Sabtu, 20 Oktober 2012

Memenuhi Janji Kemerdekaan


Konon dalam sebuah diskusi bung hatta mencetuskan ide kemerdekaan bangsa Indonesia, ide tentang kemerdekaan pada saat itu tentu dianggap mustahil dilakukan oleh seorang hatta yang ketika itu masih menempuh pendidikan di negeri belanda, banyak sejawat Bung Hatta dikelompok diskusi merasa mustahil untuk dilakukan bangsa Indonesia seorang diri, pandangan ini tentu saja melisik latar sejarah bangsa indonesia yang selama tiga setengah abad dalam kungkungan penjajahan bangsa asing. Tapi tekad Hatta Muda melunturkan keraguan sebagian kawan- kawannya di kelompok study club mahasiswa Indonesia di negeri belanda.


Latar sejarah yang sekian abad dibawah kungkungan penjajahan asing, tentu saja mempengaruhi cara berpikir mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di negeri belanda. Ide tentang kemerdekaan bak memindah surga di bumi, sesuatu yang hanya sekali terlintas dalam pikiran tanpa mampu untuk mewujudkan dalam alam nyata, tapi tekad Hatta Muda sudah bulad, jalan kemerdekaan adalah satu-satunya. 


Keteguhan Hatta Muda, akan jalan kemerdekaan tentu saja dilatarbelakangi pembacaan masyarakat Indonesia secara riil dan berkaca pada negara-negara barat, dimana dia menempuh pendidikannya. Jalan kemerdekaan adalah jalan suci untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, hanya dengan kemerdekaanlah kita mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia dari kubangan kemiskinan, dengan kemerdekaan pula kita lebih mudah untuk mengatur bangsa sendiri, begitu urai Hatta Muda untuk meneguhkan kawan-kawannya dikelompok study club mahasiswa Indonesia di negeri belanda akan “jalan kemerdekaan”.


Melepaskan dari belenggu kolonialisme, dan membentuk negara sendiri yang merdeka, akan lebih memudahkan bangsa Indonesia untuk mengatur dirinya sendiri, dengan sengenap sumber daya yang ada, segala upaya dapat dilakukan untuk menuntaskan kemiskinan yang hampir absolud melekat pada bangsa Indonesia dimasa penjajahan bangsa-bangsa asing.


Bung Hatta lelaki yang bertubuh kecil dan pemalu dengan lawan jenisnya ini, telah menjadi bagian terpenting dari sejarah bangsa Indonesia, dari buah pikirannyalah lahir ide kemerdekaan bangsa ini. Kini sudah 66 tahun proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia telah dikumandangkan oleh sang dwitunggal bangsa Indonesia Soekarno-Hatta. Tugas generasi sekarang tentu saja mengisi dan memberi warna akan janji kemerdekaan yang telah terucap 66 tahun silam.


Memberi warna pada alam yang sudah merdeka, dapat dilakukan dengan mewujudkan janji kemerdekaan, perwujudannya dapat dilakukan oleh siapapun individu untuk mengisi kemerdekaan, menunaikan tugas pekerjaannya dengan sungguh-sunguh dan penuh loyalitas adalah bagian dari cinta setia pada pada janji kemerdekaan yang telah terucap. Tapi tentu ironi di negeri yang sudah merdeka ini dua pahlawan yang penuh dedikasi dan pengabdian pada Negara, sedang/akan menapaki hari-hari yang kelam dibalik jeruji penjara, Sdr. Bambang Subekti dan Sdr. Frans Huwae sedang bertugas menjalankan perintah Negara untuk melakukan penertiban lahan dalam DLKR/DLKP Pelabuhan Tanjung Emas, apa yang dilakukan Sdr. Bambang Subekti dan Sdr. Frans Huwae adalah bagain dari menjalankan tugas mulia untuk mengamnkan asset-asset Negara dari tangan- tangan yang manusia rakus dan haus akan kuasa, Ia  kini bukan sedang berhadapan dengan moncong senjata kolonialis belanda, tetapi sedang menghadapi sesame anak bangsa Indonesia sendiri.


Sungguh ironis memang, apa yang saat ini menimpa pada 2 (dua) orang pegawai PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, loyalitas dan dedikasinya pada pekerjaan dengan melaksanakan dan mempertahankan aset Negara bukannya diganjar dengan penghargaan dan perlindungan oleh Negara sebaliknya justru sanksi pidana yang mengancam.


Bung Karno, dalam satu waktu berkata “bahwa tugas negerasikoe jauh lebih muda, karena hanya mengusir kaum penjajah pergi dari bumi pertiwi”. Tetapi tugas negeri muda sekarang jauh lebih sulit karena berhadapan dengan musuh dari dalam bangsa indonesia sendiri”. Ucapan Bung Karno ini menemukan pijakan empirisnya pada hari ini sebagaimana yang menimpa Sdr. Bambang Subekti dan Sdr. Frans Huwae.