Ada sebuah cerita bahwa air biru merupakan salah satu area yang
dikeramatkan diwilayah jompi, tidak sembarang orang dapat mandi dan berenang
disitu. Melihat air biru dari sini adalah melihat sebuah keindahan, air
berwarna biru yang diatasnya terdapat batu besar menyerupai penutup.
Sekitar 1
meter dibelakangnya terdapat tebing batu yang cukup tinggi, tebing batu
berwarna coklat keputih-putihan, seperti yang terdapat didalam gua. Tingginya
kurang lebih 10 meter, menjulang keatas dan membuat kami takjub. Setiap kali
datang di Jompi, tempat ini merupakan salah satu yang selalu membuat kami
berhenti untuk melihat-lihat sambil menikmati keindahan alam.
Tak jauh didepannya ada mata air, mata air ini adalah penanda bahwa kami
telah memasuki area pemandian mata 2. Kami melalui jalan tanah dengan membuka
sendal, sebelum sampai di mata air, kami harus turun melewati pipa baja besar
yang sedikit terendam air.
Ada 2 pipa besar peninggalan jaman belanda, yang
memanjang dari bak besar diatas mata 3 sampai kerumah pompa diatas air terjun.
Masih dengan membuka sendal, kami berjalan diatas pipa baja besar yang bersusun
sampai ketempat tujuan kami di mata 2.
Sebagian dari kami telah membuka baju
sedari tadi, saat sampai di mata 2 kami menaruh baju dan sendal di bebatuan,
kemudian dari atas pipa baja ini kami melompat bersama-sama kedalam air.
Dari dalam air ada yang menyelam menuju batu besar ditengah sana, dan
sebagian naik kepermukaan dan berenang kembali ke pipa. Kami terus melompat dan
menyelam sampai kedasar sungai, ada pula yang berenang dengan gaya belakang dan
ada juga yang mengapung dipermukaan dengan hanya kepala yang muncup diatas air.
Gaya mengapung adalah salah satu teknik yang juga kami kuasai, dimana leher
sampai kaki berada didalam air dan hanya sebagian leher dan kepala yang berada
dipermukaan air untuk bernapas. Kami dapat melakukan gaya mengapung seperti ini
sampai beberapa menit di air tanpa capek atau kesemutan.
Ditengah sana ada sebuah batu besar, cukup besar hingga bagian atasnya sedikit
terlihat keluar dari permukaan air, disitulah tempat kami beristrahat saat
berenang. Aku sedang duduk diatas batu besar ini, melihat keatas sedang
menikmati langit biru yang luas dan sedikit berawan. Dedaunan pohon besar yang
tinggi menjulang jauh keatas, membingkai langit biru nan indah dalam
pandanganku, sangat indah. Diatas pipa baja hitam 3 orang temanku duduk
berbaris, sedang asik bercerita suatu hal yang tak kuketahui. Entah apa yang
diceritakan, saya hanya menangkap wajah ceria mereka yang sedang tertawah
terbahak-bahak.
Air didepanku berbunyi keras, karena hantaman tangan-tangan kuat yang
sedang beradu cepat. 2 orang temanku sedang lomba berenang, La Angko dan La
Firman, dengan gaya bebas mereka melaju berusaha saling mengalahkan. Tinggal
sedikit lagi dan La Firman akan memenanginya, tapi La Angko dengan sigap
menarik kakinya, menariknya kebelakang dan berusaha memenangi lomba.
Ini lomba
yang telah berkali-kali mereka lakukan, dan hasilnya selalu saja sama, berakhir
dengan tanpa ada yang menang dan kalah. Tarikan La Angko akan dibalas kuncian
tangan oleh La Firman, dan merekapun akan melakukan gulat air, layaknya pegulat
profesional yang sedang memperebutkan medali emas olimpiade.
"Ooii, apa kobikin menghayal disitu, kayak putri duyung saja"
teriak La Endo kepadaku
Saya melompat kedalam air kemudian menyelam sampai ke pipa tempat mereka
berkumpul.
"Koliat tadi dalam hutan, banyak orang tebang kayu to?" Tanya
La Firman kepadaku
"Iya saliat"
"Bemana kalo kita tebang juga?", tiba-tiba dia mengulangi
pertanyaannya
"Itumi dari tadi juga sapikir-pikir, kan banyak kita, 6 orang pasti
bisa kita bawa keluar" sambung La Elang, "Baru lagi mahal sekarang
harga kayu"
"Berapakah 1 batang?", tanyaku penasaran, yang kemudian dijawab
oleh La Firman
"Yang panjang 2 meter saja bisa sampe 500 ribu"
"Wuih, 1 pohon saja bisa dapat 1 juta"
"Teusah pikir pembeli, sekarang banyak orang tampung kayu jati, mumpung
belom habis jati"
"Iya di, daripada dorang kasi habis sendiri"
"Selama ini kita hanya ambil batang-batang yang kecil seukuran paha,
laku juga dijual jadi pagar, to?"
"Apalagi kalo batang besarnya". Nada bicaranya semakin
mendesak, tentu saja ini peluang bagus untuk lebih cepat dapat uang. Apalagi
uang jajan kami kesekolah selalu pas-pasan, bahkan seringkali tanpa uang jajan,
dan kami menahan lapar sampai waktu pulang sekolah.
Akhir-akhir ini memang penebangan kayu jati semakin ramai, banyak anak
seumuran kami jadi penebang jati dan ikut dalam kelompok-kelompok kecil
penebang jati. Penebangan jati biasanya dilakukan oleh kelompok kecil yang
terdiri dari 2 sampai 3 orang, 2 orang secara bergantian menebang kayu dengan
kampak, sedangkan 1 orang lagi memantau situasi dan memberikan kode ketika ada polisi
atau ada gangguan lain yang mengancam. Ketika ingin mengangsur kayu, mereka
akan memerlukan bantuan 2 orang lagi. 1 orang akan bertugas memantau situasi,
sedangkan 4 orang lainnya akan mengangkat kayu keatas gerobak, setelah itu 1
orang dari mereka akan beralih tugas menjadi pengendali gerobak, dan 3 sisanya
mendorong dari belakang.
Memotong dan mengangkut semua dilakukan pada malah hari, ketika malam
telah larut sekitar jam 10, apabila kondisi tidak memungkinkan atau sedang ada
patroli, pengangkutan akan dilakukan saat subuh sebelum shalat subuh. Begitupun
ketika penebangan dilakukan, semua tak dilakukan hanya dalam semalam, melainkan
beberapa malam, mulai dari memantau, memotong dan mengangsur.
“Kamorang sudah yakin mau tebang jati kah?" tanyaku pada yang lain
La Firman hanya menjawab singkat, "Kalo kosetuju jadi, kalau tidak,
pikir-pikirmi dulu"
"Sebentarmi kita bicarakan kone itu, kita berenang dulu
sekarang" kata La Endo. Kemudian saya ikut melompat kedalam air, menyelam
jauh sampai kedasar sungai. Saya memegangi pasir halus yang ada didasar, juga
melihat bebatuan berumur puluhan tahun yang sejak lama menghuni dasar sungai
ini. Ketika mataku melihat kedepan, kusaksikan jernihnya air sampai batas akhir
jarak pandang, seperti membentuk sebuah tembok biru.
Kami masih terus berenang, tapi pikiranku sedang gelisah memutuskan
apakah setuju atau tidak untuk jadi penebang kayu. Banyak resiko yang tentu
saja akan kami hadapi ketika jadi penebang jati, dari kecelakaan besar dalam
hutan sampai resiko terburuk yaitu ditangkap polisi yang sedang patroli.
Saya masuk lagi kedalam air kemudian menyelam sampai kedasar, mencari
batu yang cukup halus untuk meggosok belakang. Kami biasa melakukannya, bersih-bersih
belakang dan seluruh badan dari kotoran hasil endapan keringat yang menempel di
belakang, lengan dan juga paha sampai betis. Kami melakukannya
berpasang-pasangan dan saya berpasangan dengan La Endo. Saya memulai dengan
menggosok belakangnya, setelah selesai La Endo akan balas menggosok belakangku
dengan batu yang tadi kami ambil dari dasar sungai. Sungainya tak begitu dalam,
mungkin Cuma sekitar 3 meter dengan air yang sangat jernih, apabila dilihat
dari atas maka dasar sungai yang berpasir dengan bebatuan kecil akan sangat
keliatan.
Bersambung...
0 comments:
Posting Komentar