Menelaah
sejarah agama akan membawa kita kepada kenyataan bahwa dengan berlalunya waktu
agama mengalami pengelompokan ke dalam banyak aliran atau yang lazim disebut
mazhab. Hal ini dialami oleh hampir semua agama tak terkecuali Islam dan
agama-agama langit lainnya. Pengelompokan itu biasanya terjadi setelah sosok
pembawa agama wafat dan dengan berjalannya waktu. Tak diragukan bahwa faktor
yang melahirkan pengelompokan dalam agama samawi adalah faktor manusia yang
biasanya dipicu oleh pemahamannya yang dangkal. Padahal, agama samawi dibawa
oleh seorang manusia yang berkompeten dan menerima wahyu dari Allah yang Maha
Mengetahui.
Agama
samawi yang risalahnya dibawa oleh para nabi mengangkat prinsip tauhid atau keesaan
Tuhan sebagai landasan bagi semua ajarannya. Para nabi juga menyeru umat
manusia untuk menghindari perpecahan dan perselisihan. Prinsip ajaran
samawi berikutnya adalah keyakinan akan kebangkitan setelah kematian atau yang
lazim dikenal dengan istilah ma'ad serta prinsip menegakkan keadilan dan
memerangi kezaliman. Seluruh agama samawi meyakini bahwa Allah menyampaikan
pesan-pesannya kepada para nabi dalam bentuk wahyu.
Akan
tetapi, bergantinya masa dan berlalunya waktu memunculkan pemahaman-pemahaman
yang keliru tentang agama Ilahi, yang berdampak pada lahirnya kelompok-kelompok
yang saling bertentangan. Ada sejumlah faktor lain yang melahirkan
pengelompokan ini diantaranya kondisi sosial dan lingkungan juga kepentingan
duniawi. Perbedaan pandangan ini lambat laun semakin membesar dan mengkristal
dan akhirnya membagi pengikut agama ilahi ke dalam beberapa kelompok dan
golongan.
Terlepas
dari apakah faktor pengelompokan ini pemahaman yang keliru, kepentingan duniawi
atau tendensi politik tertentu, yang pasti adanya banyak golongan dalam agama
merupakan fakta yang tak bisa dipungkiri. Fakta inilah yang ibarat anak
panah mengoyak persatuan dan kesatuan umat. Yang lebih menyakitkan adalah,
terkadang keyakinan akan kebenaran sebuah aliran mendorong para pengikutnya
untuk bersikap fanatik dan menafikan kelompok lain . Sikap tersebut tak ubahnya
bagai racun yang semakin melemahkan keutuhan umat. Salah satu aliran yang
bersikap ekstrim dalam memperlakukan kelompok mazhab lain dalam Islam adalah
aliran Wahhabisme atau Wahhabiyah.
Sama
seperti mazhab-mazhab lainnya dalam Islam, Wahhabisme terbentuk dengan landasan
sebuah pemikiran yang berkiblat pada pemikiran Ibnu Taimiyyah. Taqiyyuddin
Ahmad bin Abdul Halim yang dikenal dengan sebutan Ibnu Taimiyyah lahir pada
tahun 661 hijriyah di kota Harran (Carrhae) yang saat itu menjadi pusat
pengembangan mazhab Ahmad bin Hanbal. Saat ini kota Harran yang terletak di
selatan Turki hanya menyisakan puing-puing peninggalan masa lalu. Padahal,
dahulu Harran adalah kota yang maju dengan peradabannya yang tinggi. Ibnu
Taimiyyah lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga yang dikenal sebagai
pemuka kaum Hanbaliyah. Ayahnya adalah seorang faqih terkenal yang mendapat
gelar Syeikhul Balad, atau setingkat mufti kota itu. Dia dikenal sebagaio
khatib dan guru agama. Kehidupan Ibnu Taimiyyah berbarengan dengan serangan
membabi-buta pasukan Mongol ke negeri-negeri Muslim. Dalam setiap serangan
mereka melakukan berbagai kejahatan tanpa kendali dan memasukkan
negeri-negeri taklukan ke dalam wilayah kekuasaan mereka. Banyak buku dan karya
ilmiah umat Islam yang dibakar dan dilenyapkan oleh bangsa ytang tak
berperadaban itu.
Sejarah
besar, Ibnu Katsir menulis; "Pada tahun 667 hijriyah (1269 Masehi) yakni
saat Ibnu Taimiyyah masih berusia enam tahun, bangsa Mongol semakin
meningkatkan tekanannya terhadap Harran. Ketakutan dan kecemasan yang sangat
akan serangan dan kekejaman Mongol memaksa warga meninggalkan kota itu. Ibnu
Taimiyyah bersama keluarga berhijrah ke kota Damaskus. Setibanya di kota
itu ayah Ibnu Taimiyyah didaulat untuk memimpin Darul hadits Damskus dan
mengajar di sana."
Ibnu
Taimiyyah menghabiskan masa remajanya di Damaskus. Dia berguru berbagai ilmu
agama seperti fiqih, hafdits, ushul, kalam dan tafsir kepada ayahnya dan para
ulama Damaskus sampai berhasil mencapai tingkat keilmuan yang tinggi dan berhak
untuk mengeluarkan fatwa. Sepeninggal ayahnya, ia menggantikan posisi sang ayah
dan mengajar tafsir al-Quran. Dia banyak menelaah pemikiran dan mazhab-mazhab
lain. fatwa-fatwanya banyak yang bertentangan dengan fatwa empat mazhab
Ahlussunnah dan Syiah. Ibnu Taimiyyah juga getol mengkritisi banyak
pemikiran dan tradisi umat Islam. Tak jarang ia mengeluarkan fatwa syirik atas
sejumlah tradisi kaum muslimin. Dengan kata lain, periode Ibnu Taimiyyah
dimulai setelah ia menyampaikan banyak pemikiran dan fatwa yang berseberangan
dengan mayoritas umat, tepatnya mulai tahun 698 H. sebelum itu, tak banyak
orang yang mengenalnya. Di tahun itu, Ibnu Taimiyyah menerbitkan bukunya yang
mengkritisi akidah Asy'ariyah. Buku itu telah memicu lahirnya polemik dan
keributan di Damaskus.
Ibnu
Taimiyyah menyebut dirinya Salafi yang secara bahasa berarti orang yang
mengikuti mutlak jejak para pendahulu. Kelompok ini mengaku sebagai pengikut
setia Nabi Muhammad Saw, para sahabat dan tabiin. Tabiin adalah sebutan untuk
generasi Muslim yang sempat bertemu dengan sahabat Nabi. Salafiyyun atau
Salafiyyah menyatakan bahwa semua aqidah islam harus dijalankan sesuai dengan
apa yang dilakukan di zaman sahabat dan tabiin. Menurut mereka, ajaran Islam
harus diambil langsung dari kitabullah dan sunnah, dan para ulama tidak berhak
untuk memaparkan dalil apapun di luar al-Quran. Dalam pemikiran ini tak ada
tempat bagi analisa akal dan logika. Akibatnya muncul kejumudan dalam berpikir
yang dibarengi fanatisme buta. Mereka akrab dengan sikap kasar terhadap
kelompok lain. Dengan alasan kembali kepada Islam yang murni, Ibnu Taimiyyah
mengkritisi banyak keyakinan, ajaran dan tradisi umat Islam. Bahkan, tak jarang
dia memvonis kafir para pengikut aliran lain.
Munculnya
pemikiran-pemikiran aneh Ibnu Taimiyyah direkasi keras oleh para ulama di zama
itu. Apalagi, dalam memaparkan sifat Allah, dia tak mengenal batas dan menyebut
Allah sebagai wujud ber-jism atau berbentuk yang duduk di atas
singgasana di langit. Dia pun menjadi muslim pertama yang menyebutkan sifat jism untuk
Allah. Pendapatnya itu, ia sampaikan dalam sejumlah risalah yang ditulisnya.
Ulama asal Harran ini juga mengeluarkan fatwa yang mengharamkan ziarah ke makam
Nabi Muhammad Saw dan menghukuminya sebagai perbuatan syirik. Fatwa yang sama
disampaikan berkenaan dengan tawassul kepada para wali dan orang-orang saleh.
Alasannya adalah tawassul kepada manusia berarti mengharap pertolongan kepada selain
Allah. Dia menentang pembangunan kubur para nabi dan salihin atau pendirian
masjid di sisi makam serta menyebutnya sebagai perbuatan syirik.
Pemikiran
Ibnu Taimiyyah itu ditentang keras oleh para ulama khususnya yang menyebut
Allah berjism. Mereka membawakanayat-ayat Al-Quran yang menafikan
pendapat Ibnu Taimiyyah dalam buku-buku tulisan mereka. Tak cukup dengan itu
mereka mengadukan Ibnu Taimiyyah ke pengadilan agama karena pemikirannya yang
sesat dan menyesatkan. Kecaman dan protes para ulama itu tak mampu menciutkan
nyali Ibnu Taimiyyah yang tetap pada pendiriannya. Dia bahkan menyebut para
ulama itu telah keluar dari agama Islam dan bahkan menyematkan kata-kata kasar
terhadap mereka.
Sejarah
menyebutkan bahwa pada tahun 703 H, setelah membaca kitab ‘Fushushul Hikam'
karya Ibnu Arabi, dia menulis buku ‘Al-Nushushu ‘alal Fushush' untuk menjawab
buku itu. Dalam buku tersebut dia mengkafirkan Ibnu Arabi dan para pengikutnya.
Dengan demikian, benih-benih perpecahan dan perselisihanpun semakin tumbuh
subur. Tahun 705 H, pengadilan negeri Syam menjatuhkan hukuman pengasingan ke
Mesir atas dirinya. Tahun 707, dia keluar dari penjara dan kembali menyebarkan
pemikirannya. Tahun 721 dia kembali dijatuhi hukuman penjara. Akhirnya pada
tanggal 20 Dzul Qa'dah tahun 728 H Ibnu Taimiyyah meninggal dunia di penjara
Damaskus.
Pemikiran
dan ajaran Ibnu Taimiyyah telah melahirkan perselisihan tajam di tubuh umat
Islam. Perjuangan para ulama yang menjawab pemikiran-pemikiran sesat itu lewat
penulisan banyak kitab yang dilengkapi dengan argumentasi kuat dari al-Quran
dan hadis akhirnya membuahkan hasil, dan pemikiran Ibnu Taimiyyah pun tak lagi
diminati.(IRIB Indonesia)
0 comments:
Posting Komentar