B : Bantu apa itu?
A : Gambarkan rumahku, samau renovasi n bikin 3 lantai
B : Wuih, luar biasa itu. Luas berapa tanah n bangunan yang mau dibikin?
A : Luas tanahnya 20x25 m, sekitar 500 m2, kalo bangunan rencananya 20x10
rata sampe lantai 3
B : Mau buat ruko kah? Wkwkwk
A : Wkwk, rumah ini bro, bisa to?
B : Bisa saja, tapi kalo diijinkan
A : Sapa yang larang? Ini pake uangku bukan uangnya orang
B : Hehe, bro, kalo mau bikin rumah tingkat, kita harus tau aturan KLB,
KDB, Tinggi Bangunan, dll. Karena tidak bisa dikasi ijin mendirikan bangunan
kalo salahi aturan
A : O, begitu kah?
B : Iya bro, sajelaskan pale sedikit tentang KLB kalau mau
A : Bisa itu bro, tapi kasi mudah saja biar mudah juga dipahami
B : Siapp.
KLB singkatan dari Koefisien Lantai Bangunan, yang merupakan koefisien
perbandingan antara luas seluruh lantai dan luas kavling atau persil, atau luas
tanah yang tadi disebutkan. Itu menurut Peraturan Mentri Agraria dan Tata Ruang
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Rencana Detail Tata Ruang.
Luas seluruh lantai artinya hasil penjumlahan luas dari lantai 1 sampai
lantai 3, bukan hanya lantai dasar saja. Nilai KLB ini ditentukan dalam Rencana
Detail Tata Ruang, yang mengatur secara terperinci tentang penggunaan ruang
pada kawasan perkotaan dalam bentuk zonasi.
Jadi semua pembangunan yang dilakukan, entah itu pembangunan baru atau
renovasi bangunan, diatur dalam rencana tata ruang dari yang skala besar atau
makro sampai yang skala kecil atau mikro.
Misalnya tempatnya kita sekarang ini, Kabupaten Muna, kawasan
perkotaannya itu Raha, yang mencakup 4 Kecamatan ; Katobu, Laiworu, Lasalepa
dan Batalaiworu. Ada Rencana Tata Ruang yang disusun untuk mengatur segala
pembangunan dan penggunaan lahan atau tanah yang ada di Kota Raha, itumi RDTR.
Jadi bukan hanya membangun, tapi untuk kegiatan apa bangunan yang mau
dibangun, itu juga diatur dalam Tata Ruang, khususnya RDTR yang dilanjutkan
lebih mendetail di RTBL. Yang disebutkan barusan itu Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan, turunannya RDTR.
B : Bagaimana? Susah hidupmu to?
A : Iya, asli susah, kenapakah harus diatur-atur begitu bro?
Begini, katanya senior kita manusia merupakan makhluk kadang-kadang,
kadang kita menjadi orang baik dan bertindak baik, kadang juga kehilangan
kendali dan bertindak buruk. Kalau berlaku baik katanya pak ustad kita
mendekati malaikat, tapi kalau bertindak jahat dan kasar kita mendekati
binatang atau mungkin juga iblis.
Mungkin itu maksudnya penceramah shalat jumat di masjid dekat hutan
kemarin dulu, katanya Manusia diciptakan dari tanah, kemudian ditiupkan roh,
jadi manusia punya potensi menjadi malaikat ataupun iblis.
Nah, karena punya 2 sifat itu makanya manusia harus dikendalikan, harus
diatur jangan sampe berbuat jahat dan kemudian menjadi iblis buat manusia
lainnya. Termasuk diatur dalam menggunakan haknya untuk membangun, jangan
sampai pembangunan yang dilakukan hanya mengikuti hawa nafsu dan tidak disadari
bisa berakibat buruk untuk dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
A : Terus, apa hubungannya dengan tata ruang?
B : Tata ruang sebagai alat untuk mengatur dan mengendalikan sifat
manusia, supaya bisa mendekati sifat malaikat dan menjauhi sifat-sifat iblis.
A : Wuih, kayaknya bicaramu sudah seperti ustad
B : Tata ruang memang seperti itu, makanya orang tata ruang atau
perencana atau bahasa kerennya Planner, seperti saya ini, akan mendekatkan kau
pada malaikat, bukan iblis
A : gayamu anu,
Termasuk didalamnya pengaturan tentang Koefisien Lantai Bangunan, yang
mengatur tentang berapa luas lantai maksimum yang bisa dibangun pada sebuah
bangunan, entah itu rumah tinggal, kantor ataupun ruko.
KLB biasa dinyatakan dengan bilangan desimal seperti 1-2-3-4-5 atau
biasanya juga dengan koma misalnya ; 1,3-1,4-1,5. Bisa dibilang, semakin besar
nilai KLB maka semakin besar pula luas lantai yang diijinkan untuk dibangun.
Jadi sebetulnya KLB ini aturan untuk rumah bertingkat saja, yang maksudnya untuk
mengendalikan berapa besar ruang udara yang dipakai manusia.
A : Yang jadi pertanyaan sekarang, bagaimana cara
menghitung KLB?
Jadi begini, sebelum membangun penting untuk tau
berapa luas lantai dasar bangunan yang bisa kita bangun di tanahnya kita.
Setelah itu kita harus tau juga berapa luas seluruh lantai yang diijinkan dan
berapa jumlah lantai maksimal. Makanya penting untuk tau berapa nilai KDB dan
KLB yang diijinkan didaerah lokasi tanahnya kita itu.
Misalkan :
KDB yang diijinkan adalah 60%
KLB yang diijinkan adalah 2,3
Luas tanah 500 m2
Yang pertama kita cari dulu berapa luas lantai
dasar yang diijinkan, atau KDB nya yaitu :
KDB : 60% x 500 = 300
m2
Jadi luas maksimal dasar bangunan yang diijinkan
untuk dibangun adalah 300 m2, atau 20 x 15 m. Angka ini bisa kurang tapi tidak
boleh lebih. Setelah ini baru kita bisa hitung KLB, yaitu ;
=
KLB x Luas Lahan
=
2,3 x 500
= 1.150 m2
Dari sini kita sudah dapat nilai KLB nya yaitu
sebesar 1.150 m2, artinya sebesar itu juga luas lantai yang boleh dibangun.
Kalau lantai dasar 300 m2, berarti tinggal dikurangi saja, 1.150 – 300 = 850
m2, angka ini merupakan jumlah luas lantai maksimal yang dapat dibangun diatas
lantai dasar bangunan. Sekarang tinggal dicari tau berapa lantai diijinkan
untuk dibangun, yaitu ;
= KLB / KDB
= 1.150 / 300
= 3,83 dapat dibulatkan
menjadi 4
Berarti area tempat kita mau membangun diijinkan
untuk bangunan 4 lantai, tapi dengan ketentuan lantai 1, 2 dan 3 bisa dengan
luas lantai maksimal 300 m2, sedangkan lantai 4 hanya bisa seluas 250 m2 saja.
Jadi, karena kita hanya mau bangun rumah 20x10 = 200 m2, berarti sangat diijinkan,
karena masih dibawah KDB yang ditentukan yaitu
60%, trus tuk tingkat 3 dengan luas lantai sama dari bawah sampai atas,
juga dibolehkan, karena tidak melebihi nilai KLB yang ditentukan.
B : Bagaimana, Gampang to?
A : Iya, hehe, tiada masalah kalau begitu. Hanya
saja saya ada pertanyaan, kalau tidak keberatan
B : Santai saja, kan kita sama-sama belajar.
A : begini bro, barusan saya download Permen 16
yang tadi kau bilang. Tuk KDB ada memang didalam, apa defenisinya dan bagaimana
cara menentukan nilainya. Banyak variabel KDB yang saya juga tidak mengerti,
seperti kawasan yang dilestarikan, debit dan infiltrasi, itu ada semua cara
hitungnya. Tapi untuk hitung nilai KLB saya belum dapat, seperti nilai KLB 2,3
yang diijinkan itu, bagaimana cara hitungnya, dalam Peraturan Menteri tidak ada
saya liat.
Jadi begini, menghitung KLB sebetulnya ada 2 tahap, yang pertama tahap
menentukan nilai KLB dalam dokumen rencana kemudian disahkan dalam bentuk
perda, dan yang kedua menghitung KLB dari nilai yang sudah ditentukan. Yang
kita lakukan tadi bagian kedua, setelah KLB telah ditentukan, sedangkan tahap
pertama ini yang agak panjang prosesnya.
Meskipun tidak ada dalam Peraturan Menteri, tapi 2 komponen utama dalam
menghitung KLB seperti KDB dan Tinggi Bangunan sudah dibahas didalamnya. Tinggi
bangunan ini yang kemudian digunakan untuk menghitung jumlah lantai yang
diijinkan, agak sedikit berbeda dengan perhitungan diatas dimana jumlah lantai
dihitung belakangan.
Perhitungan yang saya gunakan untuk menentukan nilai KLB atau FAR (Floor
Area Ratio) adalah KDB x Jml Lantai , kalau nilai KDB 70%,
berarti 70/100 x Jml Lantai.
Mengenai jumlah lantai dapat dihitung menggunakan
rumus yang terdapat dalam pedoman yang kamu download tadi itu. Meskipun itu
menghitung tinggi bangunan, bisa juga dipakai untuk menentukan berapa jumlah
lantai ketika tinggi bangunan sekian, umpamanya.
Selain itu, perhitungan ini bisa kita gunakan
untuk menentukan nilai KLB sebuah lahan kosong yang akan direncanakan untuk
dibanguni ditahun yang akan datang, tapi lagi-lagi saya hanya mengingatkan.
Proses ini terlalu panjang dan mungkin susah, cukup para Planner saja yang
lakukan.
0 comments:
Posting Komentar