Siang itu saya menangkap senyum bahagia kawanku. Hampir sejam dia dengan sabar memandu kami, melewati perkampungan dan pegunungan hingga sampai ke Makam Sultan Ternate ke-7, Babullah Datu Syah. Di Punggung Gunung Gamalama, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Suasananya sangat sejuk, ditengah hutan lebat. Makam ini seolah ingin menyendiri dengan tenang, jauh dari hingar bingar Kota Ternate yang makin modern. Sambil menikmati keindahan tiap tunas-tunas baru dari pokok-pokok pohon cengkeh dan pala, yang masyhur dengan goresan tinta emas dalam catatan Sejarah jalur rempah dunia.
Kawasan Makam Sultan Babullah tertutup pagar tembok berwarna kuning, dengan sebuah pohon besar nan rindang dibagian Tengah, dibelakang makam. Sayang sekali, ketika sampai didepan gerbang, kami tak menemui si penjaga makam. Beberapa kali saya dan kawan mengucap salam dan mencari-cari, petugas penjaga makam masih tak kelihatan.
Akhirnya kami bertiga memutuskan mengucapkan salam lagi sebanyak tiga kali, dan sambil memohon ijin untuk masuk kedalam area makam. Setelah melihat-lihat makam dari dekat dan mengirim Al Fatihah tuk Sang Sultan, sayapun keluar mendahului dua kawan yang tampaknya sedang serius tenggelam dalam diam dan renungan.
![]() |
Makam Sultan Babullah |
Sultan Babullah Datu Syah lahir dengan nama asli Kaicili Baru, merupakan putra sulung dari pasangan Sultan Khairun Jamil dan Boki Tanjung. Ayahnya adalah Penguasa Kesultanan Ternate kala itu, sedangkan ibunya merupakan putri dari Kerajaan Bacan. Sultan Babullah dikenal di Nusantara karena kisah heroiknya mengalahkan dan mengusir portugis yang kala itu menjajah wilayah Ternate dan Maluku Utara.
Pasca peperangan yang bersejarah di Ternate, ia dan pasukannya terus memperluas pengaruhnya sampai ke wilayah lain di Indonesia timur. Diantara beberapa wilayah kepulauan tersebut seperti Sangihe, Sulawesi, Solor, Bima, Mindanao, dan Raja Ampat. Olehnya itu dia kemudian dikenal dengan gelar yang Dipertuan atau Penguasa 72 Pulau, karena wilayah kekuasaannya yang sangat luas.
Karena jasa-jasanya, pada 10 November 2020, Sultan Baabulah secara resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dengan SK No 117/TK/Tahun 2020. Yang membuatnya melengkapi daftar Raja di Tanah Air yang mendapat gelar Pahlawan Nasional. Sebelumnya telah lebih dulu Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau Sultan Buton ke-20 dan Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke-16.
Saya menyangka kesempatan datang dan berkunjung ke Maluku Utara telah tertutup, sejak kegagalan pada 2013 lalu. Tapi kesempatan itu datang disaat saya tak pernah sama sekali berpikir akan datang ke Ternate.
Berada dalam hutan Cengkeh dan Pala dipunggung Gunung Gamalama Kota Ternate, membuatku merenungkan kembali betapa strategis pulau itu dahulu. Kemudian diobok-obok Perusahaan tambang, yang mengeruk tanah untuk mengambil isinya, kemudian merusak alam juga hutannya. Padahal Maluku Utara telah lama menjadi primadona rebutan bangsa-bangsa besar dunia, karena kekayaan alamnya, rempah-rempah.
Jack Charles Turner seorang penulis Non Fiksi berkebangsaan Australia, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Rempah (2011), menulis “bahwa kalau bukan karena keinginan dan nafsu yang kuat untuk menemukan lokasi penghasil cengkeh dan pala, Cristopher Colombus tidak mungkin menemukan benua Amerika”.
Bahkan John of Hauville seorang penyair moralis dan satir abad-12, dalam Archithrenius nya menulis “Kebangsawanaan dinilai dari kemewahan sebuah meja makan dan oleh cita rasa yang terpuaskan lewat pengeluaran yang besar”.
Nyatanya hal ini sangat tergambar bagaimana rempah menjadi jamuan bangsawan yang dinilai super mewah, tidak hanya karena cita rasanya namun juga karena aromanya. Seperti terlihat di jamuan makan malam Pangeran Henrique dari Portugis, yang pada malam Natal tahun 1414 sebelum menyerang bangsa Moor.
Saya teringat cerita yang kudapatkan saat kunjungan di Kota Tidore beberapa bulan sebelumnya. Pada pembukaan Seminar Nasional Melacak Jalur Peradaban Rempah Dunia yang diselenggarakan di Kantor Wali Kota Tidore, Wakil Presiden RI, K. H. Ma’ruf Amin, menyebutkan bahwa “Maluku Utara adalah Titik Nol dari Jalur Rempah Dunia “.
Kini kisah-kisah kejayaan itu serupa hikayat bagi anak-anak negri kita. Ketika mendengar nama Maluku Utara dibicarakan diluar sana, lebih melekat dengan identitas tambang nikelnya. Yang setiap tahun selalu membawa kabar duka.
Seperti direkam kieraha.com tahun 2019, dalam berita berjudul “Penyebab Longsor Tambang Nikel yang Tewaskan 3 Orang di Halmahera”. Kemudian halmaherapost.com tahun 2020, dengan berita “Misteri Kematian Karyawan PT IWIP Mulai Terungkap”. Tahun 2021 mongabay.co.id memberitakan, “Nasib Orang Sawai di Tengah Himpitan Industri Nikel”
Tahun 2022 betahita.id merekam peristiwa, Hernemus Takuling Warga Desa Lelilef Sawai, Weda Tengah, Halmahera Tengah, Maluku Utara itu, mengaku tahun ini adalah satu dekade sejak dia dipenjarakan selama setahun karena mempertahankan tanahnya saat itu.
Tahun 2023, fwi.or.id menceritakan kesaksian seorang Wanita 26 tahun yang menangis, karena melihat air Sungai Akedoma di Desa Lelilef, Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara berwarna coklat kehitaman bercampur dengan lumpur.
Membayangkan kondisi Maluku Utara dimasa sekarang ini, mungkin itupula yang membuat Sang Sultan memilih tempat terpencil, yang jauh ditengah hutan Desa Foramadiahi sebagai tempat peristrahatannya.
Dengan memilih tempat dipegunungan sebagai pemakamannya, mungkin Sultan Babullah ingin Kembali memberi pesan. Kepada seluruh warganya di Kerajaan Ternate, bahwa Ketika mengingatnya dalam ziarah kemakamnya ditengah hutan. Agar selalu mengingat Cengkeh dan Pala sebagai kebanggan, yang menjadikan Maluku Utara sangat mempesona dimata Dunia, bukan nikel.
Ketika menuruni bukit untuk pulang, kami bertemu dengan seorang bapak yang baru keluar dari hutan dengan membawa durian. Setelah melakukan tawar menawar, akhirnya kawan saya berhasil meyakinkan si bapak untuk menjual duriannya pada kami. Dan kamipun pulang dengan membawa 3 biji besar durian asli Gunung Gamalama.
![]() |
Menikmati durian dipinggir pantai |
Saat menaiki anak tangga yang cukup terjal dan berjumlah puluhan, dia melakukannya secara zigzag. Dia melangkah bukan kedepan, tapi dari kiri menuju kekanan atas, setelah sampai diujung kanan, dia Kembali melangkah menuju kiri atas. Begitu seterusnya hingga sampai ditempat kami. Mungkin sekali waktu saya harus mencobanya, untuk membuktikan triknya itu efektif.
Azis Syahban
Kendari, 15 Maret 2024
0 comments:
Posting Komentar