Minggu, 04 Juli 2021

Memasuki Zona Merah di Kalimantan Utara


Rencananya kami akan ke Kalimantan Utara berdua saja, kalaupun harus bertiga, sudah pasti yang terlibat dalam kegiatan yang akan berangkat. Tapi rencana awal berubah, jadilah kami berangkat bertiga, dengan orang terakhir terpaksa  ikut terlibat dalam acara kami, di Tanjung Selor Provinsi Kalimantan Utara.

Tanjung Selor bisa dicapai dari Makassar transit di Balikpapan, kemudian berganti pesawat type ATR menuju Tanjung Selor. Tapi kami mengambil rute lainnya, rute pesawat langsung ke Kota Tarakan dari Makassar. Dari Tarakan kami harus naik Speedbot selama empat jam menyusuri sungai terbesar di Kalimantan Utara, Sungai Kayan.

Melihat rute yang kami pilih, harusnya ini perjalanan yang menyenangkan. Sedikit mirip dengan acara jalan-jalan yang biasa tayang di televisi. Atau acara jelajah Nusantara, saat kami melewati setiap lekukan Sungai Kayan nan eksotis, lengkap dengan hutan tropisnya yang mungkin sebentar lagi tinggal kenangan.

Malam pertama di Tanjung Selor rasanya agak sepi, orang-orang tak berkeliaran sebebas di Makassar. Dari lesehan depan hotel crown tempat kami menginap, terlihat simpang tiga jalan poros kota yang cukup sepi. Kondisinya tak seperti yang kami bayangkan saat dari Makassar kemarinnya. 

Waktu teman kami yang tinggal di Tanjung Selor datang dan bercerita, barulah kami tau kalau Tanjung Selor masih dalam status waspada penyebaran covid. Dia juga sempat menegur kami yang sangat santai bercerita tanpa gunakan masker, tapi dengan cepat kami menunjukan masker yang dibuka beberapa waktu lalu.

Dari penuturannya kami merasa sangat wajar kalau dia sedikit khawatir, karena sikap kami terlalu santai. Sedangkan kondisi dalam kota sedikit waspada, karena dua hari sebelumnya ada sebuah puskesmas dalam kota yang ditutup sementara. Karena beberapa petugas kesehatan terbukti positif covid setelah melayani masyarakat.

Meskipun saya selalu membawa hand sanitizer dan beberapa lembar masker setiap keluar daerah. Kali ini saya akui sedikit lengah. Saya tak membaca  dahulu berita mengenai covid-19 di Tanjung Selor sebelum berangkat. Jadinya kami tak mendapat gambaran situasi terkini daerah yang kami datangi.

Biasanya sebelum keluar daerah, kami mencari tau perkembangan covid terkini daerah tujuan. Info seperti itu sangat penting bagi kami untuk menjaga jarak atau membatasi pergaulan. Bukan seberapa besar angka positif covid sebuah daerah, atau seberapa besar tingkat kematian suatu daerah karena covid.

Kami lebih cenderung melihat rasio yang positif covid terhadap jumlah penduduk. Karena dari sana kami dapat memperkirakan jumlah orang yang bisa didekati atau memilih tempat ramai untuk bersantai. 

Misalnya, pabila suatu kota punya jumlah penduduk 10.000 orang, dan yang positif covid 200 orang. Berarti dari dari 50 orang yang akan kami temui atau berdekatan diruang publik, ada kemungkinan satu orang yang positif corona dan dapat menularkan pada kami.

Pada tanggal 14 Desember 2020, pertama kami tiba di Tanjung Selor, terdapat kasus baru sebanyak 5.489 orang positif covid. Dari jumlah populasi penduduk Tanjung Selor 52.432 orang, ada sekitar 10,468% yang positif. Artinya ada satu dari sembilan orang yang mungkin kami dekati terpapar corona dalam Kota Tanjung Selor.

Angka ini meningkat cukup tajam saat kepulangan kami, tanggal 20 Desember 2020. Ada peningkatan menjadi 6.982 orang positif, atau 13,316% dari jumlah penduduk. Berarti dari tujuh orang dalam Kota Tanjung Selor kemungkinan ada 1 orang yang positif corona dan dapat menularkan pada kami. 

Saya mengecek angka itu setelah sampai di Makassar. Pantas saja diawal-awal teman kami enggan mengajak kami naik mobilnya. Meskipun akhirnya malam terakhir di Tanjung Selor kami diijinkan naik mobilnya, kami cukup merasa canggung. Sedikit risih kalau sampai jarak kami yang terlalu dekat, buatnya cemas saat kembali kerumah bersama keluarganya.

Tadi pagi saya kembali mengecek kondisi covid di Tanjung Selir. Dari data 30 Juni tahun 2021, terjadi kasus baru sebanyak 21.807 atau 41,591 %. Artinya dari populasi penduduk 52.432 jiwa, ada satu dari setiap 2-3 orang yang kemungkinan positif covid. 

Saya jadi ingat temanku, semoga dia dan keluarganya baik-baik saja disana. Dapat bertemu dengannya akhir tahun lalu adalah kebahagiaan buat saya. Melihatnya didaerah asalnya, saya teringat saat-saat sulit saat mahasiswa. Kala itu saya pernah numpang tinggal dikamar asramanya hampir 3 bulan.

Kami juga banyak bersukur, karena hasil tes tetap negatif saat beberapa hari tiba di Makassar. Saya percaya, keberuntungan kami terhindar dari covid saat itu karena mampu menjaga perasaan supaya selalu bahagia. 

Seperti saat tiba di Kota Tarakan dan mobil menuju bandara berhenti didepan tokoh oleh-oleh. Dua orang temanku masuk toko dan tanpa beban mengambil apa saja yang disukainya. Dari Milo malaysia, coklat malaysia dan beberapa aneka kue berlabel malaysia. Satu-satunya yang kuliat berlabel lokal cuma amplang.

Begitulah cara mereka menjaga perasaan bahagia sampai Makassar. Dengan membawa dua dos besar penuh berisi oleh-oleh dari Kalimantan Utara. Biaya bagasi jangan dipikirkan, asalkan perasaan selalu Bahagia.
Coklat Kalimantan, tinggal toplesnya


0 comments: