Senin, 07 Januari 2019

Reklamasi Pesisir Pantai Raha, Berhasil Atau Gagal?

Selamat datang di Kota Raha, wilayah yang menjadi Ibukota Kabupaten Muna, dan merupakan salah satu Kota paling awal dalam terbentuknya Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota raha terbentuk dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Katobu, Batalaiworu, Lasalepa dan Kecamatan Duruka.

Jadi, apabila masyarakat Muna yang dari kecamatan lain ingin pergi ke Raha, maka sebetulnya mereka ingin datang di 4 Kecamatan itu. Meskipun begitu,  kenyataan dilapangan terkadang berkata lain. Kecamatan Duruka dan Batalaiworu cukup luas. Jangankan orang yang berada pada bagian ujung, yang berada di pusat Kecamatan Duruka sendiri, seringkali berkata mau turun ke Raha pabila ada urusan yang hendak diselesaikan, atau bahkan ketika ada perayaan atau acara-acara malam.

Dengan demikian, maka raha hanya meliputi Kecamatan Katobu dan sebagian Kecamatan Batalaiworu yang berbatasan dengan Kec. Katobu, itu anggapan sebagian besar masyarakt Muna. Sama seperti sebagian besar Kota-Kota lain di Indonesia, Raha merupakan daerah pesisir, yang mana pada salah satu sisinya (sisi bagian timur) berbatasan langsung dengan wilayah laut yaitu selat buton. Karenanya raha memiliki garis pantai dan wilayah perairan.

Di tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Muna memulai proyek ambisius, Ridwan Bae yang kala itu menjabat sebagai Bupati adalah salah satu penggagasnya. Demi menyukseskan Porda (Pekan Olahraga Daerah) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2007, Pemerintah Daerah melakukan reklamasi atau penimbunan daerah pantai yang mengarah ke laut.

Itu dilakukan untuk memperoleh daratan yang cukup, guna membangun Kawasan Pengembangan Sarana Olahraga yang bertaraf Nasional, yang kelak akan digunakan pada gelaran Porda tahun 2007. Cita-cita itu berangkat dari fakta bahwa, Kabupaten Muna kerapkali menghasilkan atlet dayung berprestasi ditingkat nasional, asia bahkan dunia.  

Maka dari itu, pembangunan kawasan olahraga tersebut, difokuskan pada pengembangan fasilitas untuk olahraga perairan. Olahraga perairan yang dimaksud mencakup ; dayung, renang, loncat indah, polo air, selam dan ski air. Karenanya, kawasan yang di reklamasi pun cukup luas, yang terdiri dari ; Kawasan Masjid Al Munajad (14,968 m2), Kawasan Olahraga/SOR (72,203 m2), Kawasan Perdagangan dan wisata (48,628 m2).

Apabila ditotal, maka luas keseluruhan kawasan reklamasi adalah sekitar 135,80 m2, dan itu belum termasuk pembangunan jalan baru. Jalan yang dimaksud diharapkan dapat mendukung kawasan, yang mana pembangunannya berupa tanggul, dan melingkar disepanjang wilayah perairan Kota Raha. Dengan adanya jalan tersebut, maka diharapkan seluruh kegiatan pada wilayah pantai kota raha dapat terkoneksi. Antara pelabuhan dengan kawasan olahraga dapat terhubung oleh jalan yang baru, selain itu jalan tersebut juga dapat menghubungkan pasar dengan pelabuhan.

Berdasarkan Pedoman Pengembangan Reklamasi Pantai dan Perencanaan Bangunan Pengamanannya (2004), reklamasi pantai adalah meningkatkan sumberdaya lahan dari yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau dari sudut lingkungan, kebutuhan masyarakat dan nilai ekonomis.

Sedangkan pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2005, kembali disusun sebuah pedoman baru yang lebih terperinci yang mendefenisikan reklamasi secara lebih teknis. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang, dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir).

Pada 2 defenisi sebelumnya, tidak ada kata yang tegas mengaitkan reklamasi dengan kata penimbunan wilayah perairan. Hal itu terjadi setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan 52 Tahun 2011, yang menyebutkan bahwa, reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir, yang mengubah garis pantai dan atau kontur kedalaman perairan.

Artinya, sebelum tahun 2011 atau dikeluarkannya PermenHub No.52 2011, reklamasi baru akan dilakukan apabila wilayah perairan atau wilayah pesisir dianggap kurang bermanfaat. Tentu saja, kalimat Kurang bermanfaat yang dimaksud memiliki arti yang luas. Karenanya, Pemerintah Kab. Muna dapat menggunakan hal itu, untuk memberi arti kurang bermanfaat pada pesisir pantai sebelumnya dan kemudian melakukan reklamasi.

Saat ini tahun 2019, apabila dihitung sejak dilaksanakan Porda di Kab.Muna (2007), maka reklamasi pantai Kota Raha telah berusia 12 tahun. Di usianya yang ke-12 ini, tidak tampak sama sekali kegagalan konstruksi pada kawasan reklamasi. Masjid Al Munajad yang merupakan peninggalan bupati 2 periode sebelumnya, telah diselesaikan pengerjaannya dan sudah digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan. Begitupun dengan Kawasan SOR (Sarana Olahraga) Laode Pandu yang didalamnya terdapat Gedung Serbaguna dan kolam renang, telah dinikmati oleh masyarakat.

Tak jarang, kawasan olahraga/Sor ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain yang dapat menimbulkan keramaian. Kami sendiri punya jadwal bermain futsal di sana, dan itu rutin kami lakukan dalam tiap minggu, kecuali gedung dipakai untuk acara pernikahan atau acara-acara lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kawasan ini telah tumbuh menjadi pusat aktifitas baru masyarakat Kota Raha. Dipagi hari cukup ramai oleh orang-orang yang berenang, kebanyakan dari mereka adalah orang tua atau yang telah lanjut usia. Sepertinya mereka sedang melakukan terapi air laut, karena hampir setiap pagi dalam setiap minggu mereka selalu terlihat berendam di air laut.

Banyak yang bilang, kalau air laut dapat menyembuhkan beberapa masalah kesehatan, seperti ; penyakit kulit, memperlancar peredaran darah, menyembuhkan gangguan pernapasan dan menjaga kebugaran. Dari sebuah sumber, dikatakan bahwa terapi air laut pertama kali dilakukan oleh Hippocrates pada abad ke-4 sebelum masehi. Oleh bapak kedokteran modern ini kemudian disebut "Thalasso Theraphy", yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai terapi yang menggunakan air laut.

Boleh dikata, reklamasi turut membantu mereka memperoleh kesehatan. Jalan baru yang dibuat dengan menimbun laut, kemudian merubah garis pantai Kota Raha. Akibatnya, titik surut air yang sebelumnya cukup jauh, kini tak adalagi dan masyarakat dapat menikmati laut dari jarak yang sangat dekat. Sedangkan disore hari, kawasan ini bertambah ramai oleh pengunjung. Karenanya Pemerintah juga menyiapkan fasilitas peristrahatan dipinggir laut, dari sini pengunjung dapat menikmati meminum saraba dan makan gorengan dipinggir laut.

Deburan ombak kecil yang kadang datang menghantam tanggul, diiringi angin yang berbisik dengan lembut ditelinga, seolah menyampaikan pesan kalau besok lusa silakan datang lagi. Semakin malam, suasana menjadi kian romantis. Dibawah lampu jalan yang coba memberi cahaya pada gelapnya pantai, pohon kelapa tersipu, karena sedari sore selalu dipeluk oleh pemburu selfie.

Harus diakui bahwa reklamasi telah membawa perubahan pada masyarakat Kota Raha. Namun ada konsekuensi yang harus diterima dalam setiap pembangunan, tak terkecuali Reklamasi pantai Kota Raha. Berdasarkan sistem yang digunakan, Reklamasi Pantai Kota Raha menggunakan sistem urugan tuk Kawasan Masjid dan Kawasan Sor, sedangkan dalam pengelolaan air lautnya menggunakan sistem polder.

Sistem polder digunakan untuk mengatur tinggi muka air didalam kawasan, agar supaya tidak ikut kering saat air laut surut.  Sistem ini digunakan karena disepanjang pantai Kota Raha terdapat 7 muara sungai, mengurug keseluruhan sama saja dengan menutup aliran air menuju laut.

Namun demikian, bukan berarti sistem itu dapat menyelesaikan masalah lainnya. Dari 7 muara sungai, semuanya membawa sampah dalam jumlah yang cukup besar dan dari berbagai jenis. Pengelolaan sampah yang buruk di Kota Raha, membuat sungai menanggung beban pencemaran yang sangat tinggi. Dan pada akhirnya, lautpun akan menanggung beban serupa. Ketika laut tercemar oleh sampah, maka laut akan berubah menjadi tempat yang tidak nyaman lagi buat ikan dan biota laut lainnya.

Ada hal yang kontras apabila melihat kedua sisi kawasan reklamasi. Sisi timur merupakan sisi yang berbatasan dengan laut, sisi ini memiliki pemandangan laut yang tenang, menghadap ke seberang kearah pegunungan yang hijau menjulang. Pegunungan yang bersusun rapi akan terlihat seperti tembok besar cina, yang kan selalu siap menjadi tameng dari ganasnya ombak laut banda.

Sebaliknya, disisi barat yang merupakan baypass, memperlihatkan kondisi yang sangat bertolak belakang. Sampah berserakah diperairan, bukan mengapung tapi sedikit tenggelam, karena mereka hampir kalah oleh lumpur hitam yang menumpuk didasar dan telah membuat dangkal perairan.

Pada bagian lain, sampah yang tercecer dan menumpuk sejak lama, ikut membuat warna air berubah menjadi kehitaman, tentu saja disertai bau busuk yang sangat menyengat. Ini terjadi dijalan masuk Sor laode pandu, kondisi itu telah berlangsung lama sejak bulan 12 tahun 2018 lalu, dan sampai saat ini belum berubah. Meskipun beberapa waktu lalu dilakukan pembersihan, berupa pengerukan lumpur dan sampah menggunakan eskavator, bau busuk dan pencemaran yang terlanjur terjadi belum dapat teratasi.

Yang paling mengkhawatirkan dari itu semua adalah keberadaan Rumah Sakit Umum, yang belum selesai pembangunannya tapi sudah mulai digunakan. RSU ini letaknya tidak begitu jauh dari pantai, dan pada kedua sisinya terdapat sungai yang langsung bermuara ke laut.

Pengolahan limbah Rumah Sakit akan menjadi perhatian yang sangat besar, karena dapat merusak lingkungan dan imbasnya akan sampai merusak lingkungan perairan. Kegiatan Rumah Sakit akan menghasilkan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun), yang berasal dari ; pembuangan bekas jarum suntik, bekas jarum infus, botol obat-obatan, perban bekas, darah maupun bagian tubuh pasien, dan peralatan bekas alat2 kesehatan. Limbah B3 apabila bertemu tanah maka akan mencemari tanah tersebut, hal itu juga berlaku pada air dan juga udara.

Lalu apa hubungannya dengan air laut?. Meskipun menggunakan sistem polder, namun air dari sungai dan air laut yang masuk kedalam kawasan akan bercampur pada 1 wadah. Air dalam kawasan akan bercampur dengan air laut disaat pasang, dan akan ikut keluar kelaut melewati pintu air ketika air laut mulai surut. Terdapat 2 pintu air didekat masjid Al Munajad dan 2 pintu air di arena dayung. Area didepan masjid Al Munajad merupakan titik paling sering menjadi tempat orang-orang berenang dan berendam, maka titik ini merupakan area paling rawan bagi masyarakat.

Kabupaten Muna kini lebih maju, pembangunan fasilitas publik mulai kelihatan. Kapal-kapal besar lebih sering keliatan di Pelabuhan, membawa kontainer dengan warna merah-putih hampir setiap minggunya. Pelabuhan Feri yang baru sebentar lagi beroperasi. Yang paling diharapkan, tentu saja supaya sektor Pariwisata lebih digenjot, dengan target wisatawan Nasional dan Mancanegara.

0 comments: