Telah bertahun-tahun urbanisasi
menjadi masalah serius di perkotaan. Terjadinya perpindahan penduduk secara
besar-besaran dari desa ke kota menyebabkan munculnya masalah-masalah baru di
kota. Karenanya, berbagai program dan kebijakan pun dirumuskan untuk menahan
laju urbanisasi. Salah satu tujuannya yaitu, untuk menciptakan pemerataan
pembangunan antara Desa dan Kota, karena selama ini selalu dikatakan Desa
cenderung lebih lambat berkembang daripada Kota.
Kenapa demikian?, mungkin karena
sejak dulu istilah Kota dan Desa digunakan untuk menciptakan sebuah stigma
kemajuan masyarakat dan lingkungan, dimana Kota menjadi simbol kemajuan dan
Desa menjadi simbol ketertinggalan. Karenanya, masyarakatpun berlomba-lomba
menuju kota untuk memperoleh hidup lebih baik dan tidak ketinggalan atau
menjadi terbelakang.
Selain sebagai tujuan urbanisasi,
kota juga menjadi tujuan investasi serta tempat tumbuh dan berkembangnya
layanan jasa. Sebagai tujuan urbanisasi, kota dituntut mempersiapkan hunian
lebih banyak untuk menampung besarnya jumlah penduduk yang datang. Sedangkan
sebagai tujuan investasi, kota dituntut mempersiapkan lahan dalam jumlah besar
untuk mendirikan bangunan-bangunan bertingkat, kawasan perumahan elit, atau
bahkan gedung pencakar langit. Dan sebagai pusat berkembangnya layanan jasa,
kota akan memiliki arus pergerakan orang dan barang yang akan semakin tinggi
dari waktu kewaktu.
Dari sini dapat kita katakan, bahwa
tumbuh dan berkembangnya sebuah kota kearah yang lebih modern, meniscayakan
makin tingginya perubahan guna lahan yang akan terjadi. Banyak kota-kota besar
di Indonesia yang saat ini tengah berkembang, tapi dalam prosesi itu mereka
semakin kehilangan banyak lahan terbuka dan lahan persawahan. Maraknya
pembangunan semakin mendesak arah pembangunan kota sampai kewilayah pinggiran,
karena lahan yang tersedia didaerah pusat kota telah habis. Akibatnya daerah
pinggiran juga terkena dampak perubahan tata guna lahan.
Saya ingin menggambarkan situasi
ini dengan Teori Sistem Dunia (World System Theory). Ini merupakan teori yang
membagi negara-negara didunia menjadi 3 bagian berdasarkan kekuatan ekonomi dan
politik. Para perencana mengadopsi teori ini untuk menggambarkan kota beserta
wilayah pengaruhnya. Mereka Kemudian mengelompokkannya menjadi 3 bagian yaitu ;
Core atau daerah pusat kota, Semi Peripheri atau setengah pinggiran dan
Peripheri atau daerah pinggiran. Daerah pinggiran awalnya merupakan basis utama
pendukung kota, dia menyediakan hampir semua kebutuhan kota, dan ketika terjadi
perluasan kawasan kota maka lahan-lahan didaerah pinggiranpun akan berubah
menjadi kawasan kota. Gerak perkembangan akan mengarah keluar kota, menjangkau
semua daerah-daerah sekitar yang sebelumnya masih minim pembangunan. Gerak ini
dapat terbaca ketika munculnya area semi perpheri yang menjadi batasan atau
area peralihan, sebelum daerah pinggiran kelak akan menjadi daerah kota.
Teori ini tidak menafikkan
perubahan, tapi menjelaskan lebih lanjut bahwa gerak negara-negara didunia akan
sangat tak terduga, bisa keatas juga bisa bergerak kebawah. Sebuah negara yang
awalnya berada diatas atau merupakan negara inti, dapat bergerak kebawah dan
berubah menjadi negara semi perheri atau bahkan peripheri. Begitupun sebaliknya
dengan negara Peripheri, dapat bergerak keatas menjadi semi peripheri sampai
pada tahap tertentu menjadi core, atau negara inti. Contohnya inggris dan
spanyol, yang dimasa lalu merupakan 2 negara kuat, mereka memiliki armada laut
yang besar, tapi setelah perang dunia kedua mereka turun kelas dan amerika naik
kelas menjadi negara inti, sampai saat ini.
Dari teori ini kita dapat melihat 2
gerak kota yang akan sangat memberikan pengaruh pada daerah pinggiran sampai ke
desa. Core sebagai daerah pusat pembangunan atau kita namakan kota, dalam
perkembangannya akan menghasilkan gaya menekan dan gaya menarik. Gaya menekan
Kota akan menekan sampai kedaerah pinggiran dan mempengaruhi penggunaan lahan.
Daerah pinggiran yang bukan merupakan daerah pusat pemukiman, perkantoran,
industri, perdagangan juga jasa, akan berubah karena intervensi kota. Akibatnya
terjadi alih fungsi lahan-lahan pertanian dan perkebunan menjadi perumahan dan juga
gudang-gudang industri. Semakin maju dan berkembang sebuah kota maka semakin
kuat juga penetrasinya terhadap daerah sekitarnya.
Selain gaya menekan, kota memiliki
gaya menarik sangat kuat. Gaya tarik ini bukan hanya mampu menarik penduduk
untuk datang ke kota, lebih dari itu gaya tarik kota juga mampu menarik sikap
dan perilaku masyarakat sekitar dan desa untuk mengikuti sikap dan perilaku
masyarakat kota. Hal ini ditandai dengan kecenderungan masyarakat di sekitar
kota dan masyarakat desa mempraktekan kebiasaan-kebiasaan masyarakat kota,
seperti ; cara berpakaian, cara berbicara dan lain sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan ini awalnya dimulai oleh beberapa orang yang telah tinggal
lama di kota, ketika mereka kembali ke desa, mereka tetap membawa kebiasaan di
kota dan mempengaruhi masyarakat lain. Lama kelamaan hal itu semakin kuat dan
diikuti lebih banyak masyarakat di desa, akibatnya lambat laun kebiasaan di
desa menghilang, berganti dengan kebiasaan kota.
Hal itu juga turut berpengaruh pada
corak bangunan dan berkurangnya lahan pertanian juga perkebunan.
Bangunan-bangunan gaya pedesaan memiliki corak tersendiri, mereka sangat unik
dengan desain khas yang mencerminkan karakter suku dan budaya, serta sangat
kaya akan filosofi dalam tiap komponen bangunan, mulai dari jumlah komponen,
jenis bahan, desain juga model atap. Semua telah diwarisi secara turun temurun
dan dilakukan dengan tujuan menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya
leluhur. Kini, di Desa mulai diisi dengan bangunan-bangunan permanen gaya perkotaan.
Bentuk dan materialnyapun banyak mencontoh dari apa yang pernah diliat ada di
kota. Dari penggunaan lahan, gaya tarik kota menyebabkan lahan-lahan pertanian
dan perkebunan yang banyak terdapat di desa, tidak mampu dipertahankan atau
diteruskan. Salah satu alasannya yaitu adanya pergeseran pola hidup masyarakat
desa. Para orang tua yang sebelumnya menggarap lahan di desa, apabila mempunyai
anak mereka akan menyekolahkan di kota. Setelah lama bersekolah dan menetap di
kota, kecenderungan untuk pulang dan melanjutkan menggarap lahan orang tuanya
akan sangat kecil.
Suasana kota yang membuat hidupnya
serba mudah, telah mempengaruhi hidupnya yang semula pekerja keras dengan
tenaga lebih kuat, menjadi pribadi dengan tenaga yang tidak lagi kuat. Pola hidup
di kota yang tidak seperti desa, akan mempengaruhi struktur ototnya dan
membuatnya tidak mampu lagi melakukan pekerjaan keras seperti mencangkul dan
menggarap sawah. Karena ketidak mampuan itu, sehingga tiada yang mengikuti
hidup orang tuanya menggarap lahan di desa, akibatnya lahan itu menjadi tidak
tergarap dan mati. Itu merupakan satu dari sekian banyak contoh. Contoh lain
yang juga dapat mempengaruhi, seperti konflik internal, atau dijual karena sang
anak membutuhkan dana untuk sekolah. Hal ini berbeda dengan sebagian orang
cina, mereka tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi, begitu selesai SMA akan
langsung menerima tanggung jawab menjaga toko atau melanjutkan usaha orang
tuanya.
Apakah semua itu salah?, tentu saja
tidak. Sejak awal kota telah disimbolkan sebagai sebuah kemajuan, karenanya
berbagai hal baru yang mencerminkan perkembangan zaman harus ada di kota. Kota
memang sengaja dijadikan sebagai pusat kegiatan, ada perumahan disana, ada
gudang dan berbagai macam industri, ada banyak bangunan-bangunan permanen dan
segala fasilitas yang memudahkan masyarakat ada didalamnya. Sedangkan Desa,
hanya menyiapkan bahan mentah tuk kebutuhan kota, hanya menyiapkan tenaga kerja
untuk kebutuhan kota dan selalu diposisikan sebagai mitra yang baik, yang
selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhan perkotaan.
Ada sebuah pertanyaan yang kemudian
hadir dalam benak kita, "bagaimana kalau desa terkena pengaruh kota,
apakah desa akan hilang dan berganti menjadi kota?". Bisa jadi demikian.
Desa dan Kota memiliki identitasnya sendiri. Kota dengan masyarakat yang selalu
sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga sesama tetangga sekalipun tidak saling
mengenal. Sedangkan Desa sebaliknya, masih ada hubungan kekerabatan disana,
jangankan tetangga rumah, tetangga lorong dan jalan saling kenal. Ada banyak
permasalahan yang diwariskan kota ke desa ketika desa akan bergerak menjadi
kota. Seperti yang saat ini terjadi pada beberapa kota berkembang di Indonesia,
mereka mencontoh jakarta, akibatnya mereka juga mendapati masalah-masalah baru yang
sampai saat ini tidak mampu diselesaikan Jakarta, Banjir salah satunya.
Daya tarik kota bukan hanya menarik
orang, tapi menarik desa agar berubah menjadi seperti kota, akibatnya desa akan
mati dan mungkin juga akan menghilang. Karenanya, tiada lagi tempat pulang,
sebagaimana fitra manusia yang selalu rindu ingin kembali ke asal, dan desa
merupakan asal mula peradaban sebelum tumbuh menjadi kota yang modern. Seperti
yang digambarkan Jalaludin Rumi dalam Puisinya "Nyanyian Seruling
Bambu", disana ada nyanyian sedih seruling bambu yang sangat rindu ingin
kembali ke asalnya (rumpunnya).
Penulis : Laode Muh. Azis Syahban, H
0 comments:
Posting Komentar