Ekonomi
kita sulit, untuk membangun saja kita masih membutuhkan utang. Daerah sangat
tergantung pada utang, karena beban gaji para PNS saja sudah terlalu melambung,
dan saat ini ada pada kisaran 80% dari DAU. Maka saat ini kita butuh pemekaran,
agar supaya jumlah PNS di Kabupaten Muna dapat terbagi dengan Kota Raha ketika
nanti terbentuk. Dengan begitu tanggungannya pun akan dibagi 2 daerah, Kota dan
Kab. Induk, sehingga dana yang tersisa untuk pembangunan, kemungkinan masih
cukup besar.
Coba
lihat, ketika Raha dapat menjadi kota, maka daerah akan lebih maju, lebih
banyak dana yang masuk dalam bentuk investasi. Sudah banyak contoh Kota yang
berhasil, kata temanku. Dengan ekspresi sangat serius, dia berusaha meyakinkanku
yang sedari tadi duduk mendengarkan dengan baik dan serius.
Dari
matanya, saya melihat tekad yang sangat kuat untuk membangun daerah menjadi
lebih baik. Namun sebagai teman yang baik, saya pun harus mengatakan beberapa
hal penting padanya. Terkait pemekaran yang tengah diperjuangkannya, saya
menangkap beberapa poin penting yang jadi pokok masalahnya. Yaitu ; Gaji PNS
yang terlampau besar, Kurangnya Anggaran Pembangunan daerah, dan Raha yang akan
lebih berkembang ketika memisahkan diri untuk menjadi Kota.
Yang
pertama mengenai Gaji PNS yang bersumber dari DAU. DAU atau Dana Alokasi Umum
merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Alokasi DAU Kabupaten Muna pada tahun ini cukup
besar, bahkan di Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan yang ke-2 terbesar
setelah Kab. Konawe Selatan. Meskipun penggunaannya diserahkan kepada daerah
sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk pelayanan kepada masyarakat,
bukan berarti DAU merupakan dana yang dialokasikan untuk pembangunan, apalagi
pembangunan fisik.
Besarnya
jumlah DAU yang mencapai ratusan miliar dan tiap tahun masuk ke Muna, masih
menimbulkan efek kejut mengenai penggunaannya yang terlalu besar untuk
pembayaran gaji PNS. Karenanya muncul anggapan bahwa dana sebesar itu, harusnya
sebagian besar dapat dipakai untuk membangun Muna menjadi lebih baik. Sementara
ketika berbicara pembangunan fisik daerah, maka dana yang mesti dibicarakan
adalah dana DAK atau Dana Alokasi Khusus. DAU dan DAK sama-sama merupakan dana
dari APBN yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, namun
berbeda dalam pengalokasiannya. DAK dialokasikan khusus untuk pembangunan
daerah dari berbagai bidang yang diusulkan,
untuk membantu mendanai kegiatan khusus dan sesuai dengan prioritas
nasional.
Dari
jumlahnya, mungkin saja DAK tak sebesar DAU, karena dalam DAK, Pemerintah Pusat
harus melihat keselarasan cita-cita dengan Pemerintah Daerah. Daerah harus
menyeleraskan tujuan dengan Pusat, agar supaya mendapat porsi cukup besar dalam
pembangunan nasional hingga mampu masuk kedalam salah satu prioritas
pembangunan nasional. Untuk itu, tentu banyak sektor yang harus digenjot, namun
apabila melihat konsen Pemerintah Pusat dalam beberapa tahun terakhir, maka
Sektor Pariwisata merupakan yang paling mendekati. Hal itu memiliki kemungkinan
paling besar untuk dapat menjadi salah satu prioritas nasional, karena selaras
dengan visi Pemerintah Pusat yang ingin menciptakan banyak bali baru sebagai
destinasi wisata internasional.
Memang
sudah seharusnya DAU untuk pembayaran gaji PNS, dan tidak ada yang salah dengan
itu semua. Bahwa gaji PNS seluruh daerah di Indonesia, ditanggung oleh
Pemerintah Pusat yang pembayarannya melalui daerah, dan bersumber dari APBN
yang disalurkan dalam bentuk DAU. Hal itu yang membuat nilai DAU tiap daerah
berbeda, karena dalam perhitungannya menggunakan pendekatan celah fiskal, yaitu
selisih antara kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah dan
alokasi dasar, berupa jumlah gaji PNS daerah. Formulasinya adalah sebagai
berikut :
DAU
= Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF)
AD :
Gaji PNS Daerah
CF :
Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal
(Sumber
: www.djpk.depkeu.go.id)
Yang
kedua mengenai kurangnya anggaran pembangunan daerah. Kalau yang dimaksud
dengan itu adalah sejumlah biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pembangunan, mungkin yang harus dibicarakan adalah mengenai pembiayaan
pembangunan. Membicarakan pembiayaan pembangunan, tidak terbatas hanya pada
persoalan besar kecilnya dana, tapi lebih luas membicarakan mengenai bagaimana
upaya pemerintah menemukan sumber-sumber pembiayaan lain sebagai solusi. Selama
ini, pembiayaan pembangunan Kabupaten Muna bersumber dari DAK Fisik, PAD, DBH
(Dana Bagi Hasil), DID (Dana Insentif Daerah) dan Utang.
Ada
banyak hal menarik pada poin ini, ketika kurangnya anggaran pembangunan
seringkali dijadikan dalih untuk mengajukan pinjaman atau utang pada Bank
Swasta. Dimana dana pinjaman nantinya akan digunakan untuk menyelesaikan
beberapa proyek besar yang sedang berjalan agar tidak terbengkalai kemudian
mangkrak. Sebagai contoh, saat ini terdapat beberapa proyek besar yang belum
rampung 100%, yaitu ; RSUD Muna, Pasar Sentral Laino, Jalan Poros Lohia, Jalan
Poros bagian warangga dan yang terakhir Reklamasi Pantai Laino.
Seluruh
dana yang dikeluarkan daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan fisik
mulai dari perencanaan sampai dengan pembangunan selesai, dinamakan anggaran
belanja daerah. Hal itu sebelumnya telah disusun sebagai program tahunan dalam
sebuah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau RAPBD. Rancangan
ini kemudian akan dibahas oleh Pemerintah Daerah bersama DPRD, dan ketika telah
disetujui maka akan dilegalkan dalam bentuk PERDA atau Peraturan Daerah.
Prosesi itu akan dilakukan setiap tahun dan menjadi pedoman bagi Pemerintah
Daerah dalam merencanakan dan menjalankan pembangunan daerah. Jadi, semua
proyek-proyek besar yang kemudian akan direncanakan dan telah mulai
pengerjaannya, sudah pasti akan ada dalam RAPBD dan dibahas oleh Pemda dan DPRD
secara bersama.
Ketika
RAPBD telah disetujui, kemudian menjadi APBD dan dijadikan peraturan daerah,
maka artinya seluruh pembahasan mengenai penganggaran telah selesai. Terkait
adanya lebih dari satu proyek besar, darimana sumber pembiayaannya dan berapa
lama waktu pelaksanaannya, mestinya telah selesai dibahas ketika RAPBD telah
disetujui. Ketika semua itu berjalan sebagaimana mestinya sesuai prosedur, maka
munculnya istilah kekurangan anggaran pembangunan disaat pembangunan telah
berjalan, tidak akan pernah ada. Karenanya segala hal yang berkenaan dengan
kendala teknis maupun administrasi dalam pelaksanaan pembangunan, sebelumnya
telah dianalisa dan dicarikan solusinya.
Dana
pinjaman atau Utang, bukanlah sesuatu yang negatif, selama penggunaannya untuk
sektor produktif dan daerah memiliki kemampuan untuk mengembalikan, serta tidak
menumpuk. Meski begitu, utang bukan
satu-satunya sumber pembiayaan, karena masih banyak sumber lain yang dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan. Alternatif
lain yang dapat dicoba adalah dapat berupa KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha) dan PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negri) dan Kerjasama Antar
Daerah.
Yang
ketiga, pemekaran Kota Raha yang akan memisahkan diri dari Muna Induk menjadi
DOB (Daerah Otonom Baru). Pemekaran Kota Raha akan baik untuk Kota Raha
sendiri, ketika nantinya berkembang menjadi pusat perdagangan dan jasa baru di
Pulau Muna. Harapan masyarakat agar Kota Raha menjadi salah satu pusat
pertumbuhan baru di Sulawesi Tenggara, yang dapat bersaing dengan Kota Baubau
dan Kota Kendari begitu besar. Namun semua itu tidak akan terjadi begitu saja
dalam waktu singkat, semua butuh usaha dan keseriusan pemerintah kota guna
mengejar ketertinggalan dengan 2 kota besar tadi. Sedangkan lahirnya Kota Baru,
bukan jaminan utama masuknya anggaran dalam jumlah besar.
Ada
beberapa permasalahan utama yang seringkali terjadi pada daerah otonom baru
yang memisahkan diri dari daerah induk. Masalah ini merupakan yang paling
sering didapati, bahkan ada yang tidak selesai meski telah pisah dari daerah
induk setelah beberapa tahun lamanya. Masalah yang dimaksud adalah mengenai
aset daerah berupa gedung beserta peralatan, sengketa batas wilayah, pemindahan
pegawai serta kualitas sdm pns yang tidak memadai dan dokumen-dokumen daerah
yang akan mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan wilayah baru.
Berdasarkan data hasil evaluasi Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan, menunjukkan bahwa 87,71 % daerah induk belum
menyelesaikan penyerahan pembiayaan, personel, peralatan dan dokumen (P3D)
kepada daerah otonom baru. Sebanyak 79 % daerah otonom baru belum memiliki
batas wilayah yang jelas, 89,48 % daerah induk belum memberi dukungan dana
kepada daerah otonom baru sebagaimana yang disyaratkan dalam UU Pembentukan
Daerah Baru, 84,2 % PNS sulit dipisahkan dari daerah induk ke daerah otom baru,
kemudian 22,8 % pengisian jabatan tidak berdasarkan standar kompetensi, dan
91,23 % daerah otonom baru belum memiliki RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah.
Yang
paling jelas terlihat dilapangan adalah, aset daerah induk berupa sarana dan
prasarana yang sebagian besar berada pada wilayah administrasi daerah otonom
baru. Sebut saja bangunan kantor dan peralatan dinas lainnya yang menjadi aset
Kabupaten Muna. Sebagian besar aset tersebut terdapat di Kota Raha, sedangkan
apabila Kota Raha menjadi DOB, maka Ibukota Kabupaten Muna akan dipindahkan
kedaerah diluar Wilayah Administrasi Kota Raha. Dari sini kemudian akan muncul
banyak permasalahan, apakah aset Pemkab Muna akan tetap menjadi milik Pemkab
Muna?, kalau tidak apakah ada skema jual beli yang akan dilakukan 2 Pemda?. Hal
tersebut tidak akan selesai begitu saja dalam waktu singkat, karena tarik
menarik kepentingan akan sangat mempengaruhi. Sedangkan disisi lain, kebutuhan
akan gedung dan peralatan baru untuk menjalankan Pemerintahan di Kabupaten Muna
Induk, akan sangat mendesak. Untuk menunggu pembangunan gedung baru beserta
pengadaan peralatan barupum, akan sangat memakan waktu lama. Hal ini berbeda
dengan pemekaran Muna Barat sebelumnya, yang mana aset Pemda Muna tidak
sebanyak yang ada didalam Kota Raha.
Berbeda
dengan Kota Raha yang mendapat banyak keuntungan dari pemekaran, Kabupaten Muna
sebagai induk, akan mendapat sangat banyak kerugian. Sebagai daerah baru yang
memiliki Ibukota Kabupaten baru, Muna seperti habis dirampok oleh Kota Raha,
kemudian diasingkan ketempat lain. Tempat yang tidak punya akses air minum
baik, tidak punya akses jalan baik dan tidak punya apa-apa selain lahan baru
yang hanya siap dibanguni. Entah akan butuh berapa tahun Muna yang baru akan
seperti Muna yang sekarang ini.
Sebagai
penutup, saya ingin mengutip tulisan Dian Ratna Sari dalam kolom politik LIPI
yang berjudul "Menyoal Moratorium Pemekaran Daerah". Sudah menjadi
rahasia umum bahwa kebanyakan proses pemekaran daerah ditumpangi oleh
kepentingan elite lokal yang menyaru sebagai aspirasi masyarakat. Diantaranya
adalah kasus gagasan pemekaran Imekko, Sorong Selatan, di mana beberapa elite
terindikasi memanfaatkan wacana pemekaran untuk kepentingan Pilkada 2014 dan
menduduki jabatan di birokrasi. Bahkan, terjadi upaya untuk menggiring jawaban
masyarakat di akar rumput agar sesuai dengan kondisi ideal pemekaran daerah.
0 comments:
Posting Komentar