Selasa, 12 Maret 2019

DPRD? Mereka Bukan Legislatif


Sebentar lagi tiba saatnya pencoblosan untuk memilih anggota DPR, DPRD dan juga DPD. Tim-tim suksespun masih terus bekerja keras, menghimpun dukungan dan melakukan kampanye sampai saat-saat terakhir demi membantu jagoannya meraih 1 kursi VIP.

Untuk calon anggota DPR dan DPRD Provinsi agaknya bukan topik yang sexy untuk diperbincangkan didaerah, karena kebanyakan masyarakat sudah menentukan pilihannya sejak tahun lalu dan sulit bagi mereka untuk berubah.

Berbeda halnya dengan calon anggota DPRD Kabupaten, yang sampai detik inipun masih terus menjadi trending topik, dan terus hangat diperbincangkan pada grup-grup WA dan juga saat kumpul-kumpul teman sepermainan.

Bagaimana tidak, mendekati 1 bulan terakhir sebelum hari pencoblosan, semakin banyak muka baru yang bermunculan dan menghiasa pohon juga pagar dengan senyumnya.

Pernah suatu ketika saya dipanggil teman, berhubung ada acara kecil dan dia butuh ditemani sayapun bersedia untuk diajak ikut bergabung. Dirumah yang telah disebutkan menjadi tempat acara malam itu, banyak wajah-wajah lama, yang tentu saja tidak asing bagi saya yang tidak familiar dimata mereka.

Cukup sampai larut malam saya menghanyutkan diri dalam acara itu, sampai ketika salah seorang dari mereka berkisah tentang temannya yang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD di Kabupaten Muna.

“Teman saya itu sekarang caleg, ada balihonya dibeberapa tempat, aneh saja karena dia adalah orang yang akan berpakaian agamis ketika tak uang, dan berpakaian bagus-bagus ketika lagi banyak uang”, begitu dia berkisah tentang temannya.

Setelah itu ceritanya terus disambung oleh beberapa teman lainnya secara berurutan, sampai pada akhirnya membuat seisi ruangan tertawa karenanya.

Dari penuturan mereka, dapat diketahui bahwa ada begitu banyak karakter manusia yang mencoba peruntungannya dalam kontestasi politik tahun ini yang tidak kita ketahui. Cerita tentang seseorang biasanya berhembus dari mulut kemulut, kemudian menjadi kabar angin yang terus berhembus kencang tanpa dapat dihentikan.

Namun mendapatkan informasi dari orang-orang terdekat merupakan salah satu cara paling baik dalam mengenal sosok seorang calon sebelum memilihnya.

Tak diragukan lagi, menjadi seorang anggota DPRD Kabupaten adalah impian sebagian besar orang di Kabupaten Muna dan bahkan diseluruh penjuru negri ini. Hidup terjamin, fasilitas luar biasa yang ditanggung daerah, status sosial mendadak berubah hingga melampaui status bangsawan, dan tentu saja punya kuasa atas penggunaan anggaran daerah.

Semua itu menjadikannya bak Kepala Daerah atau bahkan raja-raja kecil, yang hanya dengan sekali menjentikkan jari semua keinginannya dapat terkabul. Tentu saja saya atau bahkan semua orang yang belum mengerti tentang mereka akan bertanya penuh curiga.

Siapa sebenarnya Anggota DPRD Kabupaten itu?, sehingga banyak orang sangat ingin menjadi mereka, dan mereka seperti memiliki kekuasaan layaknya Kepala Daerah?.

Setelah menjelajahi google dan membaca beberapa artikel pada beberapa web, saya kemudian mendownload Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

Dikatakan bahwa, sebagai konsekuensi posisi DPRD sebagai Penyelenggara Pemerintahan Daerah, segala hal mengenai DPRD tidak diatur dalam beberapa Undang-Undang, melainkan hanya dalam satu UU, yaitu UU Nomor 23 tersebut.

DPRD Kabupaten merupakan salah satu unsur penyelenggara Pemerintahan di Daerah, selain Kepala Daerah (Gubernur, Walikota/Bupati), yang diberi mandat oleh rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan.

Dengan demikian maka DPRD bersama dengan Kepala Daerah memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, yang mana dalam penerapannya mereka dibantu oleh Perangkat Daerah.

Sebagai pejabat daerah, DPRD Kabupaten/Kota diharuskan berasal dari Partai Politik yang mengikuti pemilihan umum dan dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Mengenai hal ini, cukup jelas ditegaskan bahwa dalam pemilihan umum tingkat Kabupaten/Kota, tidak ada yang namanya calon DPRD independen atau tidak memiliki partai, atau tidak terlibat dalam partai politik.

Selain itu, untuk tingkat daerah tidak dikenal yang namanya Pemerintah Daerah sebagai Eksekutif dan DPRD sebagai legislatif, lembaga itu hanya ada di tingkat Nasional bukan tingkat daerah, karenanya secara lebih jelas dikatakan bahwa DPRD bersama Kepala Daerah adalah Penyelenggara Pemerintahan di Daerah.

Kalau begitu, berarti DPRD dan Kepala Daerah memiliki posisi yang sama dalam Pemerintahan di Daerah?, mungkin juga seperti itu, yang jelas mereka dibatasi oleh tugas dan fungsinya masing-masing.

Tugas dan fungsi ini yang kemudian mengatur kedua unsur tersebut tidak tumpang tindih dalam menjalankan tugasnya, selain itu agar supaya dalam bekerja, mereka tetap berjalan pada koridornya masing-masing. Tidak keluar jalur ataupun offside.

Sebagai penyelenggara Pemerintahan didaerah, DPRD mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yang membedakannya dengan Kepala Daerah, yaitu : Pembentukan Perda Kabupaten/Kota; Anggaran; dan Pengawasan.

Ketiga fungsi ini dijalankan DPRD dalam posisinya sebagai representasi atau wakil rakyat didaerah, yang mana dalam pelaksanaannya dengan  menjaring dan menyerap aspirasi rakyat.
Jadi sangatlah jelas bahwa DPRD dalam bekerja, harus selalu melibatkan rakyat, tanpa terkecuali. Sedangkan apabila hal itu (menjaring aspirasi) tidak dilakukan oleh DPRD Kab/Kota dalam bekerja, maka dapat dikatakan bahwa DPRD atau Anggota DPRD telah melanggar Undang-Undang.

Melanggar Undang-Undang sama dengan melanggar konstitusi, melanggar aturan-aturan bernegara yang baik, maka masyarakat berhak memberikan sanksi sosial kepada anggota DPRD yang bekerja tidak sesuai ketentuan.

Menjaring aspirasi adalah proses mendengarkan segala keluh kesah dan harapan-harapan masyarakat, tak ada aspirasi tanpa komunikasi dan tak ada komunikasi tanpa pertemuan dengan warga.

Pertemuan ini yang sangat tidak baik ketika diartikan harus bertatap muka, karena ada pertemuan secara langsung dan ada juga lewat perantara seperti ; telepon, sms, radio ataupun lewat media sosial.

Apalagi dijaman seperti sekarang ini, dimana teknologi informasi telah berkembang dengan sangat pesat hingga mampu memangkas jarak puluhan kilometer, menjadi hanya tinggal sejengkal.

Diantara ketiga fungsi tersebut juga penjabarannya, hal paling mencolok yang membedakan antara Kepala Daerah dan DPRD sebagai Penyelenggara Pemerintahan adalah posisinya dalam menggunakan anggaran.

DPRD bukanlah kuasa pengguna anggaran sebagaimana Kepala Daerah dan jajarannya, melainkan lebih kepada membahas, setelah itu mensahkan, kemudian mengawasi dan mendengar pertanggung jawaban.

Karenanya, Kepala Daerah dan seluruh SKPD lah yang bertugas dan bertanggung jawab atas program dan kegiatan pembangunan di daerahnya. Hal ini menjadi sangat penting untuk diketahui, untuk menghindari model kampanye yang suka menebar janji akan melakukan perbaikan dan pembangunan disana sini.

Lebih lanjut mengenai hal tersebut adalah, rakyat harus jeli melihat isi dan muatan janji dalam kampanye calon, apakah materi yang disampaikan dan dijanjikan kemudian sesuai dengan tugas dan fungsinya ataukah tidak.

Model pernyataan yang tidak sesuai adalah, ketika Calon mulai melewati batasannya dan berusaha mengambil domain Kepala Daerah dalam menyampaikan maksudnya. Melakukan pembangunan fasilitas publik berupa jalan, jembatan dan bangunan fasilitas umum, merupakan tugas SKPD sebagai perpanjangan tangan Kepala Daerah, bukanlah tugas DPRD.

Apabila hal ini telah jelas dan dapat diterapkan oleh para calon, maka dapat dikatakan calon tersebut telah paham tugas dan fungsinya. Selain itu, menyampaikan hal yang sesungguhnya pada masyarakat, tanpa menebar janji dengan iming-iming segala macam, merupakan upaya memberikan  pendidikan politik yang baik bagi rakyat.

***

Berikut tugas dan wewenang DPRD Kabupaten sebagaimana tertuang pada Pasal 154 UU No 23 Tahun 2014 :
  1. Membentuk Perda Kabupaten bersama bupati;
  2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD Kabupaten yang diajukan oleh bupati;
  3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD Kabupaten;
  4. Memilih bupati;
  5. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian.
  6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten terhadap rencana perjanjian international di Daerah;
  7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten;
  8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten;
  9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah;
  10. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.



0 comments: