Selasa, 30 April 2019

Jompi - 6 Orang Penebang Kayu (Bagian 3)


Ada sebuah cerita bahwa air biru merupakan salah satu area yang dikeramatkan diwilayah jompi, tidak sembarang orang dapat mandi dan berenang disitu. Melihat air biru dari sini adalah melihat sebuah keindahan, air berwarna biru yang diatasnya terdapat batu besar menyerupai penutup.

Sekitar 1 meter dibelakangnya terdapat tebing batu yang cukup tinggi, tebing batu berwarna coklat keputih-putihan, seperti yang terdapat didalam gua. Tingginya kurang lebih 10 meter, menjulang keatas dan membuat kami takjub. Setiap kali datang di Jompi, tempat ini merupakan salah satu yang selalu membuat kami berhenti untuk melihat-lihat sambil menikmati keindahan alam.

Tak jauh didepannya ada mata air, mata air ini adalah penanda bahwa kami telah memasuki area pemandian mata 2. Kami melalui jalan tanah dengan membuka sendal, sebelum sampai di mata air, kami harus turun melewati pipa baja besar yang sedikit terendam air.

Ada 2 pipa besar peninggalan jaman belanda, yang memanjang dari bak besar diatas mata 3 sampai kerumah pompa diatas air terjun. Masih dengan membuka sendal, kami berjalan diatas pipa baja besar yang bersusun sampai ketempat tujuan kami di mata 2.

Sebagian dari kami telah membuka baju sedari tadi, saat sampai di mata 2 kami menaruh baju dan sendal di bebatuan, kemudian dari atas pipa baja ini kami melompat bersama-sama kedalam air.

Dari dalam air ada yang menyelam menuju batu besar ditengah sana, dan sebagian naik kepermukaan dan berenang kembali ke pipa. Kami terus melompat dan menyelam sampai kedasar sungai, ada pula yang berenang dengan gaya belakang dan ada juga yang mengapung dipermukaan dengan hanya kepala yang muncup diatas air.

Gaya mengapung adalah salah satu teknik yang juga kami kuasai, dimana leher sampai kaki berada didalam air dan hanya sebagian leher dan kepala yang berada dipermukaan air untuk bernapas. Kami dapat melakukan gaya mengapung seperti ini sampai beberapa menit di air tanpa capek atau kesemutan.

Ditengah sana ada sebuah batu besar, cukup besar hingga bagian atasnya sedikit terlihat keluar dari permukaan air, disitulah tempat kami beristrahat saat berenang. Aku sedang duduk diatas batu besar ini, melihat keatas sedang menikmati langit biru yang luas dan sedikit berawan. Dedaunan pohon besar yang tinggi menjulang jauh keatas, membingkai langit biru nan indah dalam pandanganku, sangat indah. Diatas pipa baja hitam 3 orang temanku duduk berbaris, sedang asik bercerita suatu hal yang tak kuketahui. Entah apa yang diceritakan, saya hanya menangkap wajah ceria mereka yang sedang tertawah terbahak-bahak.

Air didepanku berbunyi keras, karena hantaman tangan-tangan kuat yang sedang beradu cepat. 2 orang temanku sedang lomba berenang, La Angko dan La Firman, dengan gaya bebas mereka melaju berusaha saling mengalahkan. Tinggal sedikit lagi dan La Firman akan memenanginya, tapi La Angko dengan sigap menarik kakinya, menariknya kebelakang dan berusaha memenangi lomba.

Ini lomba yang telah berkali-kali mereka lakukan, dan hasilnya selalu saja sama, berakhir dengan tanpa ada yang menang dan kalah. Tarikan La Angko akan dibalas kuncian tangan oleh La Firman, dan merekapun akan melakukan gulat air, layaknya pegulat profesional yang sedang memperebutkan medali emas olimpiade.

"Ooii, apa kobikin menghayal disitu, kayak putri duyung saja" teriak La Endo kepadaku
Saya melompat kedalam air kemudian menyelam sampai ke pipa tempat mereka berkumpul.

"Koliat tadi dalam hutan, banyak orang tebang kayu to?" Tanya La Firman kepadaku
"Iya saliat"
"Bemana kalo kita tebang juga?", tiba-tiba dia mengulangi pertanyaannya
"Itumi dari tadi juga sapikir-pikir, kan banyak kita, 6 orang pasti bisa kita bawa keluar" sambung La Elang, "Baru lagi mahal sekarang harga kayu"
"Berapakah 1 batang?", tanyaku penasaran, yang kemudian dijawab oleh La Firman
"Yang panjang 2 meter saja bisa sampe 500 ribu"
"Wuih, 1 pohon saja bisa dapat 1 juta"
"Teusah pikir pembeli, sekarang banyak orang tampung kayu jati, mumpung belom habis jati"
"Iya di, daripada dorang kasi habis sendiri"
"Selama ini kita hanya ambil batang-batang yang kecil seukuran paha, laku juga dijual jadi pagar, to?"

"Apalagi kalo batang besarnya". Nada bicaranya semakin mendesak, tentu saja ini peluang bagus untuk lebih cepat dapat uang. Apalagi uang jajan kami kesekolah selalu pas-pasan, bahkan seringkali tanpa uang jajan, dan kami menahan lapar sampai waktu pulang sekolah.

Akhir-akhir ini memang penebangan kayu jati semakin ramai, banyak anak seumuran kami jadi penebang jati dan ikut dalam kelompok-kelompok kecil penebang jati. Penebangan jati biasanya dilakukan oleh kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 3 orang, 2 orang secara bergantian menebang kayu dengan kampak, sedangkan 1 orang lagi memantau situasi dan memberikan kode ketika ada polisi atau ada gangguan lain yang mengancam. Ketika ingin mengangsur kayu, mereka akan memerlukan bantuan 2 orang lagi. 1 orang akan bertugas memantau situasi, sedangkan 4 orang lainnya akan mengangkat kayu keatas gerobak, setelah itu 1 orang dari mereka akan beralih tugas menjadi pengendali gerobak, dan 3 sisanya mendorong dari belakang.

Memotong dan mengangkut semua dilakukan pada malah hari, ketika malam telah larut sekitar jam 10, apabila kondisi tidak memungkinkan atau sedang ada patroli, pengangkutan akan dilakukan saat subuh sebelum shalat subuh. Begitupun ketika penebangan dilakukan, semua tak dilakukan hanya dalam semalam, melainkan beberapa malam, mulai dari memantau, memotong dan mengangsur.

“Kamorang sudah yakin mau tebang jati kah?" tanyaku pada yang lain
La Firman hanya menjawab singkat, "Kalo kosetuju jadi, kalau tidak, pikir-pikirmi dulu"

"Sebentarmi kita bicarakan kone itu, kita berenang dulu sekarang" kata La Endo. Kemudian saya ikut melompat kedalam air, menyelam jauh sampai kedasar sungai. Saya memegangi pasir halus yang ada didasar, juga melihat bebatuan berumur puluhan tahun yang sejak lama menghuni dasar sungai ini. Ketika mataku melihat kedepan, kusaksikan jernihnya air sampai batas akhir jarak pandang, seperti membentuk sebuah tembok biru.

Kami masih terus berenang, tapi pikiranku sedang gelisah memutuskan apakah setuju atau tidak untuk jadi penebang kayu. Banyak resiko yang tentu saja akan kami hadapi ketika jadi penebang jati, dari kecelakaan besar dalam hutan sampai resiko terburuk yaitu ditangkap polisi yang sedang patroli.

Saya masuk lagi kedalam air kemudian menyelam sampai kedasar, mencari batu yang cukup halus untuk meggosok belakang. Kami biasa melakukannya, bersih-bersih belakang dan seluruh badan dari kotoran hasil endapan keringat yang menempel di belakang, lengan dan juga paha sampai betis. Kami melakukannya berpasang-pasangan dan saya berpasangan dengan La Endo. Saya memulai dengan menggosok belakangnya, setelah selesai La Endo akan balas menggosok belakangku dengan batu yang tadi kami ambil dari dasar sungai. Sungainya tak begitu dalam, mungkin Cuma sekitar 3 meter dengan air yang sangat jernih, apabila dilihat dari atas maka dasar sungai yang berpasir dengan bebatuan kecil akan sangat keliatan.

Bersambung...

0 comments: