Wakuru 01 Februari 2020, dihadapan saya sebuah panggung kecil yang hanya bisa diisi 8 sampai 10 orang. Ada banyak tokoh yang mendampingi Syarifuddin Udu diatas sana, tapi seorang lelaki paruh baya yang duduk disamping kirinya paling menarik perhatian. Dia tokoh besar yang sudah memenangkan 2 edisi pilkada sebelumnya. Dia, Laode Rifai Pedansa.
Usianya sudah menginjak kepala 7 (tujuh), tapi yang kulihat langkahnya masih sama seperti dia 10 (sepuluh) tahun lalu. Saat dia memimpin para pejuang-pejuang tangguh dalam struktur kesatuan tim pemenangan "Damai". Kemudian memenangkan pasangan Baharuddin - Malik Ditu sebagai Bupati dan Wakil Bupati Muna periode 2010-2015.
Lima tahun setelahnya atau 5 tahun lalu, dia kembali memenangkan pasangan Rusman Emba - Malik Ditu sebagai Bupati dan Wakil Bupati Muna periode 2015-2020. Setelah melalui drama yang cukup menegangkan, karena gugatan dikabulkan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan 2 (dua) kali pemilihan ulang. Akhirnya Laode Rifai sukses memenangkan calonnya dengan selisih hanya 33 suara.
Hari ini dia hadir kembali ditengah-tengah ribuan masyarakat Wakuru Kecamatan Tongkuno. Tapi bukan dengan Pak Baharuddin, bukan juga bersama Pak Rusman Emba yang dia menangkan 5 tahun silam. Tapi dengan wajah lama yang kelihatan baru, yang kemampuannya sudah dikenal luas dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote.
Ada yang bilang politik itu tentang pengalaman, tentang siapa yang punya pengalaman memenangkan Pemilukada. Tapi siapakah yang berpengalaman itu?, apakah figurnya atau sutradaranya?. Yang mengelola ribuan manusia untuk berjuang bersama dalam satu barisan mendukung seorang figur.
Yang berpengalaman tentu saja sutradaranya atau ketua tim dan jajarannya serta ke-16 bidang-bidang yang mengurusi segala sesuatunya selama beberapa bulan masa kampanye. Dengan demikian maka yang patut dikatakan berpengalaman sesungguhnya Pak Rifai, bukan figur yang sebelumnya dimenangkannya.
Setelah di Kabangka Kecamatan Lupia, ini kali kedua Pak Rifai mendampingi secara langsung Syarifuddin Udu dalam sosialisasinya ke beberapa Kecamatan di Muna. Kemunculannya langsung menjadi buah bibir dimasyarakat dan juga dimedia sosial. Banyak yang mengatakan itu sikap dia pribadi dan bukan representasi sikap Partai PDIP.
Biarlah itu tetap menjadi bola salju yang terus menggelinding, sedang kita hanya perlu menonton saja dengan tertib. Kedatangan Pak Rifai memang tak gunakan satupun simbol atau atribut partai PDIP, tapi Pak Rifai sebagai simbol PDI Perjuangan, itu tak bisa dibantah sama sekali. Karena beliau salah satu pendiri PDI Perjuangan bersama Ibu Megawati Sukarno Putri.
Setelah moderator membuka acara dan beberapa tokoh memberikan sepatah kata, maik pun diberikan pada Pak Rifai. Ya, bukan cuma sekedar hadir dan duduk, beliau juga menjadi salah satu pembicara pada acara sosialisasi Pak Syarifuddin Udu di Wakuru Kecamatan Tongkuno.
Dari bawah saya menatapnya, memperhatikan caranya berbicara, gesturnya, ekspresinya dan juga mendengar dengan serius poin-poin penting yang disampaikannya. Dia begitu semangat, dari kata-katanya yang begitu tegas mencerminkan begitu dia sangat mengharapkan terjadinya perubahan besar di Muna. Dan itu tidak terjadi selama 5 tahun terakhir.
Saya sempat berpikir, kalau saja orang lain yang mengatakan itu, mungkin tidak banyak yang kan percaya. Tapi itu disampaikan sendiri oleh seorang yang paling berjasa dalam Pemilukada 5 tahun lalu. Di media sosial hal itu sangat sensitif untuk dikatakan, karena akan memancing reaksi keras para buzzer dan pendukung fanatik petahana.
Biasanya yang ngotot mengatakan itu akan memasuki ruang debat, dan dibalas hujatan atau bulyan "karena tidak dapat proyek", atau "karena tidak dapat nasi bungkus". Saya cukup penasaran, bagaimana kalau yang mengatakannya adalah Pak Laode Rifai, mungkinkah mereka masih berani keluarkan kata-kata itu?,
ah sudahlah.
Dari acara sosialisasi di Wakuru sore itu, setidaknya saya menangkap beberapa poin-poin penting dari penyampaian Pak Rifai yang singkat. Selain ungkapan permohonan maaf atas kesalahan yang tak disemgaja, beliau juga menghimbau masyarakat Wakuru supaya memilih figur yang lebih baik.
Pertama, Figur yang didorong untuk maju di Pemilihan bupati (Pilbup) sebelumnya selalu salah. Kala itu tidak ada pilihan.
Kedua, Jika kita salah lagi menentukan pemimpin, saya tidak tau apa yang akan terjadi dengan negeri ini (Kabupaten Muna).
Ketiga, kalau ditunjang dengan pemimpin yang baik dan program yang baik pula yang bisa menyentuh kehidupan masyarakat, tentu kehidupan akan lebih baik. Tapi, kalau hanya menimbun laut, itu tidak mempunyai manfaat, apalagi jadinya berantakan, itu untuk apa?. Tentu tujuan menimbun laut agar fee-nya jadi lebih banyak, rampoknya juga lebih banyak, dan itu polisi bisa proses.
Keempat, Muna harus dipimpin oleh seorang yang bertangan dingin, mempunyai wawasan luas dan memiliki visi misi jauh ke depan, agar negeri ini bisa maju seperti daerah lain,”
Kelima, Pak Syarifuddin ini saya yang ajak, bukan saya yang diajak. Berbeda dengan calon sebelumnya, terpaksa.
***
Sosok Laode Rifai dalam politik Muna seperti Gula yang banyak didekati para semut. Gula yang mengandung zat untuk menguatkan tubuh, bukan gula palsu hasil oplosan, yang manisnya hanya sampai ditelinga dan buat melayang menuju dunia imaji tanpa batas.
0 comments:
Posting Komentar