Jumat, 21 Juni 2019

Mengurai Benang Kusut Wacana Pemekaran Muna


Ekonomi kita sulit, untuk membangun saja kita masih membutuhkan utang. Daerah sangat tergantung pada utang, karena beban gaji para PNS saja sudah terlalu melambung, dan saat ini ada pada kisaran 80% dari DAU. Maka saat ini kita butuh pemekaran, agar supaya jumlah PNS di Kabupaten Muna dapat terbagi dengan Kota Raha ketika nanti terbentuk. Dengan begitu tanggungannya pun akan dibagi 2 daerah, Kota dan Kab. Induk, sehingga dana yang tersisa untuk pembangunan, kemungkinan masih cukup besar.

Coba lihat, ketika Raha dapat menjadi kota, maka daerah akan lebih maju, lebih banyak dana yang masuk dalam bentuk investasi. Sudah banyak contoh Kota yang berhasil, kata temanku. Dengan ekspresi sangat serius, dia berusaha meyakinkanku yang sedari tadi duduk mendengarkan dengan baik dan serius.

Dari matanya, saya melihat tekad yang sangat kuat untuk membangun daerah menjadi lebih baik. Namun sebagai teman yang baik, saya pun harus mengatakan beberapa hal penting padanya. Terkait pemekaran yang tengah diperjuangkannya, saya menangkap beberapa poin penting yang jadi pokok masalahnya. Yaitu ; Gaji PNS yang terlampau besar, Kurangnya Anggaran Pembangunan daerah, dan Raha yang akan lebih berkembang ketika memisahkan diri untuk menjadi Kota.

Yang pertama mengenai Gaji PNS yang bersumber dari DAU. DAU atau Dana Alokasi Umum merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Alokasi DAU Kabupaten Muna pada tahun ini cukup besar, bahkan di Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan yang ke-2 terbesar setelah Kab. Konawe Selatan. Meskipun penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk pelayanan kepada masyarakat, bukan berarti DAU merupakan dana yang dialokasikan untuk pembangunan, apalagi pembangunan fisik.

Besarnya jumlah DAU yang mencapai ratusan miliar dan tiap tahun masuk ke Muna, masih menimbulkan efek kejut mengenai penggunaannya yang terlalu besar untuk pembayaran gaji PNS. Karenanya muncul anggapan bahwa dana sebesar itu, harusnya sebagian besar dapat dipakai untuk membangun Muna menjadi lebih baik. Sementara ketika berbicara pembangunan fisik daerah, maka dana yang mesti dibicarakan adalah dana DAK atau Dana Alokasi Khusus. DAU dan DAK sama-sama merupakan dana dari APBN yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, namun berbeda dalam pengalokasiannya. DAK dialokasikan khusus untuk pembangunan daerah dari berbagai bidang yang diusulkan,  untuk membantu mendanai kegiatan khusus dan sesuai dengan prioritas nasional.

Dari jumlahnya, mungkin saja DAK tak sebesar DAU, karena dalam DAK, Pemerintah Pusat harus melihat keselarasan cita-cita dengan Pemerintah Daerah. Daerah harus menyeleraskan tujuan dengan Pusat, agar supaya mendapat porsi cukup besar dalam pembangunan nasional hingga mampu masuk kedalam salah satu prioritas pembangunan nasional. Untuk itu, tentu banyak sektor yang harus digenjot, namun apabila melihat konsen Pemerintah Pusat dalam beberapa tahun terakhir, maka Sektor Pariwisata merupakan yang paling mendekati. Hal itu memiliki kemungkinan paling besar untuk dapat menjadi salah satu prioritas nasional, karena selaras dengan visi Pemerintah Pusat yang ingin menciptakan banyak bali baru sebagai destinasi wisata internasional.

Memang sudah seharusnya DAU untuk pembayaran gaji PNS, dan tidak ada yang salah dengan itu semua. Bahwa gaji PNS seluruh daerah di Indonesia, ditanggung oleh Pemerintah Pusat yang pembayarannya melalui daerah, dan bersumber dari APBN yang disalurkan dalam bentuk DAU. Hal itu yang membuat nilai DAU tiap daerah berbeda, karena dalam perhitungannya menggunakan pendekatan celah fiskal, yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah dan alokasi dasar, berupa jumlah gaji PNS daerah. Formulasinya adalah sebagai berikut :

DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF)
AD : Gaji PNS Daerah
CF : Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal
(Sumber : www.djpk.depkeu.go.id)

Yang kedua mengenai kurangnya anggaran pembangunan daerah. Kalau yang dimaksud dengan itu adalah sejumlah biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan, mungkin yang harus dibicarakan adalah mengenai pembiayaan pembangunan. Membicarakan pembiayaan pembangunan, tidak terbatas hanya pada persoalan besar kecilnya dana, tapi lebih luas membicarakan mengenai bagaimana upaya pemerintah menemukan sumber-sumber pembiayaan lain sebagai solusi. Selama ini, pembiayaan pembangunan Kabupaten Muna bersumber dari DAK Fisik, PAD, DBH (Dana Bagi Hasil), DID (Dana Insentif Daerah) dan Utang.

Ada banyak hal menarik pada poin ini, ketika kurangnya anggaran pembangunan seringkali dijadikan dalih untuk mengajukan pinjaman atau utang pada Bank Swasta. Dimana dana pinjaman nantinya akan digunakan untuk menyelesaikan beberapa proyek besar yang sedang berjalan agar tidak terbengkalai kemudian mangkrak. Sebagai contoh, saat ini terdapat beberapa proyek besar yang belum rampung 100%, yaitu ; RSUD Muna, Pasar Sentral Laino, Jalan Poros Lohia, Jalan Poros bagian warangga dan yang terakhir Reklamasi Pantai Laino.

Seluruh dana yang dikeluarkan daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan fisik mulai dari perencanaan sampai dengan pembangunan selesai, dinamakan anggaran belanja daerah. Hal itu sebelumnya telah disusun sebagai program tahunan dalam sebuah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau RAPBD. Rancangan ini kemudian akan dibahas oleh Pemerintah Daerah bersama DPRD, dan ketika telah disetujui maka akan dilegalkan dalam bentuk PERDA atau Peraturan Daerah. Prosesi itu akan dilakukan setiap tahun dan menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam merencanakan dan menjalankan pembangunan daerah. Jadi, semua proyek-proyek besar yang kemudian akan direncanakan dan telah mulai pengerjaannya, sudah pasti akan ada dalam RAPBD dan dibahas oleh Pemda dan DPRD secara bersama.

Ketika RAPBD telah disetujui, kemudian menjadi APBD dan dijadikan peraturan daerah, maka artinya seluruh pembahasan mengenai penganggaran telah selesai. Terkait adanya lebih dari satu proyek besar, darimana sumber pembiayaannya dan berapa lama waktu pelaksanaannya, mestinya telah selesai dibahas ketika RAPBD telah disetujui. Ketika semua itu berjalan sebagaimana mestinya sesuai prosedur, maka munculnya istilah kekurangan anggaran pembangunan disaat pembangunan telah berjalan, tidak akan pernah ada. Karenanya segala hal yang berkenaan dengan kendala teknis maupun administrasi dalam pelaksanaan pembangunan, sebelumnya telah dianalisa dan dicarikan solusinya.

Dana pinjaman atau Utang, bukanlah sesuatu yang negatif, selama penggunaannya untuk sektor produktif dan daerah memiliki kemampuan untuk mengembalikan, serta tidak menumpuk. Meski begitu,  utang bukan satu-satunya sumber pembiayaan, karena masih banyak sumber lain yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan. Alternatif lain yang dapat dicoba adalah dapat berupa KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) dan PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negri) dan Kerjasama Antar Daerah.

Yang ketiga, pemekaran Kota Raha yang akan memisahkan diri dari Muna Induk menjadi DOB (Daerah Otonom Baru). Pemekaran Kota Raha akan baik untuk Kota Raha sendiri, ketika nantinya berkembang menjadi pusat perdagangan dan jasa baru di Pulau Muna. Harapan masyarakat agar Kota Raha menjadi salah satu pusat pertumbuhan baru di Sulawesi Tenggara, yang dapat bersaing dengan Kota Baubau dan Kota Kendari begitu besar. Namun semua itu tidak akan terjadi begitu saja dalam waktu singkat, semua butuh usaha dan keseriusan pemerintah kota guna mengejar ketertinggalan dengan 2 kota besar tadi. Sedangkan lahirnya Kota Baru, bukan jaminan utama masuknya anggaran dalam jumlah besar.

Ada beberapa permasalahan utama yang seringkali terjadi pada daerah otonom baru yang memisahkan diri dari daerah induk. Masalah ini merupakan yang paling sering didapati, bahkan ada yang tidak selesai meski telah pisah dari daerah induk setelah beberapa tahun lamanya. Masalah yang dimaksud adalah mengenai aset daerah berupa gedung beserta peralatan, sengketa batas wilayah, pemindahan pegawai serta kualitas sdm pns yang tidak memadai dan dokumen-dokumen daerah yang akan mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan wilayah baru. Berdasarkan data hasil evaluasi Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, menunjukkan bahwa 87,71 % daerah induk belum menyelesaikan penyerahan pembiayaan, personel, peralatan dan dokumen (P3D) kepada daerah otonom baru. Sebanyak 79 % daerah otonom baru belum memiliki batas wilayah yang jelas, 89,48 % daerah induk belum memberi dukungan dana kepada daerah otonom baru sebagaimana yang disyaratkan dalam UU Pembentukan Daerah Baru, 84,2 % PNS sulit dipisahkan dari daerah induk ke daerah otom baru, kemudian 22,8 % pengisian jabatan tidak berdasarkan standar kompetensi, dan 91,23 % daerah otonom baru belum memiliki RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah.

Yang paling jelas terlihat dilapangan adalah, aset daerah induk berupa sarana dan prasarana yang sebagian besar berada pada wilayah administrasi daerah otonom baru. Sebut saja bangunan kantor dan peralatan dinas lainnya yang menjadi aset Kabupaten Muna. Sebagian besar aset tersebut terdapat di Kota Raha, sedangkan apabila Kota Raha menjadi DOB, maka Ibukota Kabupaten Muna akan dipindahkan kedaerah diluar Wilayah Administrasi Kota Raha. Dari sini kemudian akan muncul banyak permasalahan, apakah aset Pemkab Muna akan tetap menjadi milik Pemkab Muna?, kalau tidak apakah ada skema jual beli yang akan dilakukan 2 Pemda?. Hal tersebut tidak akan selesai begitu saja dalam waktu singkat, karena tarik menarik kepentingan akan sangat mempengaruhi. Sedangkan disisi lain, kebutuhan akan gedung dan peralatan baru untuk menjalankan Pemerintahan di Kabupaten Muna Induk, akan sangat mendesak. Untuk menunggu pembangunan gedung baru beserta pengadaan peralatan barupum, akan sangat memakan waktu lama. Hal ini berbeda dengan pemekaran Muna Barat sebelumnya, yang mana aset Pemda Muna tidak sebanyak yang ada didalam Kota Raha.

Berbeda dengan Kota Raha yang mendapat banyak keuntungan dari pemekaran, Kabupaten Muna sebagai induk, akan mendapat sangat banyak kerugian. Sebagai daerah baru yang memiliki Ibukota Kabupaten baru, Muna seperti habis dirampok oleh Kota Raha, kemudian diasingkan ketempat lain. Tempat yang tidak punya akses air minum baik, tidak punya akses jalan baik dan tidak punya apa-apa selain lahan baru yang hanya siap dibanguni. Entah akan butuh berapa tahun Muna yang baru akan seperti Muna yang sekarang ini.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip tulisan Dian Ratna Sari dalam kolom politik LIPI yang berjudul "Menyoal Moratorium Pemekaran Daerah". Sudah menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan proses pemekaran daerah ditumpangi oleh kepentingan elite lokal yang menyaru sebagai aspirasi masyarakat. Diantaranya adalah kasus gagasan pemekaran Imekko, Sorong Selatan, di mana beberapa elite terindikasi memanfaatkan wacana pemekaran untuk kepentingan Pilkada 2014 dan menduduki jabatan di birokrasi. Bahkan, terjadi upaya untuk menggiring jawaban masyarakat di akar rumput agar sesuai dengan kondisi ideal pemekaran daerah.


0 comments: