Minggu, 14 Maret 2021

Menentukan Rumah Tidak Layak Huni dan Tingkat Kerusakannya (Ada File Excelnya)


“Hasilnya bagus dan sesuai harapan. Terus terang, selama ini kami terkendala pada bagaimana cara menentukan RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) secara kuantitatif. Tahun depan masih ada lima Kecamatan, semoga kita masih bisa kembali bekerjasama”. Kata Pak Kadis Perumahan dan Permukiman yang siang itu masuk agak telat.

***

Sore itu cuaca Kota Makassar kembai panas seperti biasanya. Mungkin karena itu dari tempat kami di Perumahan Manggala Asri Residence, suara mesin pesawat hampir selalu terdengar setiap lima menit sekali. Ketika bersiap untuk Landing di Bandara Sultan Hasanuddin, tempat kami jadi salah satu area yang terkena dampak suara mesin pesawat. 

Sekali waktu kalau ketinggalan pesawat, mungkin saya bisa menggunakan alamat di Perumahan Manggala Asri Residence untuk mengklaim insentif karena dampak suara mesin pesawat. Tak perlu berharap mendapat sejumlah uang, dialihkan kepesawat berikutnya sudah cukup. Tapi dengan tujuan yang sama, bukan tujuan Papua atau Afrika.

“Jadi hasilnya nanti begini”, kataku pada seorang kawan yang sejak pagi duduk didepan laptop sambil memegang kalkulator. “Dengan rumus excel ini, nanti kita tinggal masukan data kuisioner hasil survey anggota dilapangan. Setelah itu system akan mengolah data secara otomatis dan menentukan sendiri kriteria sebuah rumah dikatakan RTLH atau RLH”.

Kulihat wajah temanku merasa puas. Sebentar lagi dia pasti akan membuat status tentang itu, dengan Bahasa yang kadang bijak tapi lebih sering borro.

***

Setelah seminggu di Wakatobi, saya langsung bertolak ke Makassar atas permintaan seorang teman. Katanya ada yang ingin dibicarakan, kalau cocok saya diminta bergabung dalam tim tuk salah satu kegiatan. Mengenai RTLH atau Rumah Tidak Layak Huni suatu daerah di Sulawesi Selatan.

Saya selalu menikmati setiap proses dari kegiatan baru. Biasanya setelah pembicaraan menemukan titik terang, saya langsung bergegas bergerak menuju dunia tanpa batas, internet. Kata orang seperti itu, tapi bagiku dunia internet juga terbatas, karena dibatasi kuota dan tegangan. Kuota habis artinya offline, begitu juga kalau tegangan rendah dan listrik mati.

Yang menjadi tantangan dalam kegiatan ini adalah bagaimana menentukan secara kuantitatif klasifikasi rumah yang dibagi atas tiga bagian ; Rumah Tidak Layak Huni/ RTLH, Rumah Rawan Layak Huni dan Rumah Layak Huni. Untuk yang semacam ini biasanya saya menggunakan cara skoring atas beberapa indikator.

Metode ini sebetulnya tidak murni kuantitatif lagi, karena indikator yang digunakan merupakan hal yang kualitatif, yaitu kondisi bangunan rumah. Kondisi ini bukan berupa angka, tapi keadaan atap, lantai, dinding dan fasilitas penunjang lainnya. Hanya saja indikator yang kualitatif ini harus dikuantitatifkan hingga menjadi angka-angka yang dapat diukur. Mungkin ini yang Namanya lompatan dari kualitatif ke kuantitatif, entahlah.

Meski indikatornya sama, ada perbedaan komponen indikator RTLH oleh beberapa instansi dan badan pemerintah. PU, Menpera, BPS, Bappenas, Depsos, Depkes masing-masing memiliki komponen yang berbeda dalam menentukan klasifikasi sebuah rumah dinyatakan Rumah Tidak Layak Huni.

Seperti komponen luas lantai, nilai yang dipersyaratkan PU mengenai kecukupan luas lantai tiap orang dalam sebuah rumah adalah minimal 9 meter persegi per orang. Nilai ini sama dengan yang ditetapkan Menpera, tapi berbeda dengan nilai yang ditetapkan BPS (Badan Pusat Statistik), yaitu minimal 8 meter persegi per orang. Berbeda pula yang ditetapkan Kesehatan yang lebih memilih menetapkan sebuah kondisi tanpa ukurang angka, yaitu luas ruang sempit. 

Atas semua perbedaan itu, kemudian dilakukan komparasi dan ditetapkan empat indikator RTLH yaitu ; Keselamatan, Kecukupan Ruang, Bahan Bangunan dan Kesehatan. Semua indikator mencerminkan kondisi sebuah bangunan rumah dari pondasi, atap, lantai, dinding, listrik, air bersih, jendela, kamar mandi sampai fasilitas buang air besar, atau wc. Semuanya diukur berdasarkan kondisi dan tingkat kerusakannya.

Ada Sembilan modul pada Diklat Penyelenggaraan Rumah Swadaya, yang membahas secara rinci mengenai Pendataan RTLH ada pada modul ke enam. Ada tujuh bab dalam modul enam, bab tujuh yang terakhir membahas cara pengolahan data RTLH. Tapi disana tak dituliskan bagaimana pengaturan skoring dan pembobotan yang ditetapkan pada klasifikasi rumah.

Sebulan lebih mencari saya hampir berhenti. Biasanya dalam situasi seperti itu saya akan beralih pada dasar teori untuk menentukan nilai bobot indikator. Skala likert salah satu yang biasa saya gunakan dalam melakukan penilaian atau menetapkan skala interval. Sampai akhirnya seorang teman di Jakarta yang juga bekerja di Kementrian PU mengirimkan bahan paparan seorang Dirjen. 

Bahan itu mempermudah membuat rumus di Microsoft Excel. Tapi dari dua cara penilaian yang ada, saya membagi menjadi dua bagian. Yang pertama kami gunakan untuk menentukan Klasifikasi Rumah dan memetakan jenis RTLH, RwLH dan RLH. Yang kedua kami gunakan untuk menentukan tingkat kerusakan masing-masing klasifikasi tersebut yang dibagi atas ; Rusak Berat, Rusak Sedang, Rusak Ringan dan Kondisi Baik.

Hasil dari penilaian itu dapat digunakan untuk menentukan penerima bantuan perumahan swadaya. Dengan melakukan peringkat pada klasifikasi dan tingkat kerusakan rumah. Peringkat pertama yang paling diprioritaskan mendapat bantuan, peringkat kedua, tiga dan seterusnya adalah prioritas berikutnya. 

Peringkat rumah penerima bantuan sebagai berikut :

RTLH              – Rusak Berat

RTLH              – Rusak Sedang

RwLH             – Rusak Berat

RwLH             – Rusak Sedang

RTLH              – Rusak Ringan

RwLH             – Rusak Ringan

 

Indikator yang digunakan sebagai berikut :

1. Bahan Atap Rumah

2. Bahan Dinding Rumah

3. Bahan Lantai Rumah

4. Fasilitas Buang Air Besar

5. Sumber Energi Penerangan

6. Sumber Air Minum

7. Luas Rumah Perkapita

Semua indikator dinilai dan diberi skor atas dua kategori, Layak dan Tidak Layak. Apabila dikatakan Tidak Layak nilai yang diberikan adalah "0", dan untuk kategori Layak diberi nilai "1". Kemudian nilai semua indikator dijumlahkan, dan untuk menetapkan rumah sesuai klasifikasinya disesuaikan dengan skala interval yang ditetapkan untuk RTLH, RwLH dan RLH.

Akan lebih mudah mengerjakannya di Microsoft Excel, dengan menggunakan fungsi logika untuk membuat rumus perhitungannya. Kemudian dipakai untuk mengolah data ribuan rumah yang telah disurvey secara tabular. Apakah cukup sampai disitu?, tentu saja tidak. Karena data tabular hasil olah ribuan data masih harus disajikan supaya lebih rapi.

Menyajikan data dan hasil olahdata juga bagian paling penting dalam sistem informasi. Kalau hanya untuk konsumsi pribadi dan kelompok, mungkin penyajian tak terlalu penting, karena teman kelompok akan dengan mudah mengerti apa yang kita maksud. Tapi ketika sudah menyangkut orang lain atau publik, maka sebuah data harus disajikan lebih rapi supaya mudah dipahami.

Karenanya saya lebih memilih menggunakan Microsoft Excel untuk mengolah data yang jumlahnya ribuan. Di Excel kita lebih leluasa membuat rumus atau formulasi hitungan dan bentuk tabular. Setelah semua selesai, kita dapat menggunakan sebuah fitur untuk melakukan rekap data secara otomatis.

Namanya power pivot. Fitur ini akan memudahkan membuat rekap data, memilah dan memisahkan data tertentu yang ingin ditampilkan. Pivot tabel inilah yang kita gunakan untuk membuat Dashboard Excel lewat Google Sheet. Ketika Ekspose, orang-orang akan lebih mudah mengerti kalau data ditampilkan lebih smart dengan tabel dan grafik. Dan semua otomatis.

Bukankah teknologi hadir untuk memudahkan?. Jadi kalau bisa otomatis, buat apa dikerjakan secara manual. Lewat rumus dan formula yang kita buat, juga memanfaatkan fitur Excel, biarkan komputer bekerja untuk kita. Kita hanya perlu menginput data saja.

Kembali kupandang wajah temanku yang sedari tadi sangat senang dengan paparanku. Setelahnya dia membalasku dengan pujian-pujian yang 99% kuyakin semuanya itu hanyalah golla. Tentu saja saya sudah kebal dengan pujian darinya dan teman-teman lainnya. Saat digollai kami menganggap itu kekalahan 0-1, karenanya harus memberi balasan supaya skor menjadi imbang 1-1. 

Begitu seterusnya sampai ada yang kehabisan bahan dan kalah dalam adu golla. Kata temanku yang lain yang orang galela, ada dua senjata paling ampuh dan mematikan, Gula dan Kompor. Tentu saja dia akan terlihat sangat cerdas saat menjelaskan maksud dari perkataannya itu.

 

Ekspose Akhir Pendataan RTLH

Kuingat beberapa tahun lalu pernah ikut tes pendamping Bedah Rumah. Saat sesi wawancara tiba, ada seorang bapak dari kementrian yang menjadi salah satu penguji. Kulihat sangat sedikit peserta yang datang padanya untuk tes wawancara. Karena waktu sudah sangat sore dan saya ingin segera keluar untuk menghirup udara segar dan mengisap sebatang rokok, sayapun datang padanya.

Sebetulnya saya juga tak punya persiapan khusus untuk tes wawancara. Kalaupun si penguji mengajukan pertanyaan sulit saya sudah punya jawabannya. Tapi entah kenapa sore itu saya sangat ingin cepat keluar ruangan. 

Makanya saat pertanyaan pertama diajukan, "apa yang kamu tau tentang perumaham swadaya", saya menjawab dengan mantap, "saya belum tau, tapi kalau lulus saya akan banyak belajar". Apakah saya lulus?, tentu saja tidak.

Mungkin saat ini saya akan lebih siap mengikuti tes lagi. Tapi kalau masih ada pertanyaan serupa, mungkin saya juga akan memberikan jawaban yang sama. "saya belum tau, tapi kalau lulus saya akan banyak belajar". Padahal saya yakin itu jawaban yang tidak dipikirkan satu kepalapun dalam ruangan.

Sekali waktu kalau bertemu adik-adik mahasiswa yang belum ujian meja, mungkin saya akan membagikan jawaban itu. Siapatau mereka lebih beruntung daripada saya, dan penguji ujian meja memberi nilai bagus untuknya dan dinyatakan lulus.


Ini file excel yang bisa didownload,

Download FIle Excel

0 comments: