![]() |
Sumber Gambar regional.kompas.com |
Potongan video banjir Kota Kendari yang beredar di grup-grup Whatsapp membawa ingatan kita kembali pada peristiwa 11 tahun lalu, tepatnya tahun 2013, ketika banjir bandang menerjang Kota Kendari dan hampir melumpuhkan seluruh aktifitas kota kala itu. 6 Kecamatan terendam, 1 orang meninggal dunia karena longsor, dan ribuan warga terpaksa mengungsi dibangunan milik pemerintah, juga rumah warga lain yang tak terkena banjir.
Kini 11 tahun telah berlalu dan mengapa peristiwa itu terjadi lagi?, tak adakah Upaya pencegahan dilakukan, padahal banjir bencana yang memiliki siklus?. Bagaimana Kota Kendari akan menghadapi kejadian serupa dimasa mendatang?
***
Kendari merupakan kota teluk yang terletak ditepi teluk Kendari, karenanya dinamakan Kendari Beach. Kondisi tersebut membuat Kota Kendari memiliki keunikannya sendiri, dan tentu saja permasalahannya sendiri. Terletak didaerah diteluk dan diapit bukit ditiga sisinya, membuat Kota Kendari punya kerawanannya sendiri dalam hal kebencanaan, terutama bencana banjir dan tanah longsor.
Kota Kendari memiliki Riwayat Panjang tentang banjir dan longsor, sejak bencana tersebut hadir dalam skala kerusakan lebih besar pada tahun 2013 lalu. Kemudian beberapa tahun setelahnya banjir dan longsor hampir tiap tahun selalu melanda Kota Kendari.
Seperti tahun 2016, portal berita zonasultra.id merekam kejadian “Hujan deras mengguyur Kota Kendari sejak Minggu (17/7/2016) pagi menyebabkan beberapa ruas jalan di ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ini terendam banjir”. Ruas jalan dimaksud adalah : Jalan Sorumba, Kelurahan Bonggoeya Kecamatan Wua-Wua, Jalan DI Panjaitan, Kelurahan Lepo-Lepo Kecamatan Baruga, BTN 1 Kendari, Kelurahan Bende Kecamatan Kadia, Jalan Saranani, Kelurahan Korumba Kecamatan Mandonga, Kendari Beach (Kebi), Kelurahan Punggaloba Kecamatan Kendari Barat.
Kemudian tahun 2017, banjir Kota Kendari kembali menelan korban. Portal newsdetik.com merekam peristiwa tersebut dalam sebuah berita berjudul “Banjir dan Longsor Landa Kendari, 1 Orang Tewas”. Lebih besar dari tahun sebelumnya, dampak banjir pada tahun 2017 merendam 14 kelurahan dari 4 kecamatan. Menurut rilis berita Badan Nasional Penanggulangan Bencana, banjir tersebut disebabkan meluapnya Sungai Wanggu dan drainase perkotaan yang buruk, sehingga, ribuan rumah terendam dan ratusan warga kembali mengungsi.
Pada tahun 2018 banjir Kota Kendari Kembali merendam 411 Rumah warga Kelurahan Lepolepo, Kecamatan Baruga dengan ketinggian ± 2 meter. Rilis berita dari regional.kompas.com, untuk Kota Kendari tahun ini ada 3 titik banjir, yakni Kelurahan Lepolepo, Andonuhu, dan Kambu, yang disebabkan meluapnya Sungai Wanggu. Banjir tersebut menyebabkan hampir 100 Kepala Keluarga mengungsi di tenda-tenda darurat.
Senin 15 April 2019, news.okezone.com merilis berita mengenai Tim
Basarnas Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mengevakuasi sedikitnya 36
orang korban banjir dari berbagai titik perumahan yang terparah, menyusul hujan
yang melanda Kota Kendari pada hari Minggu 14 April 2019, dari sore hingga
malam. Titik paling parah banjir tahun ini terjadi di Kompleks BTN Griya Raya
dan BTN Citra Indah dengan ketinggian air di atas satu meter.
Kemudian Rabu 02 Juli 2021, pusatkrisis.kemkes.go.id merilis berita “Banjir di Kota-Kendari, Sulawesi-Tenggara, 30-06-2021”. Banjir terjadi di Kecamatan Baruga Kota Kendari akibat hujan dengan intensitas tinggi, yang membuat tanggul jebol bertemu dengan air pasang di teluk Kendari, sehingga mengakibatkan banjir pada tanggal 30 Juni 2021 pukul 16.00 WITA dengan Ketinggian air mencapai 30-80 cm. Tak ada korban jiwa, namun membuat ratusan warga dari sekitar 78 Kepala Keluarga mengungsi ditenda-tenda darurat.
Setelahnya tahun 2022, Kota Kendari kembali terkena banjir dengan skala dampak yang tidak cukup besar. Dari rilis portal trijayakendari.com yang berjudul “Pemerintah Bersama Warga Bergerak Bersihkan Sampah Akibat Banjir di Kelurahan Sanua”, diketahui akibat cuaca ekstrem berupa hujan dan angin kencang yang melanda Kota Kendari jumat, 16 Desember 2022, membawa dampak banjir dibeberapa lokasi di wilayah Kota Kendari.
Kemudian tahun 2023 atau tahun lalu, antaranews.com merilis berita mengenai hujan dan longsor. Diawali hujan dengan intensitas sangat tinggi mengguyur Kota Kendari, menyebabkan terjadinya tanah longsor yang menimbun 4 rumah dijalan Sawerigading Kelurahan Mandonga, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari. Tak ada korban jiwa dari kejadian tersebut, hanya kerugian materil karena tanah longsor yang masuk sampai kedalam rumah.
Yang terbaru di Tahun 2024, kita Kembali dikejutkan kejadian serupa yang telah berulang sampai tiga kali hanya dalam seminggu terakhir. Pemicunya kurang lebih sama, yaitu curah hujan dengan intensitas tinggi yang melanda Kota Kendari. Padahal baru beberapa hari sebelumnya tanggal 3 Maret 2024, Pemerintah Kota Kendari meraih Penghargaan Adipura ke-12 dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Mengenai kejadian ini saya ingin mengutip penyampaian Kepala Seksi observasi dan Informasi BMKG Stasiun Maritim Kendari Adi Istiyono pada 2019 lalu. Tentang banjir yang terus melanda Kota Kendari, beliau dengan gamblang menyampaikan, “Menurut informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geo Fisika (BMKG) Stasiun Maritim Kendari, kondisi geografis Kota Kendari, sangat rawan terjadi banjir karena letaknya berada ditepi teluk dan diapit wilayah pengunungan. Berdasarkan data historis selama 15 tahun, potensi bencana banjir di kota Kendari dapat terjadi setiap bulan Februari hingga Juli,”.
Dia melanjutkan “Kondisi ini disebabkan adanya masa udara basah yang memasuki wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) khususnya Kendari, sehingga potensi pembentukan awan-awan konfektif atau awan bergerak cukup tinggi. Sesuai data sepanjang 15 tahun, puncak musim penghujan yang mengakibatkan bencana banjir di wilayah Sultra khususnya Kota Kendari, terjadi pada bulan Mei dan Juni”.
Dari sana penyebab banjir dapat diketahui, kapan datangnya pun dapat diprediksi. Apabila mengacu pada data BMKG maka dapat dikatakan banjir yang terjadi pada awal Maret 2024 ini, bukanlah banjir terakhir yang akan terjadi di Kota Kendari. Karena waktu puncak musim penghujan di Kota Kendari akan terjadi sekitar bulan Mei dan Juni, yang memungkinan banjir dengan skala lebih besar akan terjadi apabila tak ada langkah-langkah pencegahan dilakukan.
Dengan pola perubahan iklim yang semakin tidak terduga dan pertumbuhan perkotaan yang cepat, Kota Kendari harus bersiap menghadapi potensi banjir yang lebih serius di masa mendatang. Mengamati kondisi perubahan iklim dewasa ini dan kondisi bentang alam Kota Kendari, dapat diperkirakan bahwa banjir akan menjadi lebih sering dan lebih parah di masa depan. Disamping itu perubahan pola hujan yang tidak teratur dan peningkatan suhu global dapat mempercepat proses pelarutan es di kutub, yang pada gilirannya dapat meningkatkan tinggi permukaan laut. Akibatnya, wilayah pesisir seperti Kota Kendari berpotensi mengalami banjir rob yang lebih serius dan lebih parah dimasa akan datang.
Kita dapat melihat potongan kemiringan lereng Kota Kendari pada gambar berikut :
Kota Kendari saat ini sedang mengalami lonjakan aktifitas kota cukup tinggi. Sejak 10 tahun terakhir, Kota Kendari menunjukan perkembangan cukup pesat dalam pembangunan perumahan juga perdagangan dan jasa. Karenanya perubahan guna lahan sangat marak terjadi dan cenderung tak terkendali pada 5 Kecamatan dibagian Selatan dan Barat Kota Kendari ; Kecamatan Baruga, Kambu, Wua-Wua, Poasia dan Kecamatan Puuwaatu.
Kita dapat menelusuri perubahan guna lahan tersebut melalui citra satelit berikut ;
Lingkaran biru pada tahun 2005 menandakan masih banyaknya lahan hijau yang belum terbangun, kemudian pada tahun-tahun berikutnya yaitu pada tahun 2022 sampai dengan tahun 2024 sekarang ini, lahan-lahan tersebut mulai tumbuh menjadi Kawasan perumahan dan permukiman. Yang kemudian memicu aktifitas pergerakan orang dan barang juga menjadi kian tinggi.
Tentu tak ada yang salah dengan tumbuh dan berkembangnya Kota yang kemudian diiringi dengan tumbuh dan berkembangnya permukiman. Hal itu adalah sebuah konsekuensi yang terjadi karena kebutuhan penduduk kota akan sebuah hunian akan semakin besar seiring tumbuh besarnya pertumbuhan penduduk kota. Hanya saja pemenuhan kebutuhan Masyarakat kota pada sebuah hunian, seharusnya berjalan beriringan dengan pemenuhan sarana dan prasarana kota untuk mengantisipasi bencana yang mengintai, dalam hal ini banjir dan longsor.
Kota Kendari baiknya memperhatikan hal tersebut, apalagi dari Riwayat banjir yang terjadi selama 11 tahun terakhir, salah satu penyebabnya adalah meluapnya Sungai besar dan juga saluran drainase kota yang tidak berfungsi maksimal, serta posisi kota yang terletak didaerah teluk yang mana efek pasang air laut akan sangat berdampak.
Untuk itu Kota Kendari butuh para ahli-ahli Perencanaan Wilayah dan Kota, untuk bekerjasama dalam melahirkan sebuah perencanaan Kota yang lebih komprehensif, dimana semua aspek menjadi pertimbangan, agar Kota Kendari dapat tumbuh dan berkembang menjadi kota yang ramah bagi masyarakat juga lingkungan. Serta resiko kebencanaan dapat diminimalisir dampaknya dengan rencana pengendalian ruang dan juga penyiapan sarana dan prasarana kota yang lebih baik.
Azis Syahban, 11 Maret 2024
0 comments:
Posting Komentar