Konon dalam sebuah diskusi bung hatta mencetuskan ide kemerdekaan
bangsa Indonesia, ide tentang kemerdekaan pada saat itu tentu dianggap mustahil
dilakukan oleh seorang hatta yang ketika itu masih menempuh pendidikan di
negeri belanda, banyak sejawat Bung Hatta dikelompok diskusi merasa mustahil
untuk dilakukan bangsa Indonesia seorang diri, pandangan ini tentu saja melisik
latar sejarah bangsa indonesia yang selama tiga setengah abad dalam kungkungan penjajahan bangsa asing. Tapi tekad Hatta Muda
melunturkan keraguan sebagian kawan- kawannya di kelompok study club mahasiswa Indonesia di negeri
belanda.
Latar sejarah yang sekian abad dibawah kungkungan penjajahan
asing, tentu saja mempengaruhi cara berpikir mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang
menempuh pendidikan di negeri belanda. Ide tentang kemerdekaan bak memindah surga di bumi, sesuatu yang hanya sekali terlintas dalam pikiran tanpa mampu
untuk mewujudkan dalam alam nyata, tapi tekad Hatta Muda sudah bulad, jalan
kemerdekaan adalah satu-satunya.
Keteguhan Hatta Muda, akan jalan kemerdekaan tentu saja
dilatarbelakangi pembacaan masyarakat Indonesia secara riil dan berkaca pada
negara-negara barat, dimana dia menempuh pendidikannya. Jalan kemerdekaan
adalah jalan suci untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, hanya dengan
kemerdekaanlah kita mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia dari
kubangan kemiskinan, dengan kemerdekaan pula kita lebih mudah untuk mengatur
bangsa sendiri, begitu urai Hatta Muda untuk meneguhkan kawan-kawannya
dikelompok study club mahasiswa Indonesia di negeri
belanda akan “jalan kemerdekaan”.
Melepaskan dari belenggu kolonialisme, dan membentuk negara
sendiri yang merdeka, akan lebih memudahkan bangsa Indonesia untuk mengatur
dirinya sendiri, dengan sengenap sumber daya yang ada, segala upaya dapat
dilakukan untuk menuntaskan kemiskinan yang hampir absolud melekat pada bangsa
Indonesia dimasa penjajahan bangsa-bangsa asing.
Bung Hatta lelaki yang bertubuh kecil dan pemalu dengan lawan
jenisnya ini, telah menjadi bagian terpenting dari sejarah bangsa Indonesia,
dari buah pikirannyalah lahir ide kemerdekaan bangsa ini. Kini sudah 66 tahun
proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia telah dikumandangkan oleh sang dwitunggal bangsa Indonesia Soekarno-Hatta. Tugas generasi sekarang tentu
saja mengisi dan memberi warna akan janji kemerdekaan yang telah terucap 66
tahun silam.
Memberi warna pada alam yang sudah merdeka, dapat dilakukan dengan
mewujudkan janji kemerdekaan, perwujudannya dapat dilakukan oleh siapapun
individu untuk mengisi kemerdekaan, menunaikan tugas pekerjaannya dengan
sungguh-sunguh dan penuh loyalitas adalah bagian dari cinta setia pada pada
janji kemerdekaan yang telah terucap. Tapi tentu ironi di negeri yang sudah
merdeka ini dua pahlawan yang penuh dedikasi dan pengabdian pada Negara,
sedang/akan menapaki hari-hari yang kelam dibalik jeruji penjara, Sdr. Bambang
Subekti dan Sdr. Frans Huwae sedang bertugas menjalankan perintah Negara untuk
melakukan penertiban lahan dalam DLKR/DLKP Pelabuhan Tanjung Emas, apa yang
dilakukan Sdr. Bambang Subekti dan Sdr. Frans Huwae adalah bagain dari
menjalankan tugas mulia untuk mengamnkan asset-asset Negara dari tangan- tangan
yang manusia rakus dan haus akan kuasa, Ia kini bukan sedang berhadapan
dengan moncong senjata kolonialis belanda, tetapi sedang menghadapi sesame anak
bangsa Indonesia sendiri.
Sungguh ironis memang, apa yang saat ini menimpa pada 2 (dua)
orang pegawai PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung
Emas Semarang, loyalitas dan dedikasinya pada pekerjaan dengan melaksanakan dan
mempertahankan aset Negara bukannya diganjar dengan penghargaan dan
perlindungan oleh Negara sebaliknya justru sanksi pidana yang mengancam.
Bung Karno, dalam satu waktu berkata “bahwa tugas negerasikoe jauh
lebih muda, karena hanya mengusir kaum penjajah pergi dari bumi pertiwi”.
Tetapi tugas negeri muda sekarang jauh lebih sulit karena berhadapan dengan
musuh dari dalam bangsa indonesia sendiri”. Ucapan Bung Karno ini menemukan
pijakan empirisnya pada hari ini sebagaimana yang menimpa Sdr. Bambang Subekti
dan Sdr. Frans Huwae.