan Laode Pamusu memegang piagam usai menerbangkan layang-layang daun terbesar versi Guinness World Records
Pagi tadi sangat ramai, dentuman musik keras membahana keseluruh penjuru lapangan Ketapang Doyong. Semua orang bergerak dengan penuh semangat, seirama dalam gerakan  senam zumba.

Seperti tahun lalu, tahun ini Pangandaran kembali melaksanakan even Internasional. Sebuah pagelaran yang membuat mata beberapa negara tertuju pada Kabupaten Pangandaran, pada Provinsi Jawa Barat, dan Pada Indonesia. Yaitu Festival Layang-Layang Internasional yang ke-30.

PIKF, adalah singkatan dari Pangandaran Internasional Kite Festival. Merupakan festival layang-layang internasional ke-30 yang dilaksanakan di Kabupaten Pangandaran. Acara ini melibatkan 10 negara besar untuk berpartisipasi didalamnya, yaitu ; Prancis, Malaysia, Singapura, India, Jepang, Italia, Ukraina, Macau, Thailand dan Mongolia.

Karena ini even Internasional, banyak turis yang juga berdatangan selain dari ke-10 negara tersebut. Seperti turis dari Jerman, Belanda, Arab Saudi, Polandia dan juga Hongaria. Selain untuk menyaksikan even ini, mereka datang untuk berwisata.

Acara ini sekali lagi dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran, untuk melakukan promosi wisata secara besar-besaran. Salah satu objek wisata yang diperkenalkan adalah kampung turis. Yaitu objek wisata pantai yang senyap, dengan konsep sangat milenial. Selain menyuguhkan panorama alam yang eksotis, dikawasan ini terdapat hiburan musik, kafe dan resto dengan arsitektur bambu.

Material bambu pada bangunan kafe dan resto, merupakan yang paling disukai wisatawan mancanegara. Selain memberikan kesan alamiah, konsep bambu dianggap lebih memberikan kesan unik, ramah lingkungan dan lebih murah biayanya.

Yang paling mencuri perhatian dalam even ini adalah kuliner khas pangandaran, Pindang Gunung. Kuliner ini yang paling banyak dicari turis asing, dan kampung turis menyediakannya. Makanan ini merupakan makanan berkuah, sejenis sup ikan dengan bumbu khas sunda yang kaya akan rempah. Ikan dimasak sampai dagingnya kenyal dan tidak anyit, sangat segar  dengan campuran daun kedondong, lengkuas, serai dan daun ruku-ruku.

Bagaimana dengan Muna, yang punya sejarah layang-layang tertua di Nusantara. Sudah cukup lama Muna tak menjadi tuan rumah Festival layang-layang Internasional. Tahun depan sepertinya  waktu yang cocok untuk Muna menjadi penyelenggara, dan memperkenalkan wisata, budaya dan kuliner khas Kabupaten Muna pada dunia.

***
Festival layang-layang internasional terakhir yang diselenggarakan di Muna sekitar tahun 2014, atau sudah 5 tahun. Sejak saat itu, tiadalagi even besar berskala Nasional apalagi Internasional yang diadakan di Muna. Padahal dalam beberapa tahun terakhir, Muna sedang berusaha mempromosikan wisatanya.

Festival layang-layang akan menjadi ajang penting untuk membangkitkan kembali gairah wisata masyarakat di Muna. Selain itu dapat memperkenalkan kembali Kabupaten Muna dan segala potensinya pada dunia, terutama pariwisatanya. Hal itu akan menjadi penting, karena dalam beberapa tahun terakhir, Pariwisata Muna sudah cukup ketinggalan dengan Baubau, Kendari dan beberapa daerah lain di Sulawesi Tenggara.

Promosi Pariwisata merupakan sebuah akifitas bagaimana mengangkat pamor atau citra sebuah industri wisata agar memiliki nilai jual. Dalam membangun industri pariwisata, promosi merupakan sebuah aspek yang akan sangat menentukan, apakah pembangunan pariwisata dapat berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan bersama ataukah tidak.

Pembangunan yang dimaksud tentu saja dalam artian yang lebih luas, mencakup segala sektor penting dalam Industri Pariwisata yaitu, masyarakat, ekonomi, sarana prasarana, budaya, transportasi dan juga lingkungan.

Muna harusnya lebih bisa membuat dan memanfaatkan momentum. Bukti Sejarah layang-layang tertua di Indonesia ada di Liangkobori. Ini dapat menjadi alasan kuat untuk kembali mengadakan Festival Layang-Layang Internasional di Muna. Selain itu prestasi Layang-Layang Muna sudah terkenal dan seringkali mendapat Juara pada pagelaran layang-layang di dalam dan luar negri.

Foto : La Ode Pomusu
Salah satu nama penting yang patut disebut atas prestasinya dalam kejuaraan layang-layang internasional, adalah La Ode Pomusu. Seorang asli Muna berdarah Belanda, yang tinggal di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat (Dahulu Kabupaten Muna). Meski hidupnya susah, La Ode Pomusu dahulu seringkali mewakili Indonesia dalam kejuaraan layang-layang Internasional yang diadakan didalam dan luar negri.

Sejak tahun 1995 sampai yang terakhir tahun 2016, La Ode Pamusu telah mengikuti berbagai lomba Internasional dan selalu mendapat Juara pertama. Pada salah satu Even Internasional yang diikuti tahun 2009 di Italy, La Ode Pomusu yang mewakili Indonesia mendapat juara pertama dihadapan 87 perwakilan Negara didunia. Tahun 2016 lalu pada Festival layang-layang yang juga bagian dari Festival TAFISA Games di Jakarta, La Ode Pomusu dan Grupnya berhasil membuat layang-layang daun terbesar didunia.

Layang-layang yang mereka buat berukuran 500 cm x 430 cm, dibuat selama dua minggu dan berhasil diterbangkan selama lebih dari 20 menit. Atas prestasinya itu, mereka ditetapkan menjadi layang-layang daun terbesar dunia versi Guinness World Records yang disaksikan perwakilan dari pengesah, Swapnil Dangarikal.

Semoga dalam waktu dekat kita segera mendengar kabar baik tentang MIKF (Muna Internasional Kite Festival) ke-31. Sebuah acara besar bertaraf Internasional dengan partisipasi warga yang sangat tinggi. Acara yang dapat diketahui dan dinikmati seluruh masyarakat Muna, Sulawesi Tenggara dan Indonesia yang akan selalu meninggalkan kesan mendalam bagi pelaksana, masyarakat, undangan serta tamu.

Saya membayangkan MIKF 2021 yang sangat meriah, dirangkaikan dengan seminar Nasional layang-layang. Disana ada Presiden Jokowi yang membuka acara Festival dan Seminar. Dihadapannya turut hadir perwakilan guru dan siswa semua sekolah se Kabupaten Muna dan Sulawesi Tenggara. Sejak 2 hari sebelum acara, penduduk Kota Raha dan Kabupaten Muna sibuk menghiasi lorong-lorong. Ini akan jadi pemandangan menarik buat para tamu atau turis yang datang sebelum acara.

Payung diganti dengan Layang-layang  yang menghiasi jalan
Ketika turis atau tamu melintas tuk sekedar jalan-jalan dalam kota, mereka akan disambut senyum ramah masyarakat dan serbuan ajakan selfie. Oh, sungguh indah kotaku, ketika hari acara, jalan-jalan dalam kota dihiasi layangan warna warni diatasnya. Saat malam tiba layangan-layangan itu menyala dan menghiasi langit yang gelap gulita.

Sebelumnya para tamu undangan yang baru datang, disambut dengan silat Muna. Setiap perwakilan kelompok akan dipakaikan sarung Muna dan diajak duduk untuk ritual baca-baca tola bala. Itu semua untuk menghindarkan mereka dari segala keburukan dan bahaya selama mereka berada di Muna. Tak jauh dari tempat acara seminar dan festival, terdapat pusat informasi wisata, yang menyediakan srmua informasi wisata Kab. Muna.

Tentu acara ini akan sangat ramai. Apalagi selama acara berlangsung semua sekolah diliburkan dari kegiatan belajar mengajar, dan para siswa difokuskan untuk ambil bagian dalam acara Festival atau Seminar. Sedangkan untuk anak TK, PAUD dan SD dibuatkan perlombaan melukis pada layang-layang. Untuk lebih memeriahkan, disiapkan 1000 baju yang dibagikan gratis pada masyarakat untuk dipake pada saat acara.

Tak terbayangkan berapa banyak layang-layang akan dibuat untuk mensukseskan acara tersebut. Mungkin akan butuh sekitar 10.000 layang-layang, dan semoga ini akan memecahkan rekor pembuatan layang-layang terbanyak yang melibatkan banyak pembuat layang-layang dari Muna, atau Sulawesi Tenggara atau bahkan seluruh Indonesia.

Acara besar ini kemudian akan menjadi panggung bergengsi buat makanan khas Muna. Mulai dari olahan makanan laut sampai hasil kebun, semuanya akan disajikan dengan sebaik-baiknya demi memuaskan lidah para tamu dan pengunjung pada acara ini. Ada ikan parende dan juga ayam parende dengan kuah bening dan bumbu khas, ditambah daun kedondong yang siap menggoyang lidah.

Tak ketinggalan sayur bening atau kadada katembe dengan bahan utama daun kelor yang kaya akan vitamin, akan diperkenalkan pada acara ini. Khusus untuk kelor, sudah seharusnya mendapat panggung spesial. Lewat acara sonde kadada massal yang diikuti ratusan orang, akan lebih memeriahkan acara MIKF.

Hanya membayangkannya saja, acara itu sudah sangat meriah, apalagi kalau sampai terlaksana. Mungkin tidak semua akan sependapat dengan itu, apalagi mendengar besaran biaya yang dibutuhkan. Dan bahasa sinis plus pesimispun muncul "acara besar hanya buang uang, sementara rakyat Muna masih miskin". Saya hanya mau bilang, Muna butuh ledakan besar untuk maju dan berkembang, bukan kegiatan biasa yang tidak punya kesan luar biasa yang kelak akan disesali.

Saya ingin mewakili seorang dari Jerman bernama Wolfgang Bieck, untuk menyampaikan kesimpulan dari hasil ziarahnya ke Gua Layang-layang di Muna sekitar tahun 2001-2002. Bieck mengatakan "Lukisan Muna bersifat prasejarah dan unik, rupanya tua atau kuno, dan jika ratusan atau lebih sampai dua ribu tahun, itu merupakan catatan sejarah yang berharga".

"Jika di sisi lain, gambar itu bisa Secara ilmiah bertanggal lebih dari 2.400 tahun, sehingga melampaui usia yang merupakan hasil rekaman tertua untuk layang-layang di China, nampaknya akan membuktikan bahwa kepulauan Melayu dan Oceania yang berdampingan adalah wilayah dimana layang-layang itu diciptakan. Ini akan membuat lukisan ini menjadi harta karun global".

0 comments: