Minggu, 05 Januari 2020

Silverqueen - Oreo #1

Pada suatu hari dimusim panas, saya ingat ada janjian ketemu dengan seorang lelaki. Kami sudah sangat akrab lewat telepon, tapi belum pernah ketemu muka barang satu kalipun. Saya biasa melihatnya melintas begitu saja didepanku, tapi tak pernah sekalipun wajahku dan wajahnya saling bertemu. Mungkin dia juga sering melirikku tanpa kuketahui. Para lelaki biasanya begitu, curi-curi pandang.

Setelah perkenalan yang tak disengaja, kami jadi sering berkomunikasi. Kadang dia menelponku, dan saya juga kadang menelponnya. Tak cukup sering tapi sangat berkesan. Entahlah kenapa bisa begitu, mungkin karena ada kecocokan saja, dan saya cukup merasa nyaman saat bicara dengannya. Namanya Bara, umurnya cuma beda setahun denganku. Rambutnya gondrong dan kriting, pakaiannya serba hitam. Kalian mungkin tak percaya, tapi itu nyata, dari baju, celana, ikat pinggang, tas sampai sandal, semuanya hitam. 

Mungkin dia akan cocok hidup dizaman dulu, zaman dimana papan tulis hitam masih digunakan dan para dosen menulis menggunakan kapur putih, ixixixi. Orang seperti dia sudah barang pasti akan membuat takut para perempuan untuk berada didekatnya.

3 hari yang lalu kulihat rambutnya sudah dipotong, biasanya itu terjadi karena mahasiswa sudah mulai menyusun tugas akhir. Banyak senior yang bilang begitu, karena dosen pembimbing enggan berhadapan dengan mahasiswa gondrong, kata mereka. Kalian percaya?, hmm, saya tidak. Menurutku Bara hanya gerogi saja jika harus bertemu saya dengan penampilan seperti itu. Wkwkwk.

Sebelumnya pernah sekali saya mengajaknya ketemuan, paginya dia bilang oke akan ketemuan nanti sore dikampus. Saat sore, ternyata dia tak datang, saya sempat marah padanya. Kemarahanku redah ketika Bara menjelaskan alasannya, kalau sore itu dia lagi ada kerjaan mendesak. Haah dia kerja, saya cukup terkejut saat tau kalau Bara kerja di konsultan dan sudah terlibat proyek saat semester 5. Huh, mungkin dia cuma berlagak keren. 

Hubungan kami berjalan begitu saja, alamiah tanpa ada seremoni tembak menembak atau katakan cinta seperti reality show di tv. Seingatku Bara tak pernah bilang suka padaku secara langsung, atau menanyakan apakah saya suka padanya atau tidak. Dia bilang cinta hanya dalam puisi, ketika malam  sebelum tidur dia mengirimkanku sebuah puisi lewat sms, biar cepat tidur katanya.

Aku mencintaimu
Bukan karena mata indahmu
Atau karena senyum manismu
Karena meski tak bisa melihatpun aku tetap mencintaimu
Karena meski tak sedang tersenyum pun aku tetap mencintaimu

So sweet. Malah saya yang jadi penasaran, dan bertanya kenapa suka padaku, apa yang ada padaku yang buatnya suka. Dia cuma bilang "tak tau, hanya suka saja". Garing kan?. Coba bayangkan, saat dirimu diselimuti rasa penasaran tentang perasaan seseorang padamu, saat orang itu ada didepanmu dia hanya memberi jawaban singkat, "tak tau, hanya suka saja". Whaatt, memang ga ada ya kata-kata yang lebih bagus dan bisa buatku berbunga-bunga. Huh, dasar lelaki kurang peka.

Bara sangat jago menulis puisi. Tapi dia sering berkata kalau beberapa temannya justru lebih baik darinya. Saya ingat sebuah puisi yang dikirimkannya buatku saat awal-awal kami kenalan. Karna cukup panjang dia mengirim lewat pesan email, bukan lewat sms lagi. Puisinya sangat menyentuh, membuat perasaanku bercampur aduk setelah membacanya, romantis tapi membingungkan. Ini puisi dari Bara, untukku.

Dari mata semua berawal
Namun bukan lewat mata semua akan berakhir
Bukan mata yang memberi CITA manawan
Karena mana mungkin mata peroleh CINTA dari SANG MAHA RUPAWAN

Itulah HATI kata MALAIKAT SUCI
Sebuah semesta mungil namun tak terpahami
Menampung CINTA dalam KEABADIAN ILAHI
Menempuh jalan KERINDUAN namun tiada henti

Aku punya hadiah buatmu
Yang kuambil dari petualangan menembus kalbumu
Ini bukan dari belantara tempat segala gundah berlalu
Namun keajaiban karena keridhaan penghulumu

Putri, ajari aku menjadi dirimu
Namun tiada kuingin mendua hingga lepas darimu
Cukuplah penjara dunia memisahkan nafasku darimu
Oh, aku rindu

Putri, aku bahagia dengan semua ini
Pula alam karena telah mendukungku dalam CINTA ini
Mentari berbisik pada pagi
Sambutlah CINTA darinya SANG KEKASIH HATI

Mawar-mawar menari menyongsong pagi
Pula kekupu dalam senandung lirih susana pagi
Angin membuka sebuah lembaran sunyi
Yang tetap kosong karena kerinduan menyayat hati

Aku tlah cukupkan diri dengan kerinduanku
Walau tak menatap namun kau tetap dihati slalu
Bibir tak perlu berucap banyak tentang masa lalu
Namun biarkan hati berujar dengan suara merdu

AKU RINDU…..

Senang rasanya jadi orang yang dirindukan. Bagi para wanita ungkapan seperti itu akan sangat menyentuh hati. Bagaimana denganmu?. Kalau saya, jadi makin penasaran ingin bertemu dengannya, ingin mendengar suaranya dan ingin dibacakan puisi olehnya. Setelah sekian lama hanya komunikasi lewat handphone, sayapun jadi bertanya-tanya, mungkinkah kami akan tetap akrab ketika ketemu?, mungkinkah Bara akan sama seperti dia yang kutelpon saat malam?, atau nanti malah saya yang jadi gerogi saat dihadapannya.

Entahlah, nanti diliat. Kami akhirnya sepakat untuk ketemuan di masjid kampus besok sore, ini kedua kalinya kami janjian, semoga saja tak ada halangan. Seperti biasa, malam ini sebelum tidur kami kembali berbicara lewat telepon. Karena besok hari pertemuan kami, maka Bara menceritakanku sebuah kisah nyata yang berasal dari timur tengah, tepatnya Lebanon. Kisah yang sangat romantis juga menyentuh hati. Tentang seorang lelaki yang tak punya apa-apa kecuali cinta, ingin melamar seorang wanita muda dari keluarga kaya raya.

Mustafa Chamran namanya. Seorang tentara dari iran, yang membantu para pejuang lebanon melawan agresi israel. Sang perempuan bernama Ghadeh, adalah perempuan muda asli lebanon yang bekerja sebagai jurnalis sebuah koran, yang mengecam keras tindakan kotor israel mengagresi lebanon selatan. Sebagai seorang tentara yang terlibat dalam banyak pertempuran, chamran pasti merupakan pribadi yang keras dan kaku, pikir ghadeh. Namun semua persepsi itu berubah setelah pertemuan pertama mereka disebuah panti asuhan. 

Di panti itu Ghadeh mencari Chamran. Setelah gambar lilin buatan Chamran pada sebuah kalender yang diberikan padanya, ternyata mampu menggugah perasaannya. Kata-kata Chamran pada lukisan lilin itu terus merasukinya, sampai dasar terdalam hatinya kemudian menggugah kesadarannya. Sungguh kata-kata yang indah dari seorang pejuang kemerdekaan.

Mungkin kutak mampu usir gelap ini
Tapi dengan nyala nan redupku ini
Kuingin tunjukan beda gelap dan terang
Kebenaran dan kebatilan
Orang yang menatap cahaya, meski temaram
Kan menyala terang di hatinya yang dalam

(Mustafa Chamran)

Bersambung...

0 comments: